Gagal Total Patung Garuda IKN, Kado 79 th RI?

adilnews | 15 August 2024, 22:53 pm | 48 views

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes

Gagal Total? Ya, Fixed. 1000% (baca: seribu persen), alias tidak cukup hanya 100% kegagalan Seniman NN dalam mewujudkan hasil akhir desain Patung Garuda dibelakang Istana Garuda di IKN (Ibu Kota Negara) Nusantara yg awalnya digadang2 akan menjadi landmark yg membanggakan, sekaligus Kado istimewa Peringatan 79 tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2024 besok. Namun apa lacur, bukannya Apresiasi, kekaguman apalagi Pujian yg didapatkan, tetapi mostly -bahkan bisa disebut semua- komentar yg muncul setelah patung garuda tsb tampak bentuknya, tidak ada satupun yg memuji bahkan rata2 mencemooh alias karyanya jadi mem-“bagong”-kan.

Sekarang ini justru NN malah hanya tampak sibuk mengklarifikasi di berbagai media sbg konsekuensi hasil karyanya yg menjadi bullyan Netizen hingga jadi trending topic diberbagai platform tsb. Mulai dari disebut sebagai “Istana Kelelawar”, “Rumah Kampret”, “Tempat tinggal Voldemort” (Catatan: Sosok Lord Voldemort salahsatu Penyihir Jahat lulusan Hogwarts dalam sekuel Harry Potter karya JK Rowling ini pernah saya ulas dalan tulisan sebelumnya, sebagai sosok jahat yg sangat kejam, licik, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya), hingga sampai ada yg mengatakan “Istana Setan/Iblis” saking muram alias gelapnya.

Selain menyalah2kan masyarakat yg dianggapnya “tidak mengerti seni dan teknologi” (?), Terwelu. Dia malah mencontohkan seniman2 besar seperti pelukis Rembrandt (Harmenszoon van Rijn), (Vincent Willem) Van Gogh, bahkan Boerhanoedin (Affandi) Koesoema, yg disebutnya karyanya sempat tidak laku pada awalnya dan membingungkan masyarakat, namun kini berharga sangat mahal dipasaran dunia. Ketika mendengar komentar NN yg menyalah2kan orang lain tsb, terus terang malah menjadi kasihan kepada dia, karena tampaknya ingin agar dibanding2kan dgn nama2 besar itu. Nyaris mirip sosok yg menderita Waham kebesaran (sampai Skizofrenia) sebagaimana yg sempat disampaikan juga oleh Dr Reni Suwarso (Dosen UI & Direktur IDESSS) serta Prof Dr HM Amin Rais (UGM) utk orang lain yg ditengarai sudah terjangkit gejala tsb.

Artinya, kalau hanya satu atau sekelompok kecil saja masyarakat yg tidak memahami karyanya, mungkin saja dia boleh begitu. Tetapi kalau sampai semua komentar berpendapat minor / negatif terhadap “Patung (?)” itu, siapa yg salah sekarang? Kebetulan selaku Dosen -bahkan SesJurusan- di Fak Seni Media Rekam ISI (Institut Seni Indonesia) selama 10 (sepuluh tahun, 1994-2004), bahkan meraih “Dosen Teladan th 2002”, sekaligus akrab dgn Perupa berbagai media, saya cukup mengerti bagaimana menilai & memahami sebuah karya seni. Memang sebuah karya seni tidak bisa dinilai secara absolut hitam atau putih saja, namun kalau sejak awal sudah sering dijelaskan konsep & rancangannya, kemudian setelah karyanya jadi utk diimplementasikan ternyata berbeda jauh dgn apa2 yg pernah digembar-gemborkannya, tentu hal ini yg menjadi catatan kritis terhadap (kegagalan) karyanya tsb.

Maka tidak heran sejak jauh2 hari sudah ada banyak protes dari kelompok2 arsitek misalnya Asosiasi Profesi Arsitek Indonesia, Green Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) & Ikatan Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota (IAP) yg sempat speak up ttg rancangan NN tsb. Salahsatunya ketua Ikatan Arsitek Indonesia, I Ketut Rana Wiarcha, yg menjelaskan perlunya melibatkan masyarakat dlm proses perencanaan, agar menciptakan rasa kepemilikan rakyat, termasuk prosedur tata cara & urutan pembangunan. Hal ini wajar, karena meski sudah (di) menang (kan) di Sayembara yg diselenggarakan oleh PUPR di tahun 2021, Patung tsb dibuat menggunakan Uang Rakyat alias hasil Pajak Masyarakat & bukan Uang Pribadinya, apalagi menghabiskan beaya sangat besar sampai senilai Rp 2 Trilyun.

Kalau mau jujur, NN sebenarnya juga tidak konsisten dgn Jejak Digital Desain yg pernah digambarkannya di Instagramnya sendiri. Karena sebagaimana yg sudah ditulis dan dipublikasikannya di hari Kamis 01/04/2021 lalu, dia jelas2 merancang bahwa “bulu-bulu pada masing-masing sayap Garuda akan berjumlah 17 helai, 8 helai pada bagian ekor, 19 helai pada pangkal ekor, serta 45 helai bulu pada bagian leher” kata dia sendiri. Sekarang bagaimana realisasinya? Karena kalau menurut pandangan mata normal, yg tampak hanya masing2 4 (empat) sudut lancip di masing2 “bentangan sayap”-nya. Kalau ini mau diartikan sebagai angka 4 + 4 = 8 (Agustus), lalu dimana angka 17 dan 45 sebagaimana Lambang Garuda Pancasila? Kalaupun akhirnya dia bilang ini “bukan Garuda Pancasila”, terus Garuda apa? Bukankah tujuan Patung itu utk memvisualkan Lambang Negara tsb, bukan sekedar asal patung saja.

Sekalilagi kalau soal desain (Bangunan berbentuk Burung), sebenarnya juga tidak murni 100% orisinal, karena meski berbeda pose-nya, Patung Burung Raksasa sebelumnya sdh ada di Jatayu Earth’s Centre, Negara Bagian Kerala, India. Memiliki panjang 61 m dgn 21 m & lebar sayap 45 m, sempat membuatnya memperoleh predikat sbg patung burung terbesar di dunia karena dibuat th 2011. Patung karya Seniman India Rajiv Anchal ini menceritakan kisah Ramayana dimana Jatayu berjuang melawan Rahwana saat berusaha menyelamatkan Shinta, meski akhirnya kalah dan tinggal satu sayapnya. Meski lebih besar bangunan Istana Garuda di IKN dgn 177 m dan lengkungan sepanjang 239 m & tinggi 77 m yg dibuat dgn 4650 baja dari PT Krakatau Steel) dan total bobot patung tsb adalah 1.398,3 ton, namun ini harusnya bukan dinilai soal besar-besaran ukurannya saja.

Dengan demikian kalau dari sisi penggambaran akhirnya tidak bisa mencerminkan desain “Garuda Pancasila” sebagaimana karya putera Kalimantan Sultan Hamid II yg digunakan sebagai Lambang Negara kita, terus buat apa Patung besar yg malah menjadi cibiran dan cemoohan masyarakat tersebut? Sudah beaya sangat mahal, pose-nya merunduk (malu) & samasekali tidak gagah ? (Catatan: bedakan antara “Gagah” dan “Sombong”, karena kemarin sempat dicari2 alasan kepala merunduk agar “tidak sombong” katanya). Demikian juga -katanya- kepala Garuda dibuat tidak menoleh kekanan agar tidak hanya menonjolkan Indonesia bagian barat (?) sebuah alasan yg mengada-ada dan sangat tidak masuk akal selain mau coba ngeles atas kegagalan hasil akhirnya.

Namun masih ada yg disyukuri bahwa meski pernah memperoleh Tanda Jasa Adiutama dari salahsatu kampus di Bandung th 2009, NN kemarin tidak termasuk dalam tokoh2 yg diberi Tanda Jasa dan Penghargaan dari Negara sebagaimana yg didapat oleh Menteri Komunikasi & Informatika Budi Arie Setiadi. Karena MenKomOmDo -demikian sebutan Netizen sekarang utk yg hanya bisa “Komunikasi Omong Doank” itu- sebenarnya BeTi alias 11-12 juga dgn NN, sama2 Gagal Total dalam tugasnya, dimana MenKomOmDo telah gagal mengamankan PDN (Pusat Data Nasional) yg telah bocor, namun malah memperoleh Bintang Jasa Mahaputera Pratama ? Aneh bin Ajaib.

Kesimpulannya, Masyarakat Indonesia mungkin pernah mudah dibuai dgn guyuran Bansos, kecurangan SIREKAP dan pengalihan issue terhadap kasus2 besar yg sedang terjadi, ini yg membuat keadaan makin tidak baik-baik saja seperti sekarang. Namun tetap diantara itu masih ada publik yg kritis menyuarakan kebenaran sesuai dgn logika akal sehat dan hati nurani. Apa2 yg sudah disuarakan oleh mayoritas Netizen atasnama Rakyat terhadap MenkomOmDo juga -Produk Gagal- Patung yg disebut2 sebagai “Kelelawar” alias bukan “Garuda” di IKN sebagaimana desain awalnya adalah kenyataan yg tidak bisa dihindari apalagi dikriminalisasi. At last but not least, Anggap saja lucu2an ini sebagai “Kado”, meski tentu saja bukan kado yg diharapkan utk Peringatan Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-79 esok hari agar kita tetap Waras dan Mawas diri… Merdeka !

*Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen

Berita Terkait