Dollar Semakin Digdaya, Rupiah Bisa Tembus ke Level Rp17.000 per US

adilnews | 16 April 2024, 11:58 am | 167 views

JAKARTA – Akibat serangan Iran ke Israel yang berpotensi menjadi perang terbuka di kawasan Timur Tengah, dolar Amerika terbang tinggi. Sebaliknya nilai tukar Rupiah diprediksi melemah hingga level Rp17.000 per USD. Saat ini nilai tukar Rupiah berada di level Rp16.000 per USD.

Ambruknya Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hanya dalam hitungan menit. Seperti dikutip dari Refinitiv, rupiah dibuka anjlok 1,23% ke level Rp16.035/US$ pada awal perdagangan pada hari ini (16/4/2024) dan tidak sampai delapan menit kemudian, rupiah kembali melemah ke level Rp16.110/US$ atau turun 1,7%.

Posisi terjunnya rupiah saat ini merupakan yang terlemah sejak 8 April 2020 atau sekitar empat tahun terakhir.

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada pukul 09:11 WIB naik ke angka 106,3 atau menguat 0,09%. Apresiasi DXY ini telah terjadi selama enam hari beruntun sejak 9 April 2024 atau telah naik sekitar dua indeks poin hanya dalam kurun waktu singkat.

Faktor utama ambruknya nilai tukar rupiah yakni kekhawatiran pelaku pasar khususnya yang terjadi di Timur Tengah akibat serangan militer yang dilakukan Iran terhadap Israel pada Sabtu lalu. Iran melakukan serangan udara ke Israel pada Sabtu malam (13/4/2024) dengan meluncurkan drone peledak dan menembakkan 300 rudal untuk membela diri atas serangan Negara Yahudi itu ke kedutaan Iran di Suriah sebelumnya.

Membaranya api geopolitik di Timur Tengah membuat para pelaku bisnis khawatir akan ada perang lebih besar yang dapat membuat ekonomi dunia makin terpuruk. Hal ini menimbulkan ketidakpastian di pasar.

Bahkan diprediksi Rupiah akan semakin terpuruk. Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, harga minyak yang melonjak berimbas ke pelebaran subsidi energi hingga pelemahan kurs rupiah lebih dalam. “Kedua, keluarnya aliran investasi asing dari negara berkembang karena meningkatnya risiko geopolitik. Investor juga mencari aset yang aman baik emas dan dollar AS sehingga rupiah bisa saja melemah hingga 17.000 per dollar,” tandas Bhima.

Namun demikian, menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, memastikan pelemahan Rupiah terjadi karena sejumlah faktor, bukan sekedar serangan Iran. Ke Israel. Diakui, serangan itu memang membuat kinerja ekspor Indonesia ke Timur Tengah, Afrika dan Eropa akan terganggu sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan melambat di kisaran 4,6-4,8% tahun ini.

Pelemahan rupiah juga, kata Tutuka, imbas dari masa cuti yang ada di Indonesia berlangsung lama, membuat indeks dolar itu terus mengalami penguatan signifikan, sehingga rupiah di perdagangan internasional terus mengalami pelemahan.

Tutuka juga menghawatirkan jika anggaran subsidi BBM bisa melonjak imbas dari konflik Iran dengan Israel. Pasalnya, dari adanya konflik kedua negara tersebut dapat memberikan tekanan terhadap harga Indonesian Crude Oil Price

Menurut Tutuka, konflik Iran vs Israel tersebut berpotensi dapat mendorong ICP naik dikisaran USD 5 – 10 per barel. Sehingga, kemungkinan potensi harga minyak ICP tembus USD 100 per barel bisa terjadi.

Maka dengan kenaikan harga dikisaran USD 5-10 per barel tersebut, dinilai akan berdampak terhadap kenaikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Hal itu juga diikuti dengan proyeksi kenaikan anggaran subsidi akan meningkat.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kementerian ESDM, ICP per 12 April 2024 sebesar 89,51 dolar AS per barel. Tercatat sebelum adanya serangan Iran terhadap Israel, lanjut Tutuka, harga minyak sudah mengalami peningkatan kurang lebih USD 5 per barel tiap bulannya.

Sejauh ini, pemerintah belum berencana menaikkan harga BBM untuk mengantisipasi beban subsidi. Melainkan, pihaknya akan berhati-hati dalam mengambil kebijakan, hal itu dilakukan guna melihat kesiapan ke depannya.

“Belum sampai kesitu. Kalau menurut saya step by step dalam hal kebijakan. Dalam hal preparasi kemungkinan terburuk kita lakukan tapi kalau dalam hal kebijakan menurut saya ya jangan cepat-cepat karena saat ini kami harapkan spike dan tidak perlu direspon segera,” tukasnya. (Ananta)

Berita Terkait