Mampukah Amicus Curiae Berpengaruh Pada Keputusan MK yang Adil?

adilnews | 19 April 2024, 11:34 am | 64 views

Dalam beberapa pekan ini publik dibingungkan dengan munculnya istilah baru Amicus Curiae. Apalagi istilah ini diperbincangkan dalam sengketa hasil pemilihan presiden tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebenarnya Amicus Curiae secara harfiah berarti Sahabat Pengadilan. Tapi karena masyarakat jarang mendengar istilah ini, jadi terasa asing. Hal ini wajar, sebab, Amicus Curiae tidaklah termasuk pihak yang berperkara dalam pengadilan, melainkan pihak ketiga sehingga kehadirannya tidak begitu mencolok.

Kini Amicus Curiae sedang menjadi perhatian masyarakat karena MK sedang memeriksa dua perkara terkait PHPU Presiden 2024. Kedua perkara itu diajukan Paslon Nomor Urut 01 Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dan Paslon Nomor Urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024. MK menjadwalkan kedua perkara itu akan diputus pada 22 April mendatang.

Ujian Independensi MK

Salah satu tokoh politik yang mengajukan diri sebagai Amicus Curiae dalam kasus sengketa hasil Pilpres 2024 di MK adalah Megawati Soekarnoputri. Sebagai bagian dari Amicus Curiae, Megawati menyampaikan pemikiran atau pendapatnya atas perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 yang sedang ditangani MK. Penyerahan Amicus Curiae Megawati yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu diwakili Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto pada 16 April 2024. Todung Mulya Lubis yang juga kuasa hukum Tim Ganjar-Mahfud yang sedang mengajukan sengketa PHPU Presiden di MK juga turut hadir dalam pendaftaran Amicus Curiae.

Dalam akhir dokumen Amicus Curiae itu, terdapat tulisan tangan Megawati. Menurut Hasto, tulisan tangan itu sebagai ungkapan perjuangan Raden Ajeng Kartini yang tidak pernah sia-sia karena emansipasi merupakan bagian dari demokrasi dalam melawan penyalahgunaan kekuasaan.

“Rakyat Indonesia yang tercinta, marilah kita berdoa semoga ketuk palu Mahkamah Konstitusi bukan merupakan palu godam, melainkan palu emas. Seperti kata Ibu Kartini pada tahun 1911, ‘Habis gelap terbitlah terang’. Sehingga fajar demokrasi yang telah kita perjuangkan dari dulu timbul kembali dan akan diingat terus-menerus oleh generasi bangsa Indonesia. Aamiin ya rabbal alamin, hormat saya Megawati Soekarnoputri ditandatangani, merdeka, merdeka, merdeka,” ucap Hasto membacakan tulisan Megawati tersebut.

Selain itu, MK juga telah menerima pengajuan Amicus Curiae dari empat organisasi kemahasiswaan yaitu Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH Universitas Padjajaran, BEM FH Universitas Dipenogoro, serta BEM FH Universitas Airlangga.

Menurut Komisioner Bidang Pergerakan Dewan Mahasiswa Justicia FH UGM Muhammad Emir Bernadine, penyampaian Amicus Curiae oleh empat organisasi kemahasiswaan secara kelembagaan maupun individu ini sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab moral sebagai pembelajar hukum. Mereka berharap, pendapat yang disampaikan menjadi bahan yang baik untuk MK melahirkan putusan yang bermakna bagi demokrasi dan masa depan Indonesia. Selain itu, Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI) juga menyampaikan dukungan kepada hakim konstitusi dalam memutus sengketa hasil pilpres 2024 ke MK. Di samping itu juga, FAMI memberikan sejumlah rekomendasi kepada delapan hakim konstitusi, antara lain menjunjung tinggi independensi dalam memutus sengketa hasil pilpres 2024; tidak terpengaruh atas tekanan, ancaman, dan bujukan dari pihak-pihak manapun dalam memutus sengketa hasil pilpres 2024 dll.

Meski sudah ada 33 Amicus Curiae yang telah masuk ke MK terkait sengketa Pilpres 2024, namun Juru Bicara MK Fajar Laksono memastikan hanya 14 amicus curiae yang akan didalami oleh Hakim Konstitusi dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). “Ada 14 (amicus curiae yang didalami), hari ini kan ada (total) 33 kan. Kalau displit mana yang 16 April ada 14 (amicus curiae), nah 14 itu yang sampai dengan hari ini sudah didalami oleh hakim gitu kan, bukan berarti dipertimbangkan ya,” tandas Fajar di gedung MK, Jakarta Pusat pada 18 April 2024.

Dipertimbangkan atau tidak menurut Fajar nanti, tapi yang penting itu 14 amicus curiae itu sudah diserahkan ke hakim dan sudah dibaca dan dicermati,” tukasnya . Adapun alasan hanya 14 amicus curiae yang didalami karena berdasarkan keputusan dari Majelis Konstitusi, di mana hanya amicus curiae yang masuk pada 16 April 2024 maksimal pukul 16.00 WIB yang diproses.

“Kalau tidak dibatasi, ini RPH kan terus berjalan. Nanti, ada banyak masuk, ada banyak masuk, menjadi berpengaruh terhadap proses pembahasan atau pengambilan putusan,” jelasnya. Fajar mengakui MK tidak memiliki banyak pengalaman terkait amicus curia. Lebih lagi amicus curiae dalam sengketa Pilpres merupakan pertama kali terjadi di 2024.

Oleh sebab itu, Fajar belum dapat memastikan apakah amicus curiae akan berpengaruh atau tidak terhadap putusan MK. Menurutnya, hal itu merupakan otoritas dari Hakim Konstitusi. “Kalau ditanya seberapa besar pengaruhnya, kita tidak bisa mengukur karena kembali lagi, itu keyakinannya hakim. Ini mau percaya, mau ikut mau mempertimbangkan amicus curiae ini atau tidak,” tandasnya..

Berikut 14 amicus curiae yang akan didalami:

1.Barisan Kebenaran Untuk Demokrasi
2.Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
3.TOP Gun
4.Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil
5.Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (Center For Law and Social Justice) LSJ Fakultas Hukum UGM
6.Pandji R Hadinoto
7.Busyro Muqoddas, Saut Situmorang, Feri Amsari, Usman Hamid, Abraham Samad, dll
8.Organisasi Mahasiswa UGM-UNPAD-UNDIP-Universitas Airlangga
9.Megawati Soekarno Putri & Hasto Kristiyanto
10.Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI)
11.Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN)
12.Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI)
13.Amicus Stefanus Hendriyanto
14.Komunitas Cinta Pemilu Jujur dan Adil (KCP-JURDIL)

Dasar Hukum Amicus Curiae
Disebutkan dalam Jurnal Madani berjudul “Posisi Amicus Curiae dalam Tata Peradilan Indonesia” oleh Dewa Gede Edi Praditha, praktek Amicus Curiae pertama kali muncul pada abad ke-9, ketika kerajaan Romawi berkuasa. Dalam perkembangannya, Amicus Curiae menjadi masukan dari individu ataupun organisasi yang tidak termasuk sebagai pihak dalam perkara, tetapi memiliki kepentingan atau perhatian khusus terhadap suatu peristiwa hukum.

Dalam konteks Indonesia, hakim menempatkan Amicus Curiae sebagai sudut pandang lain yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan. Namun, ia tidak dapat memberikan intervensi apapun. Sebab, Amicus Curiae tidaklah bertindak sebagai pihak yang berperkara.

Definisi serupa juga ditemui dalam Jurnal Renaissance berjudul “Kedudukan Amicus Curiae dalam Sistem Peradilan di Indonesia” oleh Linda Ayu Pralampita. Dijelaskan bahwa Amicus Curiae adalah pihak ketiga yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara. Karenanya, ia memberikan pendapat hukum di pengadilan sekalipun hanya mampu memberikan opini, bukan perlawanan.

Amicus Curiae sendiri memiliki tiga kategori, yaitu: mengajukan ijin/permohonan untuk menjadi pihak yang berkepentingan dalam persidangan. Selain itu, memberi pendapat atas permintaan hakim. Juga memberikan informasi atau pendapat atas perkaranya sendiri.

Sejauh ini belum ada dasar hukum yang secara khusus mengatur tentang Amicus Curiae. Kendati demikian, ada beberapa pasal yang menyinggung tentangnya. Misalnya dalam, Undang- undang No 48 Tahun 2009 dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005.

Contoh Amicus Curiae di Indonesia dalam kasus Pidana Jerinx oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR): I Gede Ari Astina atau yang lebih akrab disapa Jerinx pernah mengkritik kebijakan wajibnya rapid test pada tahun 2020. Saat itu, Jerinx membuat unggahan dan meminta penjelasan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang kebijakan ini.

Alih-alih mendapat penjelasan, Jerinx dilaporkan ke kepolisian. Pada mulanya, Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan vonis hukuman satu tahun dua bulan penjara plus denda 20 juta. Ketika diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bali, vonis dikurangi menjadi sepuluh bulan penjara dan denda sepuluh juta subsider satu bulan.

ICJR sebagai organisasi non pemerintah menyimpulkan adanya kesalahan penerapan hukum, baik pada putusan pengadilan negeri yang juga disepakati oleh pengadilan tinggi. Karenanya, ICJR maju sebagai Amici untuk kasus ini.

Selain kasus Jerinx, beberapa kasus yang padanya terdapat Amicus Curiae. Diantaranya dari kelompok Pegiat Kemerdekaan Pers kepada Mahkamah Agung terkait peninjauan ulang kasus majalah Time versus Presiden Soeharto. Selain itu, Amicus Curiae dalam perkara Prita Mulyasari yang diajukan oleh ELSAM, ICJR, IMDLN, PBHI, dan YLBHI pada Oktober 2009. Juga Amicus Curiae kasus Yusniar yang diajukan oleh ICJR pada Februari 2017. (Ananta)

Berita Terkait