MBG Bukan Minta Berita Gemoy

adilnews | 29 September 2025, 09:01 am | 192 views

Oleh: Bambang Tjuk Winarno, jurnalis adilnews.com

DIANA VALENCIA mengalami perlakuan ora becik dari Istana Kepresidenan. Dia wartawati CNN Indonesia. Tanda pengenalnya sebagai wartawan peliput lingkup Istana Kepresidenan dicabut. Dijaluk maneh. Yang berarti Diana sudah tidak boleh lagi meliput di lingkungan kepresidenan. Bukan perusahaan tempat Diana bekerja yang melakukan pencabutan. Melainkan Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Kepresidenanlah yang membreidelnya.

Yang diminta kembali itu tanda pengenal pers yang memang dikeluarkan BPMI. Diperuntukkan bagi seluruh awak media yang melakukan tugas peliputan kepresidenan. Untuk kesana setiap wartawan wajib melalui verifikasi. Jadi bukan pengenal diri yang dikeluarkan perusahaan tempat Diana bekerja, CNN Indonesia.

Perkaranya, Diana mengajukan pertanyaan mendadak kepada Presiden Prabowo Subianto. Materi yang ditanyakan mendasar. Perlu penanganan yang cepat, cerdas dan tangkas. Menyangkut keselamatan jiwa generasi muda. Menukik langsung ke pokok persoalan negara: Makan Bergizi Gratis (MBG), yang berulang kali menimbulkan masalah. Banyak siswa sekolah di tanah air yang keracunan usai makan menu MBG itu.

“Benar telah terjadi pencabutan ID Pers Istana atas nama Diana Valencia. 27 September 2025. Tepat pukul 19.15. Seorang petugas BPMI mengambil ID Pers Diana ke kantor CNN Indonesia,” kata Titin Rosmasari, Pemimpin Redaksi CNN Indonesia.

MBG sendiri merupakan policy Prabowo. Sebagai investasi strategis bidang pemenuhan gizi. Diproyeksikan akan terciptanya generasi penerus yang sehat dan tangguh secara jasmani. Program itu berjalan bertahap sejak 6 Januari 2025. Menyasar generasi penerus mulai siswa PAUD hingga SMA/SMK. Direncanakan juga akan menjangkau ibu hamil dan menyusui.

Karena program itu menjadi kebijakan langsung Prabowo, maka BPMI berpandangan wajib mengamankannya. Termasuk melakukan razia terhadap setiap pertanyaan pers.

Pertanyaan itu dilontarkan Diana di area Bandar Udara Halim Perdanakusuma, pada Sabtu (27/09/2025). Sesaat setelah Prabowo turun dari pesawat, usai lawatan 4 hari di luar negeri. Saat itulah secara doorstop Diana menjulurkan recorder-nya ke arah Prabowo, meminta konfirmasi tentang MBG yang bermasalah itu.

Jika media massa cerdas, pembreidelan itu justru berpotensi menyulitkan Prabowo sendiri. Media tidak perlu merespon dengan protes segala macam. Apalagi sampai menggelar unjuk rasa. Gak perlu ramai-ramai begitu. Atau sejumlah organisasi kewartawanan, Dewan Pers, LBH Pers, AJI dan IJTI, kompak melakukan kecaman terhadap BPMI. Juga puluhan media massa menunjukkan korsa-nya, menulis kasus itu. Sampai-sampai sosok Diana Valencia mendadak menjelma menjadi simbol perlawanan. Perlawanan pers terhadap kepongahan Istana Negara.

Sebab, cara dan trik tersebut, ujung-ujungnya, paling-paling, Istana Kepresidenan meminta maaf. Kedua belah pihak saling berjabat tangan. Lalu saling berangkulan. Bila perlu ditambahi cium-cium begitu. Sebagai penghangatnya. Agar terlihat lebih akrab lagi, diadakan acara ramah tamah. Santap siang bersama. Sudah. Selesai. Dan karena penyelesaiannya dipandang sederhana, gampang, dan simpel maka besok-besok diulangi lagi. Itu yang kerap terjadi.

Mestinya pers sadar. Bolehlah kasus pencabutan ID Card Istana Kepresidenan oleh BPMI itu dilaporkan kepada pihak berwajib. Tuduhan laporannya jelas. Menghalang-halangi, melarang, mengarahkan, menyensor, mendikte, memfilter, dan tuduhan sejenis lainnya. Dan itu tertuang dalam salah satu pasal pada UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Pelaku diancam dengan hukuman pidana penjara. Secara hirarki, Undang-undang itu tergolong instrumen hukum yang tinggi, setelah UUD 45 disusul Tap MPR.

Lebih dari itu. Profesi yang diemban insan pers kategori penting, tinggi, agung, dan mulia. Karena sifatnya yang demikian, di parlemen negara menempatkan media massa di lingkup Komisi 1 DPR RI. Komisi elit yang membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, serta intelijen.

Kembali ke persoalan ID Card Diana Valencia. Selain melapor ke pihak berwajib. Media massa harusnya rame-rame mem-blow up pemberitaan terkait kasus-kasus yang ditimbulkan program MBG, secara lebih detil dan intens. Disiarkan kepada publik terus menerus. Sampai persoalannya menemui jalan keluar: Dihentikan atau dilakukan dengan cara lain.

Misalnya, pengelolaan MBG diserahkan kepada pihak kantin masing-masing sekolahan penerima MBG. Ketimbang ditangani Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yang berkali-kali terbukti bermasalah. Berpuluh-puluh tahun belum pernah terdengar siswa sekolah keracunan akibat konsumsi, baik makanan maupun minuman, yang disediakan pihak kantin sekolahan. Itu membuktikan, bahwa ternyata ibu-ibu pengelola kantin sekolahan lebih higienis, dalam mengolah makanannya dari pada SPPG.

Sebab, keracunan yang dialami para siswa sekolah itu tidak boleh dianggap guyonan. Hal sepele. Gak penting. Gak bisa begitu. Barangkali bagi orang tua yang anaknya tidak atau belum keracunan, mungkin menganggap itu hal biasa. Tapi jika sudah mengalami, bagaimana bingung dan gupuh gapah-nya orang tua. Baru merasakan sungguh seriusnya kasus keracunan siswa akibat menu MBG itu.

Lebih-lebih jika berakibat fatal. Kematian misalnya. Bagaimana? Apakah pemerintah terus meminta pers untuk menutup-nutupi? Wartawan itu berurusan dengan kenyataan. Pencatat sejarah yang abadi. Dan sejarah itu bisa dikatakan sejarah, manakala ditulis secara jujur dan benar yang sesuai dengan kenyataan. Manakala ditulis dengan rekayasa, maka narasi itu berubah menjadi novel atau cerpen.

Atau mencari sisi lain ketidakberesan MBG. Isu santer yang berkembang di tengah masyarakat. Banyak mitra kerja yang akhirnya mundur. Alasannya: Mereka terlanjur memasok berbagai keperluan dapur, tapi hingga saatnya belum dibayar. Sehingga menimbulkan kerugian tidak sedikit bagi mitra kerja. Kebutuhan dapur untuk MBG antara lain daging ayam, telur, beras, minyak goreng, tahu, tempe dan berbagai keperluan dapur lainnya.

Bila perlu. Mengulik, kapan Prabowo menikah lagi. Mencari ibu negara. Atau balen dengan Titiek Soeharto. Mantan istrinya yang putri keempat mantan Presiden Soeharto itu. Atau menyoroti kondisi kejiwaan Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusomo (RHD). Anak semata wayang Prabowo dengan Titiek Soeharto, yang sempat diisukan “melambai” itu. Dia desainer terkenal kelas dunia. Dan sampai sekarang belum ada media yang mengatakan dia sudah menikah.

Jadi wartawan itu punya senjata ampuh. Berdaya pukul mematikan. Memainkan narasi. Dan bila ada pihak yang melecehkan pers, pers bisa membalasnya dengan kemampuannya menulis. Lain kata: Mereka main kayu, pers main besi. Mereka ngawur, pers sadis. Mereka membungkam, pers “membunuh”.

Masalah siswa sekolah keracunan. Menurut data Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI), sampai Jumat malam ( 26/09/2025) tercatat sebanyak 7.368 siswa korban keracunan akibat konsumsi menu MBG. Jumlah itu akumulasi dari sejumlah sekolahan penerima MBG di kota-kota yang tersebar di Indonesia.

“Per Jumat, jam 9 malam WIB jumlah kasus yang tercatat CISDI terpantau ada 7.368 korban keracunan MBG. Ada beberapa daerah yang jumlahnya di atas 500. Tapi yang terbanyak adalah di Kabupaten Bandung Barat dan di Pongkor,” ungkap Diah Saminarsih, CEO CISDI.

Nah, ribuan siswa yang sedianya disehatkan namun justru keracunan itu adalah fakta. Kenyataan. Sejarah. Bukan karangan. Seperti sastrawan menulis novel. Bukan. Bukan seperti itu.

Jadi, baik buruknya Makan Bergizi Gratis itu wajib disampaikan kepada publik. Agar rakyat paham, apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Yang sedang menimpa sanak keluarganya. Sampai akhirnya masyarakat memahami, bahwa MBG itu bukan Minta Berita Gemoy. ***

Berita Terkait