BREBES, ADILNEWS.COM – Keberadaan calon tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 seperti yang terjadi di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah menunjukan kemunduran demokrasi kita. Meski regulasi Pilkada mentolerir adanya calon tunggal melawan kotak kosong, tapi rakyat harus menolaknya demi tegaknya demokrasi yang berkeadilan.
Hal itu disampaikan oleh pengamat politik lokal, yang juga asal Brebes, Fadjar Pratikto. Baginya, dukungan semua partai peserta Pemilu 2024 kepada calon tunggal, Paramitha Widya Kusuma dan Wurja menunjukan kekerdilan mereka dalam menghadapi calon kuat dari PDI Perjuangan itu, dengan mengabaikan proses politik lokal dan aspirasi lain yang berkembang di masyarakat.
“Saya mendukung langkah sebagian masyarakat Brebes yang menolak calon tunggal kepala daerah dan memperjuangkan kemenangan bagi kotak kosong dalam Pilkada Brebes tahun 2024 ini,” tandas Fadjar Pratikto yang pernah menjadi tenaga ahli di DPR RI selama 13 tahun ini.
Menurut Fadjar, gerakan rakyat melawan calon tunggal dan memenangkan kotak kosong dalam Pilkada Brebes tahun ini harus terus digaungkan, agar oligarkhi politik lokal tidak semena-mena membodohi rakyat dan melanggengkan kekuasaannya. Ia mengajak semua elemen masyarakat Brebes untuk bersatu padu mengakhiri politik lokal yang tidak sehat ini.
Selain itu, Fadjar juga mengingatkan munculnya calon tunggal dalam Pilkada Brebes kali ini mencerminkan proses politik yang tidak terbuka dan dominannya politik uang dalam membendung aspirasi rakyat yang menghendaki calon alternatif. “Ini pelajaran yang berharga bagi masyarakat Brebes di masa mendatang, proses politik lokal harus didorong lebih transparan sehingga memungkinkan munculnya pemimpin daerah yang lebih berkualitas dan berintegritas,” imbuh mantan aktivis alumni UGM ini.
Sebelumnya, ribuan masyarakat membanjiri Lapangan Kecamatan Banjarharjo untuk menangkan kotak kosong di Pilkada Brebes 2024 pada 27 Oktober 2024. Antusiasme rakyat Brebes itu mencerminkan kekecewaan terhadap terbatasnya pilihan calon kepala daerah yang dinilai tidak merepresentasikan aspirasi mereka.
“Gelombang dukungan ini mengirimkan pesan tegas bahwa publik menginginkan perubahan dan transparansi dalam proses politik daerah,” jelas Anggota DPRD Brebes Fraksi PDI Perjuangan, Cahrudin.
Cahrudin menegaskan, gerakan ini merupakan bentuk perlawanan terhadap sistem politik yang dianggap tidak memberikan ruang yang cukup bagi partisipasi publik.
“Kami ada di sini bukan hanya untuk menolak calon tunggal, tetapi juga untuk memperjuangkan demokrasi yang lebih inklusif dan sehat,” tandasnya.
Lebih lanjut, Cahrudin mengatakan dukungan terhadap kotak kosong semakin menguat setelah gerakan tersebut viral di media sosial. Gerakan ini emicu partisipasi warga dari berbagai desa yang membawa poster, spanduk, dan membagikan foto-foto dukungan mereka.
“Kami ingin Pemerintah tahu bahwa masyarakat Brebes tidak tinggal diam. Kami menuntut demokrasi yang adil dan tidak dikendalikan oleh kepentingan tertentu,” tukas Cahrudin.
Sementara itu, Ketua Gerakan Relawan Kotak Kosong (GERTAK) Kabupaten Brebes, H. Slamet Maryoko, yang akrab disapa Bang Djarot mengingatkan pentingnya netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Pilkada Brebes ini. Djarot berpesan agar ASN harus tetap profesional dan tidak boleh terlibat dalam tim sukses calon tunggal.
“ASN harus menjaga integritas sebagai pelayan masyarakat dan mengutamakan profesionalisme,” tutur Djarot.
Seperti diketahui dalam Pilkada Brebes 2024, pasangan calon tunggal yaitu Paramitha Widya Kusuma-Wurja memperoleh dukungan dari 12 partai politik seperti PDI Perjuangan; Gerindra; Golkar; PAN; PKB; Demokrat; PKS; Perindo; NasDem; PPP; dan Partai Buruh.
Di daerah penghasil bawang merah ini, gerakan dukungan untuk memenangkan kotak kosong kian gencar. Selain ramai di media sosial, dukungan juga masif lewat aksi vandalisme, coretan, hingga poster dan baliho di jalan raya.
Sejauh ini, Paramitha menyatakan optimismenya bakal memenangkan Pilkada 27 November mendatang. “Kami yakin dengan dukungan penuh ini, dapat memenangkan Mitha-Wurja,” ujar Mitha. Ya, gimana mau gak menang wong lawannya kotak kosong.
Lantas bagaimana jika kotak kosong memenangkan Pilkada? Berdasarkan penjelasan Ketua KPU Mochammad Afifuddin sesuai Pasal 54 d UU No.10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, Ayat 1 menyatakan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapan pasangan calon terpilih pada pemilihan dengan calon tunggal jika mendapatkan suara lebih dari 50 persen.
“Kalau perolehan suaranya kurang dari 50 persen, pasangan kandidat yang kalah bisa mendaftar kembali dalam pemilihan baru pada tahun berikutnya. Sebelum pemiihan baru digelar, pemerintah menunjuk penjabat gubernur, bupati, atau wali kota,” jelas Ketua KPU.
(Budi/ Brebes)