Prabu Jayabaya merupakan seorang raja agung dari Kerajaan Kediri yang berkuasa antara tahun 1135-1159. Jayabaya dianggap sebagai pemimpin bijak yang diibaratkan laksana Sang Hyang Wisnu yang menjaga kesejahteraan jagat raya. Ia berhasil membawa masa keemasan bagi Kerajaan Kediri yang didukung juga oleh cendekia terkemuka, seperti Empu Sedah, Panuluh, Darmaja, Triguna, dan Manoguna. Di bawah kepemimpinannya, Keraton Kediri mencapai puncak peradaban dengan menghasilkan karya sastra bermutu tinggi, seperti kakawin Baratayuda, Gathutkacasraya, dan Hariwangsa.
Strategi Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya juga luar biasa. Pertanian dan perkebunan berlimpah, dan ekonomi berjalan lancar, menjadikan Kerajaan Kediri sebagai negara yang dikenal dengan gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Dalam bidang spiritual, Keraton Kediri juga mencapai tingkat kemajuan yang luar biasa. Tempat ibadah didirikan di seluruh penjuru, para guru kebatinan mendapat tempat terhormat, dan Prabu Jayabaya sendiri sering melakukan tirakat dan semedi di tengah hutan yang sunyi.
Bait 1
Selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun
Sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu
Bakal ana dewa ngejawantah
Apengawak manungsa
Apasurya padha Bethara Kresna
Awatak Baladewa
Agegaman trisula wedha
Jinejer wolak-waliking zaman
Artinya : Selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun, akan ada dewa tampil, berbadan manusia, berparas seperti Bathara Kresna, berwatak Baladewa, bersenjata Trisula wedha, tanda datangnya perubahan zaman.
Bait 2
Iku tandane Bethara Indra wus katon Tumeka ing arcapada ambebantu wong Jawa
Artinya : Itulah tanda putra Batara Indra sudah tampak, datang di bumi untuk membantu orang Jawa
Bait 3
Bala prewangan makhluk halus padha baris Pada rebut benere garis Tan kasat mata, tan arupa Sing mandhegani putrane Bethara Indra Agegaman trisula wedha Momongane padha dadi nayaka perang-perange tanpa bala Sakti mandraguna tanpa aji-aji.
Artinya : Pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar, tak kelihatan, tak berbentuk, yang memimpin adalah putra Batara Indra, bersenjatakan trisula wedha, para asuhannya menjadi perwira perang, jika berperang tanpa pasukan, sakti mandraguna tanpa azimat.
Bait 4
Apeparap pangeraning prang Tan pakra anggoning nyandhang Ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sak pirang-pirang.
Artinya: Bergelar pangeran perang, kelihatan berpakaian kurang pantas, namun dapat mengatasi keruwetan banyak orang.
Bait 5
Idune idu geni Sabdane malati Sing mbregudul mesti mati Ora tuwa enom padha dene bayi Wong ora ndayani nyuwun apa bae mesthi sembada Garis sabda ora gantalan dina Beja-bejane sing yakin lan tuhu setya sabdanira Tan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawa Naging inung pilih-pilih sapa.
Artinya : Ludahnya api, sabdanya sakti (terbukti), yang membantah pasti mati, orang tua, muda seperti bayi, orang yang tak berdaya minta apa saja pasti terpenuhi, garis sabdannya tidak akan lama, beruntunglah bagi yang yakin dan percaya serta mentaati sabdanya, tidak mau dihormati orang setanah Jawa, tetapi hanya memilih beberapa saja.
Bait 6
Waskitha pindhang dewa Bisa nyumurupi lahire mbahira, buyutira, canggahira Pindha lahir bareng sadina Ora bisa diapusi marga bisa maca ati Wasis, wegig, waskitha Ngerti sakdurunge winarah Bisa pirsa mbah-mbahira Angawuningani jantraning zaman Jawa Ngerti garise siji-sijining umat Tan kewran sasuruping zaman.
Artinya : Pandai meramal seperti dewa, dapat mengetahui lahirnya kakek, buyut, dan canggah anda, seolah-olah lahir diwaktu yang sama, tidak bisa ditipu karena dapat membaca isi hati, bijak, cermat, dan sakti, mengerti sebelum sesuatu terjadi, mengetahui leluhur anda, memahami putaran roda zaman Jawa, mengerti garis hidup setiap umat, tidak khawatir tertelan zaman.
Bait 7
Ing ngarsa Begawan Dudu pandhita sinebut pandhita Dudu dewa sinebut dewa Kaya dene manungsa.
Artinya : Di hadapan Begawan, bukan pendeta disebut pendeta, bukan dewa disebut dewa, namun manusia biasa.
Bait 8
Iki dalam kanggo sing eling lan waspada Ing zaman kalabendu Jawa Aja nglarang dalem ngleluri wong apengawak dewa Cures ludhes saka braja jelma kumara Aja-aja kleru pandhita samusana Larinen pandhita asenjata trisula wedha Iku hiya paringaning dewa.
Artinya : Inilah jalan bagi yang ingat dan waspada, pada zaman kalabandu Jawa, jangan melarang dalam menghormati orang berupa dewa, yang menghalangi akan sirna seluruh keluarga, jangan keliru mencari dewa, carilah dewa bersenjata trisula wedha, itulah pemberian dewa.
Bait 9
Ngluruk tanpa bala Yen menang tan ngasorake liyan Para kawula padha suka-suka Marga adiling pangeran wus teka Ratune nyembah kawula Angagem trisula wedha Para pandhita hiya padha muja Hiya iku momongane kaki sabdopalon Sing wis adu wirang nanging kondhang Genaha kacetha kanthi njingglang Nora ana wong ngresula kurang Hiya iku tandhane kalabendu wus minger Centhi wektu jejering kalamukti Andayani indering jagad raya Padha asung bhekti
Artinya: Menyerang tanpa pasukan, bila menang tak menghina yang lain, rakyat bersuka ria, karena keadilan Yang Kuasa telah tiba, raja menyembah rakytat, bersenjatakan trisula wedha, para pendeta juga pada memuja, itulah asuhannya sabdopalon, yang sudah menanggung malu tetapi termashyur, segalanya tampak terang benderang, tak ada yang mengeluh kekurangan, itulah tanda zaman Kalabendu telah usai, berganti zaman penuh kemuliaan, memperkokoh tatanan jagad raya, semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi.
Sampai di sini kita mulai memahami siapa yang dikatakan oleh Prabu Jayabaya dengan istilah ”Putra Bathara Indra” itu. Bait-bait tersebut telah mengurai secara rinci tentang ciri-ciri dan karakter orang tersebut. Putra Bathara Indra tidak lain adalah Sang Pencipta yang perlambang paras Kresna dan watak Baladewa bermakna satria pinandita. Karena hakikat dua bersaudara Kresna dan Baladewa melambangkan kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, di mana Kresna melambangkan pencipta dan Baladewa melambangkan potensi kreativitasnya.