Beijing Lakukan Perang Tanpa Batas untuk Menekan Shen Yun

adilnews | 3 June 2025, 03:45 am | 217 views

Keterangan: Pembawa acara Shen Yun Leeshai Lemish berbicara pada konferensi pers yang menyoroti aktivitas penindasan transnasional Partai Komunis Tiongkok yang menargetkan perusahaan seni pertunjukan di Lincoln Center di New York City pada 26 Maret 2025. (Foto: Samira Bouaou/The Epoch Times)

Perusahaan seni pertunjukan berbasis di New York telah menghadapi ancaman bom palsu dan disinformasi di tengah tur globalnya tahun 2025 yang bertujuan untuk membawa kembali budaya tradisional Tiongkok.

Dalam artikelnya di situs The Epoch Times pada 26 Mei 2025, Eva Fu dan Frank Fang menulis tentang tekanan yang dilakukan oleh PKT terhadap perusahaan seni Shen Yun yang sedang melakukan pertunjujannya keliling dunia selama taun 2025 ini. Berbagai upaya dilakukan oleh agen PKT untuk membatalkan pertunjukan yang membawa misi seni budaya Tiongkok sebelum partai Komunis berkuasa. Dari cara yang sangat halus hingga cara-cara brutal.

Kampanye yang berkembang dari rezim Tiongkok untuk menekan organisasi seni pertunjukan yang berpusat di New York sama saja dengan perang tanpa batas, menurut Rep. Scott Perry (R-Pa.). “Mereka bertempur di setiap inci medan perang,” kata Perry kepada The Epoch Times, menunjuk pada Partai Komunis Tiongkok (PKT).

Disebutkan, perang tanpa batas adalah doktrin yang memanfaatkan semua cara nonmiliter yang tersedia untuk menaklukkan musuh. Dengan memanfaatkan taktik seperti itu, PKT memanfaatkan sistem peradilan AS dan kebebasan media Barat, kata Perry.

Shen Yun menampilkan pertunjukan tari dan musik dengan motto “Tiongkok sebelum komunisme.” Perusahaan ini didirikan pada tahun 2006 oleh praktisi Falun Gong—kelompok spiritual yang dianiaya secara brutal oleh rezim Tiongkok sejak tahun 1999—dan sejak saat itu telah menjadi sasaran PKT.

Selama setahun terakhir, tulis Eva Fu dan Frank Fang, penargetan rezim terhadap Shen Yun telah meningkat secara signifikan, dengan puluhan ancaman bom dan pembunuhan yang ditujukan untuk mengintimidasi teater yang menyelenggarakan pertunjukan Shen Yun, serta fasilitas pelatihan perusahaan di bagian utara New York. Mengikuti arahan rahasia dari pimpinan puncak di Beijing, agen rezim Tiongkok di Amerika Serikat telah berupaya menyuap IRS untuk membuka penyelidikan terhadap Shen Yun. Mereka juga pergi ke Orange County, New York, tempat Shen Yun bermarkas, untuk mengawasi praktisi Falun Gong setempat.

Artikel yang menargetkan Shen Yun telah muncul di media Barat dan kemudian disebarkan di platform media sosial X oleh ribuan akun yang diduga memiliki hubungan dengan Beijing.

Perry, yang duduk di komite Urusan Luar Negeri dan Intelijen DPR, mengatakan penting untuk menanggapi ancaman ini dengan serius. Penting bagi Amerika Serikat dan Barat secara umum untuk “memahami patologi musuh ini,” katanya. “PKT hanya memanfaatkan sistem peradilan AS dan juga kebebasan media.”

Untuk email intimidasi, pengirimnya menggunakan jaringan privat virtual, atau VPN, sehingga sulit melacak asal email tersebut, “tetapi kami sangat memahami ancaman, paksaan, dan intimidasi yang dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok,” kata Perry.

Pihak berwenang Taiwan mengatakan mereka mencurigai sebuah entitas penelitian berbasis di Tiongkok yang beroperasi di bawah raksasa teknologi Tiongkok, Huawei, mungkin berada di balik email tersebut.

Terorisme
Lebih lanjut, Eva Fu dan Frank Fang menuluskan, pertunjukan Shen Yun mencakup cerita tentang pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh praktisi Falun Gong karena berpegang teguh pada keyakinan mereka di Tiongkok. Beberapa pemain dan anggota keluarga mereka telah mengalami penganiayaan tersebut secara langsung.

Pada tahun 1999, PKT melancarkan kampanyepemberantasan terhadap Falun Gong, sebuah disiplin spiritual yang berdasarkan pada prinsip-prinsip sejati, baik, dan sabar. Pada saat itu, sedikitnya 70 juta orang berlatih di Tiongkok, menurut perkiraan resmi. Sejak saat itu, jutaan orang telah ditahan di dalam penjara, kamp kerja paksa, dan fasilitas lainnya, dengan ratusan ribu orang disiksa selama di dalam penjara, menurut Pusat Informasi Falun Dafa.

Anggota DPR negara bagian Indiana Craig Haggard, yang pada bulan April mengusulkan sebuah resolusi untuk mengakui seni dan nilai-nilai Shen Yun, mengingat bagaimana menonton Shen Yun membuatnya belajar tentang pengambilan organ secara paksa, yang secara sistematis dilakukan oleh rezim Tiongkok terhadap para tahanan hati nurani.

Sebagai seorang ayah, katanya, hal itu membuatnya tergerak untuk mengetahui bahwa keluarga-keluarga biasa di Tiongkok akan menjadi sasaran sebagai musuh negara, dan bahwa pihak berwenang dapat “mengendalikan hidup dan mati [sebuah] keluarga.”
Shen Yun, katanya, mencoba untuk menampilkan “bagian Tiongkok yang indah” sambil menyoroti kegelapan di bawah pemerintahan komunis.

Haggard menyebut ancaman bom terhadap Shen Yun “menjijikkan” dan merupakan bentuk “terorisme.”

“Mereka mencoba mengintimidasi melalui ancaman kekerasan, dan ini terjadi di lingkungan kita sendiri,” kata Haggard kepada The Epoch Times. Ia menambahkan bahwa para seniman Shen Yun, meskipun relatif aman di dalam perbatasan AS, “masih mengambil risiko besar dengan menantang secara langsung” rezim tersebut atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukannya.

Mempertahankan Tekanan
Vicky Hartzler, seorang komisaris Komisi Kebebasan Beragama Internasional AS dan mantan anggota kongres dari Missouri, mengatakan ancaman bom tersebut juga mengungkapkan ketakutan di pihak otoritas China.

“Hal ini menunjukkan tingkat ancaman yang mereka lihat dari kelompok ini, dan seberapa suksesnya acara ini dalam membina hubungan positif antara negara lain dan masyarakat Tiongkok, dan tentu saja praktisi Falun Gong,” kata Hartzler kepada The Epoch Times.

“Partai Komunis Tiongkok melihat hal ini sebagai ancaman, dan mereka meningkatkan tingkat penganiayaan… (dan) mencoba membungkam suara positif ini.”

Rezim Tiongkok telah mengeksploitasi kebebasan berbicara di Amerika Serikat untuk melakukan kampanye disinformasi yang tertarget, katanya, tetapi “ketika otoritas Tiongkok menyebarkan disinformasi, tentu ada peluang untuk meluruskan keadaan dengan menyebarkan informasi yang benar.”

Hartzler menganggapnya sebagai pengingat untuk mendidik rata-rata warga Amerika tentang taktik yang digunakan rezim tersebut.

“Kita perlu waspada, tetapi kita juga harus tegas dan menghentikan mereka semampu kita,” katanya, “agar kita tidak mudah tertipu oleh mereka.”

Perwakilan Chris Smith (RN.J.), anggota Komite Urusan Luar Negeri DPR dan wakil ketua Komisi Eksekutif Kongres untuk Tiongkok, menyuarakan sentimen serupa. Amerika Serikat perlu “memberikan perlawanan lebih keras,” katanya.

Tiongkok Komunis adalah “negara paling represif di muka bumi,” kata Smith kepada The Epoch Times. “Jadi, kita harus membela mereka yang terluka, disiksa saat mereka ditangkap.”

Smith mengatakan pemerintah AS “akan memberikan perhatian lebih besar pada penindasan transnasional” dari rezim Tiongkok dan ia berharap Presiden Donald Trump, ketika bertemu dengan pemimpin Tiongkok Xi Jinping, akan mendesak pembebasan warga yang dipenjara dan orang-orang yang dipenjara karena keyakinan mereka.

“Kami akan terus memberikan tekanan.”

Berita Terkait