Dari HUT Gerindra ke-17: Mikul Dhuwur, Mendhem Jero

adilnews | 16 February 2025, 07:01 am | 242 views

Ir. KPH. Adipati, Bagas Pujilaksono Widyakanigara Hamengkunegara, M.Sc., Lic.Eng., Ph.D., Universitas Gadjah Madadan Seniman/Budayawan Yogyakarta

(Jokowi menghadiri perayaan HUT Partai Gerindra ke-17. Foto: Antara)

Pada Ultah Partai Gerindra, Prabowo Subianto mensitir peribahasa Jawa: Mikul Dhuwur, Mendhem Jero.

Prabowo harus tahu, bahwa peribahasa Jawa: Mikul Dhuwur, Mendhem Jero, tidak bisa diterapkan sembarangan.

Mikul Dhuwur, Mendhem Jero maknanya kebaikannya dikenang selalu, keburukannya dikesampingkan atau dilupakan.

Tanpa memahami latar belakang munculnya peribahasa Jawa: Mikul Dhuwur, Mendhem Jero, maka pemahamannya akan sangat dangkal dan naif.

Tentu saja, penerapan peribahasa itu sifatnya situasional: tidak bisa sembarang ke orang dan tergantung perjalanan sejarah hidupnya.

Apakah Mikul Dhuwur, Mendhem Jero bisa diterapkan ke DN. Aidit, Njoto, Sam Kamaruzaman, Untung, Muso dan *MulGenjik*? Jelas tidak! They do NOT deserve!

DN. Aidit, Njoto, Sam Kamaruzaman, Untung, Muso dan *MulGenjik* adalah bajingan tengik, pengkhianat bangsa dan negara. Hidupnya membuat susah rakyat Indonesia.

Apa salah Bung Karno, sehingga di era rezim Orba, secara politik Bung Karno dideskriditkan seolah ada dibalik peristiwa berdarah 1965? Tidak ada bukti. Dan, secara ideologi, Bung Karno bukan komunis.

Jasa Bung Karno bagi bangsa dan negara, sungguh luar biasa, memerdekakan bangsa Indonesia dari belenggu kolonialisme. Kesalahan Bung Karno, jika ada, tidak sebanding dengan jasa Bung Karno.

Mukul Dhuwur, Mendhem Jero, sangat tepat diterapkan pada Bung Karno: Sang Proklamator, Pemimpin Besar Revolusi, Presiden Seumur Hidup, Mandataris MPR dan Panglima Tertinggi Angkatan Perang. Bangsa Indonesia harus minta maaf ke Bung Karno, karena tidak pandai berterima kasih dan pernah menuduh Bung Karno terlibat peristiwa berdarah 1965.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang dan MulGenjik modar meninggalkan aib.

Kebhinnekaan Indonesia mustinya disikapi sebagai sebuah potensi prestasi kolektif, untuk kemajuan bangsa dan negara.

Keberagaman adalah sumber energi dalam mencari kebenaran yang hakiki.

Akhir-akhir ini, ada gerakan politik yang memanfaatkan Kebhinnekaan Indonesia, dengan tujuan memecah belah bangsa. Politik adu domba.

Kaum komunis Indonesia adalah kelompok utopis yang telah kehilangan jati dirinya sebagai bangsa.

Ideologi komunis adalah ideologi ekstrim, yang tidak akan pernah bisa diakomodir oleh Pancasila.

Pancasila adalah ideologi equilibrium, seimbang antara tuntutan individu dan sosial.

MulGenjik hanyalah sampah bagi bangsa Indonesia, dan harus dibuang di keranjang sampah.

Mikul Dhuwur, Mendhem Jero maknanya sik apik diumbul-umbulké, sing ala disidhem. Damar mancung cinupet, cekap semanten.

Merdeka!

Berita Terkait