Maju Pilkada 2024, Calon Anggota Dewan Terpilih Wajib Mundur

adilnews | 15 May 2024, 06:23 am | 168 views

JAKARTA- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung memastikan para caleg DPR, DPD, dan DPRD terpilih harus mengajukan surat pengunduran diri jika maju di Pilkada Serentak 2024. Hal itu disampaikan keduanya usai rapat bersama Komisi II DPR, KPU, Bawaslu, dan Mendagri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

“Kami sudah menyepakati tiga isu yang krusial dalam Rancangan Peraturan KPU salah satunya terkait kewajiban caleg DPR RI, DPD dan DPRD terpilih yang belum dilantik untuk mengundurkan diri sebelum penetapan calon,” tandas Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung.

Dalam rapat tersebut, Komisi II DPR RI bersama dengan KPU, Bawaslu dan DKPP telah menyetujui dua Peraturan KPU yang baru saja dibahas. Dua regulasi tersebut adalah Peraturan KPU tentang Penyusunan Daftar Pemilih Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Kedua, Rancangan Peraturan KPU tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Ada tiga pasal krusial dalam Peraturan KPU tentang Pencalonan yang menjadi perdebatan sengit diantara anggota Komisi II DPR dengan penyelenggara pemilu. Pertama, yang terkait dengan persyaratan calon sebagaimana diatur dalam Pasal 14.

Disepakati, bagi bakal calon berstatus penyelenggara pemilu wajib berhenti dari jabatan sebagai penyelenggara pemilu sejak 45 hari sebelum pendaftaran pasangan calon. Bakal calon yang berstatus penyelenggara pemilu menyerahkan keputusan pemberhentian atas pengunduran diri yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang pada saat melakukan pendaftaran pasangan calon.

Kedua, bagi calon terpilih anggota DPR, DPD, atau DPRD tetapi belum dilantik mesti bersedia mengundurkan diri sebagai calon terpilih anggota DPR, DPD atau DPRD. Selain itu wajib menyerahkan dokumen paling lambat 5 hari sejak penetapan pasangan calon. Dokumen tersebut mencakup: surat pengajuan pengunduran diri sebagai anggota DPR, DPD dan DPRD terpilih; tanda terima dari pejabat yang berwenang atas penyerahan surat pengajuan pengunduran diri; dan surat keterangan bahwa pengajuan pengunduran diri sedang diproses oleh pejabat yang berwenang.

Pengaturan ini juga berdasarkan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024, KPU diminta mempersyaratkan caleg terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bahwa ia bersedia mundur jika telah dilantik secara resmi menjadi anggota dewan. Adapun caleg DPR dan DPD RI terpilih hasil Pileg 2024 sedianya dilantik serentak pada 1 Oktober 2024, tepat pada akhir masa jabatan anggota DPR dan DPD RI periode sebelumnya.

Ketiga, terkait perhitungan masa jabatan berdasarkan syarat belum pernah menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama memiliki ketentuan antara lain: jabatan yang sama adalah jabatan gubenur dengan wakil gubernur, jabatan bupati/ walikota dengan dengan wakil bupati/walikota.

Selain itu, nasa jabatan yaitu selama 5 tahun penuh, dan/ atau paling singkat selama 2 1/2 tahun. Adapun perhitungan masa jabatan terhitung sejak ditetapkan dalam keputusan mengenai pengangkatan dalam jabatan dan dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama meliputi: telah dua kali berturut-turut dalam jabatan yang sama, telah dua kali dalam jabatan yang sama tidak berturut-turut, atau dua kali dalam jabatan yang sama di daerah yang sama atau di daerah yang berbeda.

Pengaturan masa jabatan tersebut juga didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun lalu yang menyatakan ketentuan Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) inkonstitusional secara bersyarat.

Sepanjang tidak dimaknai “Gubernur dan Wakil Gubernur Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan dan pelantikan Tahun 2018 menjabat sampai dengan Tahun 2023 dan Gubernur Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan Tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan Tahun 2019 memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati 1 (satu) bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024.”

Itulah yang menjadi pertimbangan hukum Mahkamah yang dibacakan Wakil Ketua MK Saldi Isra terhadap uji UU Pilkada dalam Sidang Pengucapan Putusan terhadap Perkara Nomor 143/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh tujuh kepala daerah yang mendalilkan Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada ini digelar pada 21 Desember 2023.

Namun demikian, ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada secara khusus dan norma transisi dalam ketentuan Pasal 201 UU Pilkada secara keseluruhan masih menyisakan persoalan bagi kepada daerah/wakil kepala daerah yang terpilih dalam pemilihan 2018, namun baru dilantik pada 2019 karena masa jabatan kepala daerah sebelumnya baru berakhir pada tahun tersebut. Padahal Pasal 201 ayat (4) UU Pilkada secara eksplisit menyatakan adanya kepala daerah/wakil kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2019 tidak diatur secara tersendiri dalam kaitannya dengan Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilkada.

Akibatnya, kepala daerah/wakil kepala daerah yang baru dilantik pada 2019 seperti dipaksa mengikuti masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah yang dilantik pada 2018. Padahal mereka (kepala daerah yang dilantik pada 2019) dilantik karena masa jabatan kepala daerah sebelumnya baru berakhir pada 2019. Sehingga Mahkamah melihat ada kerugian konstitusional yang dialami oleh para Pemohon berupa pemotongan masa jabatannya yang bukan disebabkan oleh implementasi norma Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada, melainkan akibat kekosongan norma yang mengatur Pasal 201 ayat (5) dengan Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilkada bagi kepala daerah/wakil kepala daerah yang dipilih pada 2018 dan baru dilantik pada 2019 karena menunggu berakhirnya masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah sebelumnya.

Menurut Mahkamah, dalil para Pemohon terkait dengan ketentuan norma Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada adalah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dapat dibenarkan. Namun sepanjang berkenaan dengan perhitungan masa jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati hari pemungutan suara serentak nasional 2024 sebagaimana yang dimohonkan para Pemohon dalam petitumnya, tidak dapat dipenuhi Mahkamah. (Fadjar)

Berita Terkait