Kemkominfo Bisa Kalah Hattrick 0-3, bahkan Quintrick 0-5

adilnews | 22 June 2024, 22:45 pm | 65 views

Oleh : Dr. KRMT Roy Suryo*

Jakarta- Mirip seperti Kroasia & Ukraina yg masing2 kalah 0-3 dari Spanyol & Rumania di laga Euro 2024, Kemkominfo (Kementerian komunikasi & informatika) sudah kalah juga 0-3 dalam seminggu ini. Berturut2 kalah dgn Situs (HoaX) Ela Elo, kemudian blunder sendiri saat membuat Ucapan “Selamat Ultah ke-68 JokoWi” yg jadi tertawaan Netizen karena mirip “Ucapan Duka Cita” bahkan jadi trending topic kata “meninggal”, hingga terakhir lumpuhnya PDN (Pusat Data Nasional) akibat serangan siber yg tidak segera bisa dipulihkan.

Sangat ironis memang, kekalahan terakhir dgn serangan siber ransomware ke PDN itu sangat telak dan luarbiasa memalukan, bagaimana tidak, dibangun dengan beaya 104 Juta Euro atau sekitar Rp. 2.7 Trilyun, memang angka ini masih hanya sekitar 0.9 % dari uang korupsi Timah yg mencapai Rp. 300 Trilyun, namun beaya tsb seharusnya sudah sangat mencukupi utk membuat sistem yg handal, aman & mempuni sebagai jantung PDN di Deltamas Cikarang yg akan diresmikan sebagai kado Peringatan HUT ke-79 RI, 17/08/24 mendatang.

Tetapi memang soal cukup dan tidak anggaran tsb relatif bila akhirnya kita melihat bahwa faktor Brainwarenya tidak sebanding dgn investasi Hardware dan Software guna PDN yg sudah diinvestasikan. Tak ada gunanya samasekali Kapasitas 40 Petabyte, Memory 200 Terabyte yg sudah sering disebut2 kalau Manajemen Disaster Recovery dan Contingency Plannya tidak ada seperti kemarin. Belum lagi nanti rencana mau bangun PDN serupa di Labuan Bajo dan IKN, dimana infrastruktur & suprastruktur disana tentu jauh lebih minim dibandingkan dgn yg ada di Batam & Cikarang yg relatif dekat dgn industri dan berbagai kebutuhan teknis lainnya.

Apalagi kalau kita mengaca pada Proyek hibah Jalan Layang Elevated MBZ yg diambil dari nama putra mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohamed Bin Zayed. Jalan yg dibangun diatas Jalan Tol Jakarta-Cikampek sepanjang 36,84 Km tsb diketahui terakhir ternyata dikorupsi dgn menurunkan spec-nya, mengerikan. Bisa dibayangkan bila suatu saat terjadi kerusakan (konstruksi) teknis, sebagaimana dulu pernah terjadi “rungkad” pada sambungan antar salahsatu ruas jalan MBZ tsb yg mengakibatkan puluhan kendaraan pecah ban ketika melewatinya. Untung saja waktu itu rungkad-nya sambungan segera diatasi dan kendaraan2 yg pecah ban tidak ada yg mengalami kecelakaan fatal.

Bisa dibayangkan bila kendaraan rata2 yg melintas di MBZ tsb berjalan dgn kecepatan 100 Km/jam bahkan faktanya lebih, sehingga apabila terjadi fatalistik yg lebih dari sekedar pecah ban spt kemarin, bagaimana jadinya?. Padahal praktis disepanjang Km 10 sd Km 48 tsb hanya ada 2 (dua) lajur dan bahu jalan disebelah kiri yg tersedia itupun sangat sempit utk dimanfaatkan utamanya jika ada hal2 darurat. Saya sengajal gunakan analogi kapasitas server di PDN itu dgn Jalan Tol layang / Elevated MBZ ini, karena praktis sama2 kurang tersedia “lajur darurat” & sarana penyelamat saat terjadi situasi yg gawat.

Jadi bila yg kemarin sempat terjadi gangguan adalah baru data2 dari DitJen Imigrasi yg disimpan di PDN dan itupun recovery atau pemulihannya sangat2 lambat, tidak sat set / tas tes alias seperti hanya Ela Elo / Ngah ngoh alias Plonga plongo, bagaimana jika besok proyek SDI (Satu Data Indonesia) berbasis SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) sesuai Perpres No. 132 Th 2022 & Perpres No 82 Th 2023 mutlak harus diterapkan? Artinya tidak hanya 43 Kementerian / Lembaga, 5 Provinsi, 86 Kabupaten & 24 Kota yg sangat tergantung kepada kekuatan PDN, tapi semua data elektronik di Indonesia.

Masalah data Imigrasi Paspor saja bisa memacetkan bandara2 Indonesia, apalagi nanti kalau yg diserang adalah data2 kependudukan, misalnya KTP, KK, NPWP, BPJS, SIM hingga Pertanahan (Sertifikat) bahkan Perbankan (Rekening Pribadi / Perusahaan). Sangat bisa dibayangkan bagaimana gaduh bahkan potensial terjadi bencana besar bagi masyarakat. Apakah Kemkominfo benar2 sudah memikirkan resiko terburuk -semacam “jalur darurat di Tol Layang MBZ- utk itu ? Apalagi jika Pemda2 sudah tidak boleh lagi membackup data2 secara mandiri akibat Policy Anggaran sudah semuanya ditarik ke pusat utk beaya PDN, Ambyar.

Saya tidak menakuti2i, tetapi kita harus waspada. Penggambaran di film2 hal semacam ini sudah lama terjadi bahkan semenjak sebelum th 2000 lalu, lihat saja di Film “The Net” (1995) yg dibintangi Sandra Bullock atau “Enemy of The State” (1998) dgn aktor Will Smith. Keduanya menggambarkan bagaimana jika data2 bisa dikuasai oknum yg tidak berhak dan mengubah total isinya, bahkan jika yg terjadi adalah Rezim yg menguasai Big Data negara justru yg menganggap rakyatnya sendiri sebagai musuhnya. Apakah Indonesia bisa seperti penggambaran di 2 Film diatas? InsyaaAllah tidak jika rakyat berani mulai berteriak dan bergerak, tidak hanya bisa bersorak jika diberi hal2 yg (tampaknya) enak tetapi sebenarnya menjebak.

Sebagaimana yg saya sampaikan di Diskusi Interaktif Jaringan Radio swasta nasional semalam (Sabtu dini hari, 22/06/24 00.05 sd 00.50) Hattrick yg dialami Kemkominfo kemarin bukan yg terakhir, karena masih bisa akan kalah lagi di kasus2 berikutnya. Maka kalau dalam bola ada juga istilah Quattrick (0-4) bahkan Glut / Quintrick (0-5). Dalam sejarah bola, Erling Haaland, Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Alan Sheares & Robert Lewandowski pernah melakukan glut / quintrick ini dan di dunia Teknologi Informasi Indonesia bisa jadi Kemkominfo akan mengalami nasib sama bila tidak ada perubahan signifikan didalamnya. The wrong wrong man (karena saking banyaknya orang yg salah) disana adalah salah satu faktor terpenting penyebabnya.

Kesimpulannya, Kekalahan Quintrick bahkan Glut / Quintrick masih bisa dialami, bahkan tidak mungkin sampai ke Double-Hattrick (0-6), Haultrick (0-7) dst, mengerikan. Ditengah mayoritas nada pesimis akan kemampuan Kemkominfo yg kita baca di berbagai platform (termasuk mostly pendengar saat diskusi semalam), sebenarnya Indonesia masih punya harapan jika Pemimpin kedepannya mau mendengar dan menempatkan orang2 yg benar, bukan sekedar Pelawak di Siberkreasi dan-atau Relawan yg justru merusak Kementerian itu sendiri. “Data is The New Oil” bisa sangat berharga namun juga berbahaya ditangan orang yg tidak mau menggunakan otaknya …

*Dr. KRMT Roy Suryo – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen

Berita Terkait