StarLink Versus Huawei, Siapa yang Kuat?

adilnews | 22 May 2024, 16:22 pm | 410 views

JAKARTA- Persaingan raksasa jaringan telekomunikasi di Indonesia semakin ketat dengan hadirnya StarLink. Keberadaan perusahaan layanan internet lain seperti Huawei yang sebelumnya merajai dengan jaringan nirkabel berbasis darat seperti layanan 5G sedikit banyak akan terganggu.

Seperti diberitakan, belum lama ini Elon Musk meresmikan layanan internet Starlink Indonesia di Denpasar, Bali pada 19 Mei 2024. Peresmian layanan internet milik miiliarder bos Tesla, SpaceX, dan media sosial X itu didampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.

“Daerah kita yang terpencil membutuhkan Starlink untuk memperluas layanan internet berkecepatan tinggi, terutama untuk membantu permasalahan di sektor kesehatan, pendidikan, dan kelautan,” kata Luhut, seperti dikutip AP News.

Peluncuran layanan internet berbasis satelit itu diadakan di klinik kesehatan, sesuai misi Starlink menyediakan layanan internet berkecepatan tinggi dan terjangkau di daerah tertinggal dan terpencil.

Starlink menyediakan akses internet melalui satelit yang mengorbit rendah di luar angkasa. Jaringan elektromagnetik dalam frekuensi gelombang radio dan gelombang mikro lalu disalurkan ke stasiun atau transreceiver di Bumi.

Untungkan Ekosistim Internet

Sejauh ini, StarLink sudah menggandeng Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) untuk menyediakan internet di Tanah Air. PT Starlink Services Indonesia (Starlink) dan APJII sudah resmi menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan tujuan meningkatkan akses internet di seluruh Indonesia.

Ketua Umum APJII, Muhammad Arif mengaku antusias dengan kerja sama keduanya dalam meningkatkan internet di Indonesia. Ia mengharapkan kehadiran Starlink tidak merugikan bisnis lokal.

“Kami sangat antusias bekerja sama dengan Starlink untuk meningkatkan akses internet di Indonesia. Namun kami ingin menegaskan bahwa Indonesia bukan hanya pasar bagi Starlink. Kami berharap kerja sama ini dapat terjalin dalam suasana saling menghormati dan saling menguntungkan, tanpa merugikan bisnis lokal,” beber Arif dalam siaran pers, Senin (22/4/2024).

Dalam konteks bisnis, APJII melihat kerja sama ini sebagai langkah yang akan memberikan manfaat bagi ekosistem internet di Indonesia secara keseluruhan. Sebab kerja sama ini dinilai menguntungkan untuk kedua pihak, baik dari operator yang sudah maupun Starlink.

Jangkauan Starlink akan segera tersedia di seluruh wilayah Indonesia. Di awal, internet satelit dari Starlink baru mencakup Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Harganya pun bisa dibilang cukup mahal untuk penggunaan pribadi atau rumahan. Pengguna harus merogoh kocek Rp7,8 juta untuk membeli perangkat keras Starlink dan membayar Rp750 ribu per bulan untuk paket “standar” unlimited-nya.

Rentang kecepatan 25-220 Mbps diprediksi jadi standar layanan Starlink di Indonesia. Itu tidak bisa dibilang impresif karena rata-rata kecepatan internet broadband Indonesia saat ini sudah berada di angka 27,87 Mbps. Bahkan, Kemkominfo sudah mengisyaratkan bahwa kecepatan internet di Tanah Air setidaknya harus menyentuh angka 100 Mbps—persis rata-rata kecepatan layanan Starlink di Amerika Serikat.

Starlink sendiri menyediakan layanan internet berbasis satelit dua arah (“Layanan”), yang dapat diterima dengan terminal pengguna Starlink, router Wi-Fi, catu daya, dan dudukan (“Starlink Kit” atau “Kit”). Kit dan Layanan Starlink merupakan hal baru , sedang dikembangkan, dan dapat berubah. Sasaran kinerja Starlink akan diubah oleh SpaceX dari waktu ke waktu berdasarkan pengalaman dan inovasi.

Persaingan Layanan Internet

Starlink mendominasi berita utama pada tahun 2022 — dan untuk alasan yang bagus. Mereka telah memperoleh lebih dari 1 juta pengguna di seluruh dunia, akan tersedia di kendaraan, pesawat, RV, dan kapal yang terhubung , bermitra dengan T-Mobile untuk menghadirkan Starlink ke perangkat seluler, dan meluncurkan satelit generasi kedua pada akhir tahun 2022.

Speedtest Intelligence mengungkapkan tidak ada penyedia satelit tercepat di Eropa selama kwartal ke-4 2022, meskipun Starlink di Denmark (147,52 Mbps) dan Swiss (136,03 Mbps) memimpin dalam kecepatan pengunduhan median tercepat. Secara keseluruhan, kecepatan pengunduhan Starlink lebih cepat dari 100 Mbps di 10 dari 15 negara Eropa selama Q4 2022 — meningkat dari hanya lima dari 15 negara di tahun 2022.

Namun hal ini telah berubah secara serius pada tahun 2023 dengan banyaknya pesaing yang melakukan serangan besar-besaran di pasar satelit. Ada perlombaan antariksa baru untuk konektivitas yang sedang dilakukan, dan StarLink baru saja berada di puncak dari apa yang akan terjadi.

Berita terbesar mengenai konektivitas satelit adalah FCC menyetujui konstelasi Project Kuiper Amazon , yang akan mencakup 3.236 satelit dalam rangkaian LEO. Di dua sisi, hal ini menimbulkan dua tantangan potensial bagi Starlink: di satu sisi, Amazon memiliki jangkauan, skala, dan basis konsumen global yang disediakan oleh salah satu perusahaan terbesar di dunia. Di sisi lain, Blue Origin adalah pesaing langsung SpaceX, dan tidak harus bergantung pada layanan atau vendor lain untuk meluncurkan rangkaiannya ke luar angkasa. Amazon berada dalam posisi yang baik untuk bersaing dan Project Kuiper dapat menjadi pemain utama jika prototipe mereka, yang telah diluncurkan pada awal tahun 2023, mencapai kecepatan yang mendekati persaingan dengan internet broadband.

Viasat telah meluncurkan rangkaian Viasat-3 sekitar 8 April 2023. Penyedia internet satelit yang sudah lama berkuasa, Viasat, memiliki tahun depan yang besar setelah bertahun-tahun merencanakan dan menyediakan konektivitas ke lokasi-lokasi terpencil di seluruh dunia.P eluncuran Viasat-3 bertujuan untuk menyediakan kapasitas jaringan 1 Terabit per detik (Tbps) di setiap satelit, memungkinkan penggunanya merasakan koneksi 100+ Mbps; itu merupakan peningkatan besar bagi penyedia GEO.M eskipun konsumen kemungkinan belum melihat hasil ini hingga tahun 2023, yang pasti Viasat meningkatkan jaringannya.

Huawei Siap Menjegal

Dalam percepatan teknologi, Huawei telah muncul sebagai saingan yang tangguh di ranah internet berbasis satelit. Seperti StarLink, nenargetkan wilayah terpencil, yang sering kali tidak memiliki infrastruktur komunikasi. Raksasa teknologi asal China ini memanfaatkan teknologi satelit untuk menghadirkan konektivitas ke lokasi-lokasi yang sulit dijangkau.

Sejak tahun lalu, Huawei berusaha menjegal StarLink dengan kemampuan layanan internetnya. Dikutip dari Sammobile pada 28 November 2023, Huawei telah menguji layanan satelit internet orbit rendah (low earth orbit satellite) yang mekanismenya sama persis dengan Starlink. Dalam paparan perusahaan yang tersebar di media sosial China, Weibo, terungkap bahwa kecepatan download satelit Huawei mencapai 660 Mbps.

Capaian tes tersebut jauh di atas Starlink. Di Amerika Serikat (AS), Starlink mencatat kecepatan download 66,59 Mbps. Sementara itu, di Kanada kecepatannya lebih tinggi hingga 93,97 Mbps. Chief Scientist di Huawei 6G Wireless Lab, Wang Jun, membagikan hasil pengujian tersebut di Aerospace Information Industry International Ecosystem Event di Chongqing, China.

Ambisi Huawei untuk menyaingi Starlink sebenarnya tak mengejutkan. Sebab, Huawei telah menyertakan kemampuan untuk terhubung dengan satelit geostasioner di HP falgship terbarunya, Mate 60 Pro. Huawei tak merinci lebih lanjut satelit mana yang digunakan untuk menguji layanan internet terbarunya. Namun, baru-baru ini China telah meluncurkan beberapa satelit low earth orbit.

Selain itu, Huawei punya beberapa keunggulan yang tak dimiliki pemain lain seperti SpaceX. Salah satunya, Huawei merupakan produsen smartphone. Meski AS memasukkan ponsel Huawei dalam daftar hitam, namun mereka punya poin lebih untuk menghadirkan smartphone di area remot dengan mengandalkan jaringan internet berbasis satelit.

Masalahnya, Huawei sudah terlanjur memiliki image buruk sebagai layanan internet 5G yang beresiko dalam keamanan data dan keterkaitannya dengan Partai Komunis China (PKC). Setahun lalu, pemerintah Jerman misalnya melarang penggunaan segala komponen buatan dua raksasa telekomunikasi China, Huawei dan ZTE, dalam program perluasan layanan internet 5G negara. Jerman menilai keterlibatan perusahaan China bisa mengancam keamanan.

Huawai dan ZTE disebut memiliki kedekatan dengan otoritas keamanan China. Dugaan itu membuat banyak negara khususnya di Amerika, Eropa, Australia dan Jepang khawatir dua entitas tersebut berperan sebagai mata-mata negara yang bekerja melalui dunia digital.

Bantahan Huawei yang mengatakan pihaknya memiliki catatan keamanan yang sangat baik selama 20 tahun pengiriman teknologi ke seluruh dunia, tidak mampu menghilangkan kecurigaan tersebut. Sedangkan pihak ZTE untuk sementara memilih diam di tengah mencuatnya spekulasi tersebut. 

Di Indonesia, Huawei dan ZTE tidak dianggap berbahaya bagi keamanan nasional digital, sehingga pemerintah Joko Widodo merangkul mereka. Hal itu juga terkait dengan kebijakan politik luar negeri pemerintah yang sedang mesra dengan China, bahkan secara ekonomi bergantung kepadanya.

Sejak 2015, Kementerian Komunikasi dan Informatika menandatangani Nota Kesepahaman dengan PT Huawei Tech Investment (Huawei Indonesia) untuk membangun pusat inovasi melalui optimalisasi sumber daya manusia di sektor Teknologi Informasi Komunikasi (TIK). Akhir 2023 lalu, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. dan Huawei Indonesia bahkan menjalin kerja sama strategis untuk bisnis data center, cloud, dan layanan digital. Tahun 2024 ini, Huawei telah meresmikan gudang pintar berteknologi 5G dan pusat inovasi 5G pertama di Indonesia. (Risma)

Berita Terkait