Pemerintah Diminta Cekal Pejabat China yang Menganiaya Falun Gong

adilnews | 5 August 2024, 13:06 pm | 135 views

JAKARTA- Himpunan Falun Dafa Indonesia (HFDI) telah melayangkan surat permohonan kepada Pemerintah Indonesia untuk mencekal 17 pejabat Partai Komunis Tiongkok (PKT)– pelaku penganiayaan terhadap pengikut Falun Gong (Falun Dafa) di China. Surat yang dikirimkan awal Agustus ini ditujukan kepada Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi, Menteri Hukum & HAM Yasonna Hamonangan Laoly, Dirjen Imigrasi Kemenhukham Slimy Karim, Menko Polhukam Hadi Tjahjanto, dan Kepala KSP Moeldoko.

Dalam suratnya, HFDI menunjukan bukti-bukti kejahatan terbaru yang dilakukan oleh 17 pejabat PKT yang bertanggung jawab atas 15 kasus penganiayaan yang kejam, termasuk penyiksaan dan pembunuhan di luar proses hukum terhadap praktisi Falun Dafa. Daftar pelaku baru ini mencakup pejabat PKT di berbagai tingkat pemerintahan dan dari sejumlah profesi di berbagai wilayah yang telah memainkan berbagai peran dalam penindasan tersebut.

“Atas nama kemanusiaan dengan ini kami mengajukan permohonan kepada para menteri dan pejabat yang berkompeten di pemerintahan Indonesia untuk ikut memberikan sanksi kepada orang-orang jahat ini, dengan menggunakan setiap ketentuan dan semua hukum yang berlaku di Indonesia, setidaknya agar orang-orang ini dikenai sanksi pembatasan visa dan sanksi Global Magnitsky, dan jika mereka ada aset di Indonesia agar dibekukan,” tandas Ketua HFDI Gatot Machali.

ini

Dokumen yang dikirimkan tersebut hanyalah sebagian kecil dari ribuan yang telah dikumpulkan dari Falun Dafa Information Center (FDI) dan The World Organization to Investigate the Persecution of Falun Gong, dan Laporan dari situs website Minghui yang kridibel.

Permohonan pencekalan pejabat PKC kepada pemerintah negara lain dalam kasus Falun Gong ini, tidak hanya dilakukan di Indonesia. Para praktisi Falun Gong di seluruh dunia juga memohon pada pemerintah di negaranya masing-masing.

Sejauh ini praktisi Falun Dafa dari 44 negara sudah menyerahkan daftar kejahatan baru kepada pemerintahnya masing-masing, meminta pemerintah mereka untuk mencekal para pelaku dan anggota keluarganya masuk dan membekukan aset mereka sesuai dengan ketentuan hukum di negara yang bersangkutan.

Ke-44 negara tersebut meliputi: Aliansi Five Eyes, yaitu Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia, dan Selandia Baru. Selain itu 27 negara di Uni Eropa, termasuk Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, Belanda, Polandia, Swedia, Belgia, Irlandia, Austria, Denmark, Rumania, Republik Ceko, Finlandia, Portugal, Yunani, Hongaria, Slowakia, Bulgaria, Luksemburg, Kroasia, Lituania, Slovenia, Latvia, Estonia, Siprus, dan Malta. Juga Swiss, Norwegia, Liechtenstein, Israel, Meksiko, Argentina, Kolombia, Cile, dan Republik Dominika.
Tak ketinggalan juga
sejumlah negara di Asia seperti Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia.

“Dengan semakin banyak negara yang bergabung dalam upaya ini, dan terungkapnya para pelaku kejahatan HAM ke dunia internasional diharapkan akan mengekang rejim PKC dalam menganiaya pengikut Falun Gong di Tiongkok,” jelas Gatot Machali.

Permohonan tersebut bertepatan dengan peringatan ke-25 atas penganiayaan yang dilakukan oleh rejim PKC untuk membasmi Falun Dafa sejak 20 Juli 1999 silam. Setahun yang lalu, komunitas Falun Dafa juga pernah melayangkan surat dengan tujuan yang sama kepada pemerintah Indonesia tertanggal 9 Desember 2023.

Dua puluh lima tahun telah berlalu sejak rejim PKC melarang Falun Gong, semakin banyak pemerintah negara lain yang mengetahui kejahatan penganiayaan tersebut, dan mereka juga menyadari fakta yang sebenarnya bahwa rejim PKC merupakan ancaman bagi kemanusiaan di seluruh dunia.

“Seperempat abad adalah waktu yang lama, tetapi bencana hak asasi manusia terus berlanjut. Setiap pelanggaran HAM yang ditujukan kepada praktisi Falun Gong yang tidak bersalah adalah tindakan kriminal. Mereka yang terlibat dalam hal ini akan dikejar dan dimintai pertanggungjawaban. Para pelaku harus diperingatkan untuk tidak mengambil risiko, karena hanya masalah waktu sebelum mereka dimasukkan ke dalam daftar orang-orang yang dijatuhi sanksi di negara-negara demokratis dan beradab,” lanjut Gatot.

Mereka berharap pejabat Tiongkok mengingat akan hal ini dan berhenti mengikuti kebijakan PKC dalam menganiaya Falun Gong. Jika tidak, kata Gatot, mereka dapat kehilangan kesempatan bagi diri mereka dan anggota keluarga mereka untuk bepergian, belajar, berbisnis, atau menetap di negara-negara tersebut.

Dengan adanya sanksi terhadap pejabat PKC ini mereka anggap cukup efektif untuk menghalangi penganiayaan di Tiongkok lebih lanjut. Dalam banyak kasus, praktisi Falun Dafa telah dibebaskan dari tahanan dan barang-barang mereka dikembalikan, dan beberapa pejabat keamanan di Tiongkok telah menjauhkan diri dari lembaga atau departemen yang diketahui berpartisipasi dalam menganiaya Falun Dafa. Selanjutnya, mereka juga ingatkan bagi mereka yang tidak berperan dalam penganiayaan harus menghindari untuk melibatkan diri, sementara mereka yang telah berpartisipasi harus menebus kerugian yang telah mereka timbulkan kepada praktisi Falun Gong.

Sekedar informasi, Falun Gong (Falun Dafa) adalah suatu disiplin spiritual dan metode kultivasi jiwa dan raga yang berasal dari Tiongkok yang berpedoman pada prinsip alam semesta “Sejati Baik Sabar”. Latihan meditasi yang diperkenalkan oleh Master Li Hongzhi pada 1992 ini berkembang pesat dengan jumlah pengikutnya mencapai hampir 100 juta orang. Hal itulah yang membuat rejim PKT yang waktu itu dipimpin oleh Jiang Zemin ketakutan, melarang dan menindas Falun Dafa. Tidak hanya ditangkap, ditahan dan disiksa, mereka juga dibunuh secara keji.

Data terakhir sejak dimulainya penganiayaan sampai hari ini, setidaknya mencapai 5.088 orang telah dikonfirmasi tewas. Diperkirakan masih banyak kasus kematian pengikut Falun Gong namun belum bisa dikonfirmasi, karena tertutupnya informasi dan faktor keamanan. Angka tersebut hanyalah puncak gunung es, ketika fakta kebenaran nanti telah terungkap dan pengadilan akhir terhadap pelaku kejahatan disidangkan, total jumlah kematian dan korban lainnya bakal bisa mengejutkan dunia. Selain kematian, sebanyak ratusan ribu praktisi yang mendekam di penjara saat ini masih terancam jiwanya.

Puncak dari penganiayaan yang paling mengerikan dan telah menjadi sorotan dunia internasional adalah perampasan organ tubuh secara hidup-hidup dari puluhan ribu praktisi Falun Dafa untuk kebutuhan industri transplantasi di Tiongkok, yang melibatkan pejabat PKT sampai ke tingkat Politbiro.

Pada 17 Juni 2019, China Tribunal di London yang diketuai oleh Sir Geoffrey Nice QC menyimpulkan: “bahwa tidak diragukan lagi pengambilan organ secara paksa dari para tahanan Falun Dafa telah terjadi dalam skala besar oleh organisasi dan individu yang didukung atau disetujui oleh negara”.
Pengadilan independen tersebut juga menganggap pembunuhan besar-besaran terhadap praktisi Falun Dafa karena organ tubuhnya itu sebagai “kejahatan kemanusiaan.”

Sementara itu sejumlah parlemen di dunia telah memberikan dukungan terhadap Falun Gong. Tahun 2020, sebanyak 900 anggota parlemen dari 35 negara termasuk Indonesia, yang mendesak diakhirinya penindasan terhadap pengikut latihan kultivasi ini. Joint statement tersebut berlanjut pada tahun 2024 ini, dimana pada 20 Juli tahun ini 131 anggota parlemen dari 17 negara (Indonesia di dalamnya). Sikap yang sama dikeluarkan oleh Parlemen Eropa pada 18 Januari 2024 yang mengesahkan Resolusi 2024/2504 (RSP). Terakhir, parlemen Amerika Serikat juga telah mengesahkan RUU yang bernama Falun Gong Protection Act (HR.4132).

Berita Terkait