Jogja Masih Darurat Sampah, Perlu Pengolahan yang Serius

adilnews | 5 March 2024, 08:53 am | 370 views

Jogja masih darurat sampah hingga sekarang. Penumpukan sampah yang terjadi di beberapa sudut Kota Yogyakarta adalah imbas dari sempat ditutupnya Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Piyungan. Walaupun beberapa tempat sudah dibersihkan, tetapi ada beberapa tempat yang sampahnya masih menggunung. Di pinggiran jalan juga masih banyak yang buang sampah sembarangan. 

Awal Mei 2022, ratusan warga desa-desa di sekitar TPA Regional Piyungan sempat menggelar demonstrasi. Mereka menutup akses TPA itu dan menghalangi pengiriman sampah dari semua wilayah. Dalam beberapa hari, wajah Yogyakarta langsung berubah drastis dengan tumpukan sampah di berbagai sudut kota. Bau menyengat menusuk hidung dan cairan lindi (genangan air yang berada di timbunan sampah) mengalir di tepi jalan. 

Sudah lama sebenarnya Yogyakarta berjibaku dengan masalah sampah. Mengandalkan pembuangan sebagai proses akhir untuk semua jenis sampah, membuat wilayah ini sangat tergantung pada daya tampung TPA. Dengan lebih 700 ton sampah masuk tiap hari, kapasitas tampung TPA Regional Piyungan berkali-kali dilampaui. Penutupan sementara seringkali dilakukan, baik karena desakan warga maupun kelebihan beban. Di masa libur Lebaran tahun ini, dalam sehari bahkan sampah yang harus dibuang bisa mencapai 900 ton. 

Selama ini, pembatasan TPA Piyungan memang menjadi salah satu kendala permasalahan penumpukan sampah. Meski TPA Piyungan sudah beroperasi kembali, tapi belum maksimal.Sistem pengambilan sampah sekarang pun dilakukan secara berkala. “Hari ini ambil sampah, besoknya disimpan, baru besoknya lagi diangkut ke TPA Piyungan. Sampah yang diambil truk tidak langsung dibuang, tetapi disimpan dulu di kantor DLH Kota Yogyakarta.” ujar seorang petugas kebersihan di TPA Piyungan. Akibat sampah-sampah disimpan di DLH Kota Yogyakarta, bau tak sedap di lingkungan kantor itu kini muncul menganggu mereka yang beraktivitas disana. 

Sistem berkala tersebut baru diterapkan setelah TPA Piyungan beroperasi kembali pada 6 September 2023. Sebelumnya, sistemnya tidak seperti itu. Kendala utamanya tetap ada di TPA Piyungan, dulu sampah di beberapa TPS sudah bisa dibuang pada pukul 09.00, sekarang jam segitu masih belum bisa diangkut.  Bertumpuknya sampah tak hanya terjadi di Kota Yogyakarta, tapi merambat ke Kabupaten lainnya, seperti di Sleman. 

Pangkal masalah tersebut adalah sampah yang lebih dari 700 ton per hari itu ditangani dengan pola pikir membuang, bukan mengelola. Penilaian itu disampaikan Ketua II Perkumpulan Yogyakarta Green and Clean, Zaenal Mutakin, sebagaimana diberitakan VOA. Pemakaian nama Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, menurutnya, membentuk pola pikir bahwa sampah harus dibuang. Padahal, dinas terkait seharusnya mengelolanya terlebih dahulu. Hanya sisa terakhir yang masuk ke pengolaan akhir sampah setelah semua potensi bisa dimanfaatkan. 

Awal dari semua ini, adalah pemilahan sampah di tingkat rumah tangga. Sayangnya, kesadaran baik di tingkat rumah tangga maupun dinas pengelola sampah belum muncul. Kesadaran masyarakat masih menjadi beban berat karena kurangnya edukasi. Pemerintah mestinya bekerja sama dengan penggerak pengolahan sampah. Mutakin mengingatkan, UU 18/2008 membuka pemberian kompensasi bagi komunitas yang mengelola sampah mereka. 

Enam puluh persen sampah yang dibuang ke TPA saat ini adalah sampah organik. Karena itu, fokus harus diarahkan ke jenis sampah ini. Bank sampah yang didirikan masyarakat selama ini tidak mau menerima sampah organik sehingga tanggung jawab penuh ditanggung pemerintah daerah. Sementara itu, kampanye 3R, yaitu reuse, reduce dan recycle yang sudah lama digaungkan hanya indah dalam kata-kata. Realitasnya pemilahan sampah sebagai pintu gerbang upaya itu tidak berjalan. Data menunjukkan hanya kurang dari satu persen sampah di DI Yogyakarta yang dipilah untuk diolah serius.  (Fadjar)

 

Berita Terkait