Ir. KPH. Adipati, Bagas Pujilaksono Widyakanigara Hamengkunegara, M. Sc., Lic. Eng., Ph.D. Universitas Gadjah Mada & Seniman/Budayawan Yogyakarta
Saya bukan pendukung dan pemilih Prabowo. Namun, saya tidak pernah menganggap Prabowo sebagai musuh. Hanya beda jalur, haluan dan selera politik.
Memakai istilah lawan politikpun saya tidak mau.
Prabowo karir militernya sangat moncer di TNI AD khususnya kesatuan Kopasus, walau Prabowo, setahu saya, bukan penerima anugerah lulusan terbaik AKMIL, Adi Makayasa.
Saat karir Prabowo moncer di Kopasus, saya baru SMP kelas 3 di SMP Negeri 2 Yogyakarta. Saya sering melihat berita soal Prabowo di TVRI.
Jabatan Prabowo sebagai wakil komandan Kopasus, pangkat Kolonel, dimana komandan Kopasusnya saat itu adalah Brigjen Agum Gumelar.
Kemudian Brigjen Agum Gumelar pindah menjadi Kasdam, Prabowo naik jadi Komandan Kopasus, Brigjen Prabowo. Oleh Presiden Soeharto, institusi Kopasus diperbesar, komandannya berpangkat Mayjen, menjadi Mayjen Prabowo. Prabowo pindah menjadi Pangkostrad, pangkat naik, menjadi Letjen Prabowo.
Karir militer Prabowo saat perang Timor Timur, saya tidak tahu, karena saya masih SD, dan di rumah tidak ada TV. Saya lahir dan besar di kampung kumuh Surokarsan, Jogjakarta. Jauh dari hingar-bingar politik, dan gemerlapnya dunia. Larang pangan, sandhang dan papan.
Kehidupan rumah tangga Prabowo dengan puteri Presiden Soeharto, mbak Titiek Soeharto dan putera tunggalnya, selalu menghiasi acara berita di TVRI.
Ketika saya sekolah di SMA Negeri 3 Padmanaba, Jogjakarta, saya sempat terinspirasi karir militer Prabowo yang sangat cemerlang, dan saya pingin mendaftar di AKMIL Magelang. Unfortunately, fisik saya tidak mendukung, saya pakai kacamata -7.5 kanan-kiri silindris.
Pupus sudah harapan saya menjadi TNI AD. Pindah haluan menjadi ilmuwan sejati alumni Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, bukan ilmuan sekualitas lonthe lanang, yang tega menggadaikan nilai-nilai akademik, idealisme, harga diri dan kehormatan hanya untuk hal yang sifatnya duniawi.
Lebih parah lagi, ilmuwan kelas lonthe lanang: wedok gelem, lanang ya gelem.
Bapak saya bukan orang hebat seperti Begawan Ekonomi Indonesia, Professor Soemitro Djojohadikoesoemo, namun, bapak saya telah mengajari saya, tanggung jawab untuk sebuah pilihan hidup, termasuk ketika saya menikah, apapun pilihannya silakan, namun harus menjadi yang terbaik. Bapak saya juga mengajari saya tentang konsistensi dan integritas ethics and moral. Dadi wong lanang aja jirih, cangkem léda-lédé alias nggamblèh. Life with dignity and pride.
*The best man in world is my father*.
Prabowo adalah seorang patriot sejati. No doubt!
Tragedi 98 yang melibatkan Prabowo, membuat saya, suka atau tidak suka, harus memberikan catatan negatif ke Prabowo.
Yang saya tidak habis pikir, hingga hari ini, bagaimana bisa, Prabowo seorang Patriot sejati, bisa menerima seorang pengkhianat semacam *Mairur Sarengat*? Apa hebatnya dia? Mairur Sarengat yang bau sangit hanyalah seorang pengkhianat dan penjilat. Saya tidak habis pikir dan tidak pernah bisa paham atas sikap Prabowo.
Apakah Prabowo tidak tahu, someday, pasti akan dikhianati?
*Dalam dunia militer, loyalty, adalah sebuah keharusan, mutlak!*
Saya mengucapkan selamat untuk pelantikan Prabowo sebagai Presiden RI.
Prabowo YES, Gibran NO!
Merdeka!