Nubuat Menggetarkan dari Kitab Keempat Ezra: Ramalan Akhir Zaman yang Terlupakan

adilnews | 12 June 2025, 03:06 am | 414 views

Oleh: Fadjar Pratikto

Di antara banyak kitab kuno yang terlupakan atau dikesampingkan dari kanon resmi agama-agama besar, Kitab Keempat Ezra atau yang dikenal juga sebagai 2 Esdras, menyimpan nubuat-nubuat yang menggetarkan jiwa. Ditulis sekitar akhir abad pertama Masehi dalam konteks kehancuran Yerusalem dan Bait Suci Kedua, kitab ini menghadirkan visi-visi Ezra sang imam dan penulis ilahi tentang kehancuran dunia, kebangkitan kekuatan jahat, kedatangan juru selamat, perang terakhir antara terang dan gelap, serta penghakiman yang tak terelakkan.

Berbeda dengan kitab Ezra-Nehemia dalam Alkitab Ibrani, Kitab Keempat Ezra tidak ditemukan dalam kanon Yahudi maupun sebagian besar kanon Kristen Barat. Namun, kitab ini tetap dijaga oleh Gereja Ortodoks Ethiopia dan menjadi bagian dari sejumlah teks apokrifa dalam tradisi Latin. Dalam konteks zaman yang penuh krisis dan keresahan spiritual, isi kitab ini kembali mendapat perhatian dari peneliti, teolog, hingga pengamat sejarah profetik.

Latar Sejarah dan Struktur Kitab
2 Esdras diyakini ditulis oleh seorang Yahudi yang tinggal di diaspora, kemungkinan besar di Babilonia atau Aleksandria, pasca tahun 70 Masehi. Tahun itu menandai titik balik besar dalam sejarah Yahudi—penghancuran Bait Suci oleh pasukan Romawi di bawah Jenderal Titus. Dalam kondisi kehilangan tempat ibadah utama, identitas kolektif, dan harapan masa depan, lahirlah karya ini sebagai tangisan spiritual sekaligus upaya menjawab pertanyaan paling mendalam: mengapa kejahatan tampak menang, dan ke mana Tuhan?

Kitab ini terbagi menjadi beberapa bagian: bait 1–2 merupakan tambahan Kristen; bait 3–14 adalah inti Yahudi asli yang mengandung tujuh penglihatan Ezra; sementara bait 15–16 sering dianggap sebagai tambahan kemudian. Meski demikian, keseluruhan kitab menyuarakan tema yang sama: akhir zaman akan datang, dan hanya mereka yang setia akan diselamatkan.

Nubuat Tentang Dunia yang Runtuh
Salah satu ciri utama kitab ini adalah visinya tentang dunia yang akan dilanda kekacauan dan bencana dahsyat. Dalam bait 5 dan 6, malaikat Uriel menyampaikan kepada Ezra bahwa dunia telah menua dan waktunya hampir habis. Tanda-tanda akhir zaman akan muncul: wanita akan melahirkan monster, sungai akan berhenti mengalir, dan akal sehat akan hilang dari banyak orang (miralitas merosot tajam).

“Pada waktu itu perempuan akan melahirkan anak yang tidak sempurna.. akal budi akan ditarik kembali, dan ketidakadilan akan berkuasa.” (2 Esdras 5:8–10)

Teks ini mengandung simbolisme mendalam yang dapat dimaknai sebagai kritik terhadap dekadensi moral dan sosial yang dianggap merajalela pada zaman itu—tema yang tetap relevan di abad ke-21.

Elang, Singa, dan Kekuatan Dunia
Dalam bait 11 dan 12, Ezra melihat penglihatan tentang seekor elang raksasa dengan banyak kepala dan sayap. Elang ini melambangkan kekuatan kekaisaran besar—banyak yang mengaitkannya dengan Kekaisaran Romawi, namun sejumlah tafsir modern melihatnya sebagai sistem ekonomi politik (ideologi) global yang menindas dan tidak adil.

Namun dalam penglihatan itu, dari tengah hutan muncul seekor singa, yang mengaum dan menghakimi elang serta membinasakan seluruh tubuhnya. Singa ini menyimbolkan kekuatan ilahi, pemimpin adil, atau tokoh Mesianik dari Timur yang akan menegakkan keadilan dan membinasakan kekuasaan dunia.

“Dengarkan aku, elang… sebab waktu pemerintahanmu sudah selesai dan kekuasaanmu akan diambil darimu.” (2 Esdras 12:31)

Anak Manusia dari Lautan: Pemimpin Akhir Zaman
Puncak dari nubuat Ezra muncul dalam bait 13, di mana ia melihat sosok seperti Anak Manusia muncul dari lautan. Tokoh ini bukan hanya seorang pemimpin duniawi, melainkan sosok dewa berbentuk manusia yang membawa penghakiman dan keselamatan.

“Dan setelah ini aku melihat, dan lihatlah: seorang seperti Anak Manusia muncul dari tengah laut, dan seluruh dunia gemetar melihatnya.” (2 Esdras 13:3)

Sosok ini akan memimpin umat pilihan, mengalahkan musuh-musuh Ilahi, dan mendirikan kerajaan kekal. Dalam tradisi Kristen, tokoh ini sering diidentifikasi dengan Yesus Kristus; namun dalam penafsiran non-Kristen atau esoterik, ia bisa dilihat sebagai Maitreya, Imam Mahdi, Ratu Adil, atau tokoh penyelamat lain dalam berbagai budaya.

Penghakiman Terakhir dan Seleksi Ilahi
Dalam penglihatan akhir, Ezra diberi tahu bahwa dunia ini hanyalah tahap ujian. Hanya sedikit orang yang akan lulus. Jalan menuju kehidupan sempit dan sulit, sedangkan jalan menuju kebinasaan luas dan mudah.

“Seperti ladang sempit di antara dua tembok api… hanya satu orang dapat melaluinya pada satu waktu.” (2 Esdras 7:7)

Penghakiman tidak bersifat massal melainkan personal. Setiap jiwa akan dihakimi berdasarkan amal, iman, dan kesetiaannya kepada kehendak langit. Pandangan ini menyampaikan pesan yang sangat kuat: keselamatan tidak datang secara otomatis, tetapi melalui perjuangan spiritual dan ketekunan moral.

Relevansi di Abad ke-21
Apa yang membuat Kitab Keempat Ezra kembali relevan saat ini? Di tengah dunia yang dilanda ketidakpastian, ketimpangan global, perubahan iklim, dan kekacauan politik, banyak orang merasa seolah kita sedang menuju titik puncak sejarah—entah menuju kehancuran atau transformasi total. Dalam konteks inilah, nubuat Ezra menemukan gaungnya kembali.

Ezra tidak menawarkan escapism, tapi kontemplasi mendalam. Ia tidak berkata bahwa dunia akan diselamatkan oleh keajaiban tiba-tiba, melainkan mengajak kita masuk ke jalan sempit penyucian diri, berkultivasi.

Selain itu, simbol elang dan singa bisa dibaca secara geopolitik. Elang yang dipenuhi kepala dan sayap dapat diasosiasikan dengan negara-negara besar yang memperebutkan kekuasaan dunia. Sementara singa yang muncul dari Timur dapat dibaca sebagai metafora akan munculnya kekuatan spiritual atau budaya yang selama ini terpinggirkan.

Gaung Timur: Maitreya, Jayabaya, dan Sabdo Palon
Nubuat dalam Kitab Keempat Ezra tidak berdiri sendiri. Dalam tradisi spiritual Timur, gema serupa juga ditemukan dalam bentuk ramalan akhir zaman dan datangnya pemimpin penyelamat.

Dalam Buddhisme Mahayana, dikenal sosok Buddha Maitreya—sang Buddha masa depan yang akan datang ke dunia saat Dharma telah terlupakan, untuk mengembalikan kebenaran. Kemunculannya menandai zaman baru penuh pencerahan setelah zaman kekacauan dan kerusakan moral. Konsep ini sejalan dengan Anak Manusia dalam 2 Esdras 13, yang datang untuk memulihkan tatanan surgawi.

Di Jawa, kita mengenal Jangka Jayabaya, ramalan kuno dari Raja Kediri yang meramalkan kerusakan dunia, munculnya penguasa zalim dari negeri seberang, dan kebangkitan “Ratu Adil” dari Tanah Jawa yang akan membawa keadilan. Ramalan ini menjadi sumber inspirasi perlawanan spiritual dan politik sejak masa kolonial hingga Orde Baru.

Lebih dalam lagi, terdapat nubuat Sabdo Palon dalam Serat Dharmo Gandul dan tradisi lisan Jawa, yang menyatakan bahwa ia akan kembali 500 tahun setelah keruntuhan Majapahit untuk menuntut janji dan membangkitkan kembali ajaran sejati (ajaran “Budi”) di Nusantara. Kehadiran tokoh seperti Sabdo Palon memiliki kesamaan simbolik dengan kehiduoan tinggi atau utusan ilahi dalam 2 Esdras—sebagai pembawa penghakiman dan pemulihan.

Persamaan pola dalam berbagai nubuat ini—tentang kehancuran dunia lama, penderitaan umat, munculnya pemimpin adil dari Timur, dan lahirnya zaman baru—menunjukkan bahwa harapan akan transformasi spiritual adalah kebutuhan universal. Meskipun bahasa, simbol, dan nama berbeda, pesan moral dan eskatologisnya saling bergaung.

Antara Nubuat dan Tindakan
Namun, membaca nubuat bukan berarti menyerah pada nasib. Justru sebaliknya, Kitab Keempat Ezra mengajak pembaca untuk waspada, membangun kesadaran spiritual, dan memperjuangkan kebenaran meski jalan itu sulit. Visi Ezra adalah visi pemurnian, bukan sekadar prediksi.

Mereka yang mendalami kitab ini tidak hanya menemukan peringatan akan akhir zaman, tapi juga undangan untuk hidup lebih bermakna—meninggalkan kejahatan, menolak kompromi moral, dan bersiap menghadapi zaman baru dengan kesadaran penuh.

Kitab ini, walau terpinggirkan selama berabad-abad, kini berdiri kembali sebagai suara dari masa lalu yang memperingatkan masa depan. Dan seperti suara singa dari hutan, ia mengaum, memanggil dunia untuk bangun sebelum semuanya terlambat.

Berita Terkait