GARUDA INDONESIA BERSIAP BELI 50 PESAWAT BOEING: ANTARA DIPLOMASI DAGANG DAN STRATEGI BISNIS JANGKA PANJANG

adilnews | 24 July 2025, 05:16 am | 160 views

JAKARTA, ADILNEWS.COM- Maskapai nasional Garuda Indonesia tengah bersiap melakukan langkah besar dalam restrukturisasi dan transformasi bisnisnya: pembelian 50 unit pesawat Boeing, sebagian besar di antaranya adalah tipe Boeing 777. Langkah ini disebut-sebut bukan hanya bagian dari upaya penyegaran armada dan ekspansi rute, melainkan juga menjadi bagian dari diplomasi dagang Indonesia-Amerika Serikat yang belakangan kembali menghangat.

Dalam keterangannya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin, 21 Juli 2025, Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani Panjaitan menyampaikan bahwa proses komunikasi intensif dengan pabrikan asal Amerika Serikat, Boeing, tengah berlangsung. Ia menegaskan bahwa pembelian ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk menyehatkan keuangan perusahaan serta memperkuat jaringan penerbangan dalam lima tahun ke depan.

“Perseroan dan Boeing tengah melakukan komunikasi secara intensif,” ujar Wamildan. “Pembelian ini selaras dengan rencana restrukturisasi yang telah disetujui dalam RUPSL serta Kementerian BUMN.”

Bagian dari Kesepakatan Dagang Indonesia-AS
Meskipun disebut sebagai transaksi business-to-business (B2B), pembelian 50 pesawat Boeing ini tidak bisa dilepaskan dari konteks negosiasi dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump pada 15 Juli lalu secara terbuka mengumumkan bahwa Indonesia telah berkomitmen membeli jet Boeing sebagai bagian dari kesepakatan dagang yang lebih luas. Termasuk di dalamnya pembelian produk energi dan pertanian AS, yang ditaksir mencapai total nilai lebih dari US$ 20 miliar.

Sebagai imbal balik, Trump menyatakan bahwa tarif impor terhadap produk Indonesia akan diturunkan dari 32% menjadi 19%, sebuah relaksasi yang dianggap signifikan di tengah tekanan perdagangan global.

“Indonesia telah berkomitmen untuk membeli 50 jet Boeing, banyak di antaranya adalah seri 777,” tulis Trump dalam unggahan di platform Truth Social.

Menyangkut sumber dana, Garuda Indonesia mengandalkan kombinasi antara dana internal dan pinjaman dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sebesar Rp 6,65 triliun. Di luar itu, manajemen juga sedang menjalin komunikasi dengan sejumlah pemberi dana potensial lainnya.

“Kami menjajaki opsi pembiayaan jangka panjang yang sesuai dengan proyeksi bisnis pascarestrukturisasi,” jelas Wamildan.

Mengapa Memilih Boeing, Bukan Pesawat China?
Langkah Garuda membeli Boeing juga sekaligus menegaskan arah kebijakan pemerintah dalam menjalin kemitraan strategis dengan produsen pesawat Barat, terutama AS. Padahal sebelumnya, opsi untuk membeli pesawat dari produsen asal Tiongkok sempat mencuat, karena harga yang jauh lebih murah dan tersedianya insentif pembiayaan dari Beijing.

Namun, terdapat sejumlah pertimbangan yang membuat opsi tersebut ditinggalkan.

Pesawat Boeing:
1. Reputasi dan Keamanan Teruji: Boeing telah lama menjadi pemain utama dalam industri penerbangan komersial global, dengan standar keselamatan dan performa yang terbukti.

2. Efisiensi Operasional: Seri Boeing 777, misalnya, dikenal efisien dalam penggunaan bahan bakar serta memiliki daya angkut penumpang dan kargo yang tinggi, cocok untuk rute internasional Garuda.

3. Nilai Jual Kembali Tinggi: Pesawat Boeing memiliki pasar sekunder yang besar, menjadikannya aset dengan nilai residual yang tinggi.

Pesawat China:
1. Kualitas dan Keamanan Masih Diragukan: Pesawat-pesawat seperti COMAC C919 dan ARJ21 memang lebih murah, namun belum memiliki rekam jejak operasional global yang kuat. Sejumlah negara bahkan masih ragu memberikan sertifikasi penuh untuk jet buatan China.

2. Keterbatasan Layanan Purna Jual dan Suku Cadang: Infrastruktur dukungan teknis dan pasokan suku cadang untuk pesawat buatan China belum sekuat Boeing atau Airbus, yang dapat menimbulkan biaya operasional jangka panjang.

3. Potensi Ketergantungan Baru: Menggantungkan armada nasional pada produsen tunggal yang berbasis di negara dengan agenda geopolitik kuat seperti China juga menimbulkan risiko strategis tersendiri.

Catatan Politik dan Ekonomi
Di luar pertimbangan bisnis, pembelian pesawat Boeing juga menjadi kartu diplomasi penting bagi Indonesia di tengah tekanan tarif yang sebelumnya diberlakukan AS. Menurunnya tarif dari 32% ke 19% akan membantu sektor ekspor Indonesia, terutama manufaktur, tekstil, dan makanan olahan, untuk tetap kompetitif di pasar Amerika.

Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, proses pembelian pesawat masih berlangsung secara teknis dan belum sampai pada penandatanganan memorandum of understanding (MoU). Namun sinyal positif dari kedua pihak menandakan bahwa kesepakatan sudah berada di jalur yang tepat.

Langkah Garuda Indonesia membeli 50 pesawat Boeing bukan hanya keputusan bisnis, tapi juga manuver strategis dalam percaturan dagang global. Dalam jangka pendek, pembelian ini akan memperkuat armada nasional dan membuka peluang pasar ekspor Indonesia di AS melalui penurunan tarif. Namun demikian, proses pengadaan tetap perlu diawasi secara transparan, agar tak menambah beban keuangan maskapai yang baru saja keluar dari masa-masa sulit.

Garuda Indonesia kini berada di persimpangan penting: antara bangkit menjadi maskapai bintang lima kembali, atau terjerat dalam komitmen yang terlalu besar. Waktu dan kebijakan korporat akan menjadi penentu.

Berita Terkait