Pembekuan Bantuan USAID Sangat Rugikan Rakyat, Semakin Tunjukan Wajah Serakah AS

adilnews | 15 February 2025, 00:15 am | 31 views

YOGYAKARTA, ADILNEWS.COM – Dosen Pengkajian Amerika Universitas Gadjah Mada (UGM) Achmad Munjid mengatakan pembekuan dana United Stated Agency for International Development (USAID) akan merugikan banyak pihak, termasuk citra Amerika Serikat dalam pergaulan global. Sebab menurutnya, di tengah banyak kebijakan luar negeri AS yang agresif dan menimbulkan banyak masalah, selama ini program yg didanai USAID menunjukan wajah manusiawi sosok AS di panggung internasional.

“Jika USAID dihapus secara permanen yang tinggal wajah keras dan serakah AS yang tampil,” jelas pengajar di Fakultas Ilmu Budaya UGM ini kepada ADIL News.

Menurut Munjid, penghentian dana bantuan dari USAID ke banyak negara berkembang termasuk Indonesia sangat merugikan. Di Indonesia khususnya yang paling dirugikan adalah masyarakat kelas bawah yang terkait langsung dengan manfaat program-program yang didanai USAID seperti program kesehatan, pemberdayaan ekonomi, penanggulangan HIV dan pemenuhan hak kaum minoritas seperti komunitas Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT).

“Lebih-lebih dalam situasi akibat efisiensi gila-gilaan rejim Prabowo yang dampaknya sudah mulai kelihatan, banyak masyarakat bawah yang kini ibarat sudah jatuh masih harus tertimpa tangga pula. Tahun 2025 ini akan jadi masa sulit bagi banyak orang,” tandasnya.

Seperti diketahui, sejak Donald Trump dilantik sebagai Presiden AS, kemitraan kesehatan Indonesia dengan USAID mendadak dihentikan. Pemerintahan AS sat ini sedang mempertimbangkan untuk menggabungkan USAID, lembaga kemanusiaan utama Washington, ke dalam Departemen Luar Negeri dalam perombakan besar yang akan mengurangi jumlah tenaga kerjanya dan menyelaraskan pengeluarannya dengan kebijakan “America First” milik Trump.

Bagi Trump, pengeluaran kebijakan luar negeri AS dianggap tak sepadan dengan jumlah pemasukan pajak dan menghamburkan anggaran negara. Pada 2023, anggaran USAID sebesar US$72 miliar atau sekitar Rp1.134 triliun. Trump juga mengkritik USAID dengan menyebut para staf badan ini sebagai orang radikal. “USAID dijalankan oleh sekelompok orang gila radikal, dan kita akan menyingkirkan mereka,” ungkap Trump pada pekan lalu, dikutip NBC News.

Pemerintahan Trump juga menjabarkan contoh pemborosan dan penyalahgunaan USAID. Dari beberapa kasus yang disebutkan, mereka lebih mempermasalahkan dana yang dikeluarkan terkait aktivitas LGBT, sesuatu yang dibenci Trump. Konsekuensi penutupan USAID, sejumlah program kesehatan, penanggulangan HIV/AIDS, TBC dan advokasi LGBT yang sudah dirancang USAID di Indonesia pada tahun 2025 terancam berhenti di tengah jalan.

Kementrian Kesehatan RI merasa pembekuan bantuan luar negeri AS untuk Indonesia tersebut dapat membebani upaya pemerintah kita dalam memerangi HIV/ AIDS dan tuberkulosis, yang menggantikan COVID-19 dan menjadi penyebab utama kematian terkait penyakit menular secara global pada tahun-tahun sebelumnya.

Sebelumnya, Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat atau USAID itu telah berinvestasi US$800 juta di Indonesia sejak 2020, sebagaimana disampaikan oleh kedutaan besar AS di Jakarta pada November 2024 lalu.

Selama ini, proyek yang dibiayai USAID di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia lebih terfokus pada penanganan HIV dan tuberkulosis. Negara kita juga menerima obat dari Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria, yang mana Washington sebagai donor terbesarnya. Bersamaan dengan program penanggulangan HIV/AIDS, secara khusus USAID juga memberikan bantuan untuk program pemberdayaan dan pemenuhan hak komunitas LGBT di Tanah Air.

Data Kementerian Kesehatan memperkirakan ada 503.261 orang yang hidup dengan HIV di Indonesia hingga akhir tahun 2024 . Dari jumlah itu, diperkirakan hanya 351.378 orang yang mengetahui status mereka. Ini berarti masih ada sekitar 30,18% orang yang hidup dengan HIV tetapi tidak mengetahuinya. Dan, hanya 217.482 orang yang sudah menjalani pengobatan. Itu menunjukkan bahwa ada lebih dari setengah orang yang hidup dengan HIV belum mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan. (Fadjar/Jogja)

Berita Terkait