Endang Telasih; Makna Sebuah Kutukan

adilnews | 19 January 2025, 15:01 pm | 97 views

(Foto: Bunga Telasih)

Ir. KPH. Adipati, Bagas Pujilaksono Widyakanigara Hamengkunegara, M.Sc., Lic.Eng., Ph.D., Universitas Gadjah Mada & Seniman/Budayawan Yogyakarta

Endang Telasih adalah sosok sejarah, yang hidup di era Joko Tingkir alias Mas Karèbèt.

Telasih tinggal di wilayah yang sekarang dikenal dengan Klaten, tepatnya daerah Juwiring.

Gadis cantik putih bléngah-bléngah, payudarané nyengkir gadhing, bangkèkané nawon kemit, bahuné nraju mas, tanganné nggendhéwa pinenthang, lan mlakune kaya macan luwé. Sempurna!

Walau hanya gadis desa, Telasih jauh lebih segalanya dibandingkan Kanjeng Ratumas Kambang (pramèswari Hadiwijaya).

Seperti trah Pengging pada umumnya, Joko Tingkir masuk kategori Playboy cap dua cula. *Ketok glibat-glibet rantas kabèh*.

Joko Tingkir menyukai wanita berbodi ekstrim. Sangat menyukai wanita yang itunya besar, kimplah-kimplah. Yang kecil lewat, katanya seperti mainin tutup gelas.

Ringkas cerita, Joko Tingkir ketemu Endang Telasih dan terpikat kecantikannya. Janji-janji palsu mulai diumbar, katanya jika Joko Tinggkir berhasil menjadi Sultan, Telasih akan diajak hidup bahagia di istana.

Kompensasi dari janji-janji palsu tersebut, Telasih harus menyerahkan keprawanannya kepada Joko Tingkir. *Tiada rotan, kayupun jadi*. Sambil pegangan pohon waru, Telasih harus rela dan bersabar, dirinya menjadi obyek pelampiasan birahi Joko Tinggkir.

Seperti *Èblèk Sepur, sukanya doggy style, térong.

Rebat cekap, setelah selesai hajatnya, dan sebelum pergi, Joko Tingkir meminta Telasih untuk tetap tinggal di rumah, menunggu dijemput prajurit, ditandu, masuk istana.

Janji Joko Tingkir dipegang teguh oleh Telasih, dengan bekal cinta tulus untuk Joko Tingkir seorang.

Sabda pandhitaning Raja tan keno wola-wali.

Tidak seperti *MulGenjik*, leda-lédé, cangkem dobol, esuk dhelé, soré bekicot!

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun, sudah puluhan tahun berlalu, janji Joko Tingkir belum juga terwujud. Telasih masih setia menunggu.

Tidak disadari, usianya sudah semakin beranjak menua. Harus diakui, diusianya yang sudah tidak muda, Telasih masih tampak ayu jelita.

Konyol, Joko Tingkir sudah bertahta menjadi Adipati Pajang, kemudian menjadi Sultan Demak, dan pindah istana menjadi Sultan Pajang yang bernama Sultan Hadiwijaya. *Janji ke Telasih ternyata dilupakan*. Bandhot!

Beberapa tahun kemudian, eskalasi politik hubungan antara Kademangan Mentaok-Kasultanan Pajang, meruncing.

Hadiwijaya memerintahkan warongko dalem, patih Pramancanagara untuk menyiapkan ribuan prajut pilih tanding, Mentaok digempur. Sultan Hadiwijaya sendiri yang menjadi Senopati perang, dengan menaiki Dwipanggo (Gajah).

Dewata berkehendak lain, sesampai di tepi sungai Opak, tiba-tiba bajir bandang dan gunung Merapi meletus dahsyat. Kala itu di tahun 1576 M. Ini sebuah fakta, bukan cerita carangan.

Hadiwijaya sebagai orang yang sakti mandraguna, bisa menangkap, bahwa semua itu pralambang atau sasmita jati. Pajang harus mengkui, Wahyu Keprabon telah pindah ke Mentaok.

Danang Sutawijaya, putera biologis Hadiwijaya dengan Kanjeng Ratumas Kambang, akan menjadi pendahulu kerajaan Mataram. Kelak Mataram menjadi Kerajaan Besar. Sutawijaya: suta adalah anak, wijaya adalah Hadiwijaya. Puteranya Hadiwijaya.

Kakang Pramancanagara, kita pulang ke Pajang. Kita urungkan menggempur Mentaok.

Dalam perjalanan pulang ke Pajang, Sultan Hadiwijaya dan rombongan, mampir ke Makam Sunan Tembayat.

Cilaka, pintu makam Sunan Tembayat alias Sunan Pandanaran tidak bisa dibuka. Hadiwijaya tidak diterima kehadirannya. Hadiwijaya semakin terpuruk, dan memutuskan segera kembali ke Pajang.

Sunan Pandanaran alias Sunan Tembayat adalah putera Brawijaya V dengan ibu Wahita.

Saat menaiki gajah, Sultan Hadiwijaya terpeleset dan jatuh kanteb.

Kakang Pramancanagara, apa maknanya seorang Raja jatuh dari gajah?

Nyuwun sewu Kanjeng Sultan, meniko sasmita jati, bilih nandalem sampun kuncatan Wahyu Keprabon.

Hati Hadiwijaya semakin terpuruk, pulang ke Panjang, dalam kondisi sakit dengan ditandu. Poor Hadiwijaya. Raja besar yang sudah tidak ketunggon wahyu.

Persis MulGenjik, klithah-klithih, kemana-mana, gayanya seperti Raja Jawa, yang berkuasa, padahal hanya raja kethoprak. Ora kalab!

Peristiwa jatuhnya Sultan Hadiwijaya sampai ke telinga Danang Sutawijaya, lewat prajurit telik sandi.

Bakti terakhir seorang putera kepada ayahandanya, Sutawijaya ditemani Jurumertani pergi ke Pajang dengan naik kuda.

Di tengah perrjalanan, Mak jenggirat, tiba-tiba ada suara wanita paruh baya, memanggil Sutawijaya dengan sebutan Mas Karèbèt.

Wajah Sutawijaya memang mirip sekali dengan ayahandanya, yaitu Sultan Hadiwijaya.

Sutawijaya turun dari kuda dan mendekati wanita paruh baya tersebut, dan mengakatakan bahwa dirinya bukan Mas Karèbèt, putera Mas Karèbèt, Danang Sutawijaya.

Wanita paruh baya itu adalah Endang Telasih.

Wus tekan titiwancine. Kabèh-kabèh kui ginaris pepesthèn.

Sutawijaya mengatakan, bahwa Mas Karèbèt sekarang jumeneng nata di Panjang dengan nama Sultan Hadiwijaya.

Terkejut hati Telasih, baru menyadari, bahwa janji-janji Joko Tingkir palsu. Menunggu janji Joko Tingkir puluhan tahun ternyata sia-sia. Dengan kemarahan yang hebat, dalam hati Telasih, mengutuk Hadiwijaya!

Anggèr Sutawijaya, aku titip dua keranjang bunga ini, letakkan di dekat tempat tidur ayahandamu.

Dua keranjang bunga dari Telasih, dibawa Sutawijaya, sambil mohon pamit, meneruskan perjalanan ke Pajang.

Telasih yang sekarang hidup sendirian, menangis, menyesal, telah menjatuhkan kutukan pada lelaki yang sangat dicintainya.

Pandangan matanya menerawang jauh, seolah dia tahu, apa yang akan terjadi.

Sesampai di Pajang, dua keranjang bunga titipan Endang Telasih, diletakkan dekat tempat tidur Sultan Hadiwijaya. Tidak lama berselang, Sultan Hadiwijaya sedo.

Telasih, sik sabar ya ndhuk, Kanjeng Sultan Hadiwijaya sedo. Telasih jatuh tersimpuh, sambil menangis. Mas Karèbèt, janjimu aku pegang erat, utuh hingga saat ini. Kesetianku hanya untukmu.

Kemudian, bunga itu dikenal sebagai bunga kutukan dan bunga kematian, yang diberi nama *Kembang Telasih*.

Hadiwijaya, Raja sakti mandraguna, harus wafat karena kutukan seorang wanita, gara-gara ingkar janji.

MulGenjik pun menerima kutukan dari banyak orang. Akan binasa bersama keluarganya!

MulGenjik tukang tipu, tipu sana, tipu sini, janji sana, janji sini, semuanya zonk! Karmanya berat.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, MulGenjik modar meninggalkan aib!

Merdeka!

Berita Terkait