Dua Versi Kasus TPPO Reni Rahmawati di Tiongkok: Keluarga Yakin Disekap, KJRI Sebut Suami Sah

adilnews | 28 September 2025, 12:36 pm | 35 views

BANDUNG, ADILNEWS.COM- Dugaan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan korban Reni Rahmawati (23), warga Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, kian menyedot perhatian publik. Reni disebut disekap dan dipaksa menikah dengan seorang pria Tiongkok di Guangzhou, namun Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Guangzhou menyebut pria tersebut adalah suami sahnya. Dua versi cerita ini menimbulkan tanda tanya besar tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Dua Versi yang Berbeda
Menurut keluarga, Reni awalnya berangkat ke Tiongkok pada Mei 2025 setelah dijanjikan pekerjaan bergaji Rp15–30 juta per bulan. Perekrutan dilakukan lewat sponsor lokal di Bogor, Cianjur, dan Jakarta tanpa sepengetahuan orang tuanya.

Pada Agustus 2025, keluarga mendapat kabar mengejutkan: melalui telepon, Reni mengaku disekap oleh seorang pria berinisial TCC di Guangzhou. Ia dipaksa melayani secara seksual, tidak diberi gaji sejak April, dan bahkan diminta menebus dirinya dengan uang Rp200 juta bila ingin pulang.

“Korban dipaksa menikah untuk alasan administratif, agar mudah mendapat visa. Ini jelas bentuk perdagangan orang,” ujar Rangga Suria Danuningrat, Direktur LBH Pro Ummat, kuasa hukum keluarga Reni.

LBH Pro Ummat melaporkan empat orang perekrut berinisial Y, JA, Ab, dan La ke Polres Sukabumi Kota. “Kami minta polisi bertindak cepat, menindak perekrut lokal, dan berkoordinasi dengan aparat luar negeri,” tambah Rangga.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ikut turun tangan. Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan kepolisian dan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran untuk memastikan keselamatan Reni.

Namun bantahan jystru datang dari KJRI Guangzhou. Konsul Jenderal RI, Ben Perkasa Drajat, menyatakan pihaknya sudah menelusuri laporan tersebut bersama kepolisian setempat.

“Setelah kami bersama kepolisian Xiamen menelusuri kasus ini, pria yang disebut sebagai pelaku ternyata adalah suami sah dari RR,” jelas Ben.

KJRI menyebut mereka sudah mendatangi rumah Reni dan bertemu pasangan tersebut. Demi mencegah konflik, kepolisian memindahkan TCC ke tempat lain dan melarangnya mendekati Reni.

Meski begitu, Ben menegaskan pihaknya tetap memastikan hak-hak Reni terlindungi. “Kami terus memantau kondisi RR dan berkoordinasi dengan otoritas terkait di Tiongkok,” ujarnya.

Perkembangan Proses Hukum di Indonesia
Kuasa hukum keluarga memastikan kasus ini terus berjalan di tanah air. “Selasa kemarin keluarga didampingi penasihat hukum melapor ke Pos Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P4MI) Sukabumi. Hari itu juga dilakukan gelar perkara dan kasusnya naik ke tingkat penyidikan,” kata Rangga, Kamis (25/9/2025).

Pada Rabu (24/9), penyidik memeriksa sejumlah saksi dari pukul 17.00 hingga 21.00 WIB. “Hari Kamis dan Jumat, tim gabungan bersama Polda Jabar memburu para pelaku. Informasi dari kepolisian tinggal menunggu surat perintah,” tambahnya.

Rangga juga menyebut Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah menawarkan pendampingan hukum. Namun, fokus utama saat ini adalah pemulangan Reni dari Tiongkok.

Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Sukabumi, Jejen Nurjanah, mengatakan Reni sempat menghubungi keluarganya meski dalam tekanan. “Korban mengaku dinikahkan secara paksa dengan warga Tiongkok. Menurut informasi, ia disebut sudah ‘dibeli’ dengan mahar Rp200 juta,” ungkap Jejen.

Jejen menilai kasus ini jelas memenuhi unsur TPPO. “Dia dipindahkan, dieksploitasi, dan dinikahkan paksa. Itu sudah jelas perdagangan orang,” tegasnya.

Sekretaris Daerah Kabupaten Sukabumi, Ade Suryaman, menegaskan Pemkab terus berkoordinasi dengan berbagai pihak. “Kami sudah koordinasi dengan Ketua SBMI dan Kementerian Luar Negeri. Begitu Reni dipulangkan ke Jakarta, insya Allah akan kami jemput bersama pihak provinsi,” kata Ade.

Menurut Ade, pemberangkatan Reni ke Tiongkok diduga menggunakan jalur tidak resmi. “Informasi awalnya memang dari Sukabumi, tapi pembuatan paspornya di Bogor. Ini masih kami kroscek. Negara wajib hadir untuk melindungi warganya,” tegasnya.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI memastikan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) untuk menangani kasus ini. Surat pengaduan keluarga yang dibuat di Pos Pelayanan Sukabumi sudah diteruskan ke kementerian.

“Kasus Reni Rahmawati sedang kami tangani bersama KemenP2MI. Perlindungan WNI di luar negeri adalah prioritas, termasuk memastikan hak-haknya tidak dilanggar,” ujar pejabat Kemlu dalam keterangan pers.

Menurut data Kemlu, pada 2024 terdapat lebih dari 1.900 kasus TPPO yang menimpa WNI di luar negeri, sebagian besar perempuan yang dijebak dengan iming-iming pekerjaan. IOM (International Organization for Migration) juga mencatat lebih dari 21.000 korban TPPO dari Asia Tenggara diperdagangkan ke Tiongkok dalam satu dekade terakhir, dengan modus utama pernikahan paksa.

Kasus Serupa di Asia Tenggara dan Ancaman Lebih Besar
Kasus seperti Reni bukan hal baru. Pada 2016, puluhan perempuan asal Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur dipulangkan setelah dijual sebagai “istri pesanan” di Tiongkok. Di Vietnam, ribuan perempuan menjadi korban perdagangan serupa. Human Rights Watch juga mencatat ratusan perempuan Myanmar dijual di Tiongkok dengan harga hingga USD 13.000.

Fenomena ini dipicu oleh ketidakseimbangan gender di Tiongkok akibat kebijakan satu anak yang berlangsung puluhan tahun. Dengan jumlah laki-laki jauh lebih banyak dibanding perempuan, praktik “membeli istri” dari luar negeri menjadi marak.

Selain pernikahan paksa, kasus TPPO di Tiongkok juga kerap dikaitkan dengan praktik jual beli organ tubuh. Investigasi International Coalition to End Transplant Abuse in China (ETAC) menuding industri transplantasi ilegal di Tiongkok bernilai miliaran dolar. Amnesty International dan PBB juga menyoroti dugaan pengambilan organ paksa dari tahanan hati nurani, termasuk praktisi Falun Gong dan etnis Uighur.

Meski belum ada bukti langsung dalam kasus Reni, keluarganya khawatir ia bisa menjadi korban jaringan perdagangan organ bila tidak segera dipulangkan.

Kini, Reni berada di persimpangan. Versi keluarga dan LBH Pro Ummat menegaskan ia korban TPPO, sementara KJRI Guangzhou menyebut ia istri sah dari warga Tiongkok.

Polres Sukabumi Kota telah meningkatkan kasus ke tahap penyidikan, sementara KemenP2MI, Kemlu, dan Pemprov Jawa Barat terus berkoordinasi dengan otoritas Tiongkok untuk proses pemulangan.

“Ini bukan sekadar soal Reni. Kalau jaringan ini tidak dibongkar, akan ada korban-korban lain yang bernasib sama,” pungkas Rangga. (Risma/ Bandung)

Berita Terkait