Sosok Sutirah, Pawang Binatang Jaman Kolonial yang Berkontribusi Besar pada Ilmu Zoologi

adilnews | 27 January 2025, 13:45 pm | 312 views

Sejauh ini hanya segelintir orang yang memiliki kemampuan supernormal, bisa berinteraksi dengan binatang. Salah satu orang yang mampu mengetahui bahasa hewan dalam sejarah kita adalah Sutirah.

Salah satu aspek istimewa Sutirah, adalah cara ajaib yang dilakukannya dalam berinteraksi dengan hewan. Sejak remaja, Sutirah memang sudah dipercayakan oleh penduduk untuk membantu segala urusan yang berkenaan dengan ternak mereka. Mulai dari mengawinkan hewan ternak, menenangkan kerbau yang mengamuk, sampai mencari ternak yang hilang.

Pendekatan bahasa binatang ini membuatnya mampu menjalin “komunikasi” yang efektif dengan berbagai jenis hewan, dari ternak hingga satwa liar. Selain itu, Sutirah dikenal memiliki pengetahuan mendalam tentang ekosistem dan pola hidup hewan. Pengetahuan ini tidak didapatkan Sutirah dari pendidikan formal, tetapi pengalaman langsung di lapangan.

Bakat Dasar
Lahir di Bandung pada 1863, Sutirah sejak kecil sudah akrab dengan dunia binatang. Ia mampu memahami bahasa binatang sehingga bisa berkomunikasi dengan mereka. Di desanya, ia kerap membantu orang tua mengurus hewan peliharaan, seperti ayam, kambing, dan kerbau.

Kemampuannya tidak cuma sekadar merawat, tetapi juga menenangkan hewan yang agresif atau sakit. Hal ini membuat Sutirah mulai dikenal sebagai anak yang memiliki “sentuhan ajaib”. Setelah remaja, oleh penduduk sekitar, Sutirah mulai dipercaya mengurus dr berbagai hal terkait hewan ternaknya. Kemampuan aneh ini membuat reputasinya menyebar ke desa-desa sekitar.

Kemampuan Sutirah untuk berkomunikasi dengan binatang dikenal luas oleh masyarakat, hingga suatu hari Sutirah dipanggil ke sebuah perkebunan teh di Jawa Barat untuk diperbantukan menghalau macan tutul yang kerap mengganggu para pemetik teh di perkebunan itu.

Setelah direkrut pemerintah kolonial, Suturah mulai bekerja secara profesional. Ujian pertamanya yakni menaklukan macan tutul di perkebunan teh. Dengan keberanian dan pendekatannya yang unik, Sutirah bisa menghalau macan tutul tanpa melukai hewan tersebut.

Keberhasilan ini menjadi titik balik dalam kariernya. Sebab, ia mulai dianggap sebagai pawang hewan yang tidak hanya berbakat, tetapi juga memiliki pendekatan penuh empati terhadap satwa liar.

Kesuksesannya dalam menghalau binatang buas membawa perubahan pada kehidupan Sutirah dimana akhirnya dia dipekerjakan di Dierenbescherming Agentschappen (lembaga pengawasan hewan bentukan kolonial).

Dilansir dari Cambridge University Press, di lembaga ini, Sutirah bertugas menangani berbagai kasus yang melibatkan hewan, seperti konflik antara manusia dan satwa liar, serta membantu menjaga keseimbangan ekosistem.

Tidak hanya itu, Sutirah sempat pula bekerja dengan Carl Wilhelm Weber, ahli zoologi terkenal. Weber, mitra kerjanya juga sangat terpukau oleh keahlian Sutirah, mengajaknya untuk menjelajahi berbagai wilayah di Indonesia, dari Lombok, Sulawesi sampai ke kepulauan Tanimbar.

Dalam perjalanan ini, mereka melakukan klasifikasi berbagai jenis hewan vertebrata, yang hasilnya menjadi sumbangan penting bagi ilmu zoologi. Hal ini membuat Sutirah menjadi sosok yang tidak hanya dihormati oleh masyarakat lokal, tetapi juga oleh ilmuwan dan pihak kolonial. Dia membuka jalan bagi perempuan, untuk berkontribusi dalam bidang yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki. (Fadjar/ dari berbagai sumber)

Berita Terkait