Oleh: Ir. KPH. Adipati, Bagas Pujilaksono Widyakanigara Hamengkunegara, M. Sc., Lic. Eng., Ph.D. Dosen Universitas Gadjah Mada & Seniman/Budayawan Yogyakarta
YOGYAKARTA- Lesung adalah alat penumbuk padi di masalalu di Nusantara. Di waktu senggang, lesung dipergunakan oleh para petani untuk hiburan, yang dikenal dengan istilah gejoh lesung. Lesung terdiri dari dua lumpang di kedua ujungnya, lesung ditengah, dan alat penumbuk yang namanya alu. Pada umumnya, untuk lesung yang ukurannya besar, bisa melibatkan enam pemain gejoh lesung, yaitu dua di samping kiri, dua disamping kanan, dan dua di kedua ujungnya.
Dalam permainan gejoh lesung, bukan akurasi nada yang ditonjolkan, melainkan indahnya ritmik gejohannya. Lesung biasanya dibuat dari kayu nangka. Dikenal dalam lagu Jawa yang judulnya Lesung Jumengglung. Kayu nangka nadanya jumengglung dan ulem, terutama untuk nada rendah. Untuk nada tinggi, kayu mahoni lebih pas, bukan jumengglung lagi yang dikejar, namun ritmik kothekan yang sangat menawan.
Lesung kayu mahoni dimainkan bersama lesung kayu nangka, menjadi suatu orkestra alam yang sangat memukau, jumengglung kayu nangka sebagai backsound atau background, ritmik kothekan lesung kayu mahoni sebagai puncak-puncak nada. Indah sekali.
Dilatar belakangi cerita Bandung Bondowoso dari kerajaan Pengging, yang berniat memperistri Dewi Roro Jonggrang, lesung dimitoskan oleh orang Jawa sebagai alat musik yang dimainkan sebagai sarana pembuka jalan bagi hal-hal yang sulit terjadi.
Lesung: nak wis LES banjur diusUNG (kalau sudah mati, ya lalu diangkat).
Beberapa waktu yang lalu, dari tanggal 27 hingga tanggal 30 Juli 2024, lima hari atau sepasar, telah dilakukan Gejoh Lesung, di Pegunungan Samigaluh, Kulon Progro, DIY oleh kelompok kejawen, dan nasionalis Marhaenis.
Tujuannya sebagai berikut:
1. Menjaga kekompakan dan gotong-royong untuk terus berjuang melawan Rezim Otoriter.
2. Memohon pada Sang Pencitpa Alam Semesta, agar dikaruniai kemurahan pangan, sandhang dan papan.
3. Mengkikis habis pola-pola pikir pragmatis, non Ideologis, dalam membangun Bangsa dan Negara. Membangun Bangsa dan Negara tidak bisa dilakukan hanya semalam, seperti saat Bandung Bondowoso membangun Candi Prambanan, seribu Patung Jonggrang, yang akhirnya gagal, karena kesaktian Lesung.
Pragmatisme adalah pola pikir busuk yang harus dihentikan di negeri Indonesia.
Lesung kayu Mahoni, sudah didedikasikan untuk Tokoh Reformasi Indonesia. Dan, Gejoh Lesung akan terus dimainkan jelang 17 Agustus 2024, Hari Kemerdekaan Kita.
*Kalau ada orang meminta maaf atas kesalahannya, merasa tidak sempurna sebagai manusia, lesung akan menghentikannya. Merdeka!*