Kudatuli di Era Kekinian

adilnews | 28 July 2024, 13:34 pm | 84 views

Oleh: Ir. KPH. Adipati, Bagas Pujilaksono Widyakanigara Hamengkunegara, M. Sc., Lic. Eng., Ph.D. Pengajar Universitas Gadjah Mada & Seniman/Budayawan Yogyakarta

Kudatuli, 27 Juli 1996, adalah peristiwa berdarah, yang merupakan pelanggaran HAM berat. Negara, dalam hal ini Rezim Orde Baru, mengobok-obok kantor DPP PDI kubu ibu Megawati Soekarnoputri, di Jl. Diponegoro, Jakarta, dengan cara kekerasan: jatuh korban jiwa, luka-luka, dan orang hilang.

Ibu Megawati Soekarnoputri adalah Tokoh Central Reformasi Indonesia 1998, yang punya idealisme dan konsisten atas integritas kebangsaannya. Tanpa Beliau, kita semua masih dalam kubangan kekuasaan Rezim Orde Baru.

Saat ini, muncul kembali Kudatuli dalam versi lain, prinsipnya sama, yaitu merampas kembebasan bersuara, berkumpul dan berserikat, dengan pendekatan kekuasaan, tujuannya melanggengkan Politik Dinasti.

Senjata laras panjang dengan peluru tajam kaliber tinggi, *BERUBAH*, menjadi, seolah murni suatu proses Penegakan Hukum, namun dalam format politik.

Kebenarannya? Jelas sumir! *Cah kenthir wae ngerti.

Kebenaran itu, *menurut saya*, bukan hanya cukup berdalih, dengan adanya dua alat bukti, ada beneran tidak? namun juga variable waktu.

Jika suatu proses penegakan hukum, terjadi pada rentang waktu, dimana ada agenda politik, yang sangat menentukan dan mengancam kelanggengan kekuaaaan dari suatu Rezim Otoriter, maka suka atau tidak suka, proses penegakan hukum tersebut, kebenarannya sumir, karena nuansanya sangat politis, *terkesan dipaksakan*.

Akan ada pemilihan Lurah di Desa Dhemen Menthil. Anak pak Camat, ikut kontestasi politik tingkat desa tersebut. Unfortunately, anak pak Camat bodoh bin koplak dan tidak populer. Besides, Lurah incumbent masih terlalu sangat populer, terlalu kuat untuk dikalahkan. Ditempuhlah cara-cara biadab untuk menjegal Lurah incumbent, agar tidak bisa ikut kontestasi pemilihan lurah, dengan cara jeratan hukum yang direkayasa dan dipolitisir. Sehingga anak pak Camat bisa leluasa maju pemelihan lurah, tanpa musuh yang berarti. Brutal!

Orde Baru sekali….

Kekuasaan Rezim Orde Baru kini bermetamorfosa menjadi wajah baru. Entitasnya sami mawon: membrangus kebebasan bersuara, berserikat dan berkumpul.

Kebenaran nomor dua, utamanya menebar teror akan rasa takut dan cemas terhadap orang kritis yang lantang menyuarakan kebebaran dan orang-orang potensial, yang jelas sangat mengganggu konstelasi politik Turun-Temurun.

Tujuannya adalah merusak tradisi berfikir kritis dan berbicara jujur, dengan menggunakan jeratan kasus hukum, sehingga oknum Raja Petruk, dengan leluasa bisa mengkapling-kapling negara, seolah milik mbah buyutnya, demi anak, menantu dan cucu.

Politik Dinasti adalah musuh Reformasi Indonesia 1998. Soeharto dilengserkan, karena Pemerintahan Orde Baru sangat KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme)

Rakyat Indonesia harus tahu, bahwa hukum adalah panglima. Sepakat! Namun, jika penegakan hukum dipolitir, maka bangsa dan negara ini akan hancur. INDONESIA EMAS? BUKAN, INDONESIA CEMAS!

Kebenaran fakta hukum, adalah satu hal, yang harus kita hormati dan terima. Namun, kebenaran sumir fakta hukum yang dipolitisir, adalah hal lain, emangnya gue pikirin.

Kita tidak sedang melawan/merongrong Negara, karena setia pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Namun, kita sedang melawan Rezim Otoriter, yang getol membangun Politik Dinasti alias Politik Turun-Temurun.

Politik Dinasti wujud nyata pengkhinatan atas Demokrasi Indonesia, karena menihilkan persaingan terbuka, tentu saja dengan pendekatan kekuasaan.

Bangunan Politik Demokrasi Indonesia mengakomodir azas keadilan dan kemanusiaan, dan persaingan terbuka.

Tidak ada kata lain, selain LAWAN. Merdeka!

Yogyakarta, 2024-07-28
BPW. Hamengkunegara

Berita Terkait