Gerakan “Peringatan Darurat” Tolak Penganuliran Putusan MK

adilnews | 21 August 2024, 16:58 pm | 55 views

JAKARTA, ADILNEWS.COM- Di berbagai platform media sosial ramai dibagikan gambar lambang burung garuda berlatar belakang warna biru yang bertuliskan “Peringatan Darurat”.

Peringatan Darurat Garuda Biru itu merupakan ajakan masyarakat untuk mengawasi jalannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Selain gambar Garuda Biru dengan tulisan Peringatan Darurat, warganet juga ramai menggunakan tagar #KawalPutusanMK. Tujuan kedua tagar ini adalah ajakan meningkatkan kesadaran dan mendorong partisipasi masyarakat sekalgus memantau dan mengawal proses Pilkada 2024.

Gerakan “Peringatan Darurat” dan tagar #KawalPutusanMK membanjiri media sosial di tengah upaya DPR dan pemerintah menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 20 Agustus kwmarin yang mengubah ambang batas syarat pencalonan kepala daerah hingga syarat usia calon kepala daerah.

Diketahui, selang satu hari usai putusan MK, Rapat Panitia Kerja (Panja) DPR tentang RUU Pilkada DPR mengabaikan putusan MK terkait syarat pencalonan dalam Pilkada 2024. Hal ini muncul dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) baru usul inisiatif DPR RI menyikapi adanya putusan MK. Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati revisi Undang-undang Pilkada untuk dibawa ke Rapat Paripurna DPR, Kamis (22/08/2024) ini untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU).

Revisi UU Pilkada yang dikebut dalam sehari itu berisi poin-poin yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi. RUU Pilkada itu disetujui dalam rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I, Rabu (21/8/2024) sore.

“Kita minta persetujuan dulu. Apakah hasil pembahasan RUU tentang perubahan keempat atas UU nomor 1 tahun 2015 tentang penatapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur bupati wali kota menjadi UU dapat diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-perundangan?” tandas Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi kepada para peserta sidang.

Semua fraksi di DPR menyatakan setuju dengan keputusan tersebut kecuali Fraksi PDI-Perjuangan yang tegas menolak. Fraksi PDIP meminta nota keberatan pada rapat paripurna nanti apabila pembahasan RUU Pilkada menegasikan Keputusan MK nomor 60 dan 70. Lalu, Fraksi PDIP berpendapat pembahasan RUU ini terkesan masih jauh dari pelaksanaan prinsip keterlibatan partisipasi masyarakat yang bermakna atau meaningful participation

Selain berjalan lancar, pengambilan keputusan tersebut dihadiri langsung perwakilan pemerintah antara lain Menkumham Supratman Andi Agtas dan Mendagri Tito Karnavian. Perwakilan DPD RI terlihat juga hadir.

Sejumlah perubahan dalam RUU Pilkada antara lain sebagai berikut. Pertama, Baleg mengakali Putusan MK yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu. Baleg mengakalinya dengan membuat pelonggaran threshold itu hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD. Threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen.

Dengan aturan ini, maka PDI-P tetap tak bisa mengusung calon di Jakarta, karena partai lain sudah bersatu dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus mengusung Ridwan Kamil-Suswono. KIM Plus hanya akan bertarung melawan calon independen yang kemarin bermasalah dalam pengumpulan KTP dukungan.

Sedangkan terkait soal usia calon kepala daerah, Baleg tetap berpegang pada putusan Mahkamah Agung, bahwa usia dihitung saat pelantikan, bukan saat pencalonan sebagaimana yang ditetapkan MK. Dengan aturan ini, maka putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, yang belum genap berusia 30 tahun, tetap memenuhi syarat untuk maju dalam Pilkada level provinsi. Kemungkinan Kaesang akan maju di Pilkada Jawa Tengah.

Kini, bola panas pengaturan Pilkada 2024 ada di tangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai regulator teknis yang akan memproses seluruh pencalonan kepala daerah. Penganuliran Baleg DPR RI terhadap putusan penting MK terkait UU Pilkada, bagaimanapun membuat rakyat kecewa dan merasa dipermainkan oleh elite politik partai pendukung pemerintah. Sebab secara teori putusan MK bersifat final dan mengikat sejak diucapkan.

Massa rakyat dan mahasiswa sudah pasti akan melakukan perlawanan dengan aksi massa di seluruh Indonesia. (Risma)

Berita Terkait