Oleh: Ir. KPH. Adipati, Bagas Pujilaksono Widyakanigara Hamengku negara, M.Sc., Lic.Eng., Ph.D.*
Kurang setia apa Pemanahan terhadap Hadiwijaya?
Lima sekawan: Joko Tingkir, Pemanahan, Mas Panca (patih Pramancanagara), Panjawi, mas Wuragil (Jurumertani), berjuang bersama menjadikan Joko Tingkir menjadi Adipati Pajang, yang kemudian menjadi Sultan Demak terakhir yang kemudian menjadi Sultan Pajang.
Pemanahan masih diragukah kesetiaannya pada Kasultanan Pajang khusus terhadap Sultan Hadiwijaya. Padahal, sejarah sepertinya membuktikan kesetiaan Pemanahan.
*Beda dengan MulGenjik, omongannya segunung, tipuan semua, tipu sana, tipu sini. Cangkem dobol, ora tahu diblédrong!*
Hadiwijaya memanggil Pemanahan dengan sebutan Kakang Pemanahan. Memang Pemanahan umurnya lebih tua dibanding Hadiwijaya. Namun, bukan itu sebenarnya alasannya.
Pemanahan adalah putera Kiageng Nis. Kiageng Nis adalah putera Kiageng Selo. Sedang Kiageng Selo adalah putera Brawijaya V dengan ibu Anjasmoro (garwa selir).
Joko Tingkir putera Kebo Kenongo. Kebo Kenongo putera Kiageng Pengging Sepuh (Pangeran Handayaningrat) dengan ibu Retno Pembayun (puteri Brawijaya V dengan Ibu pramèswari, yaitu Kusumawardhani).
Wikramawardhana (Brawijaya V) lebih dahulu menikahi ibu Anjasmoro baru kemudian ibu Kusumawardhani.
*Pemanahan awunya lebih tua dibandingkan Hadiwijaya*.
Pemanahan pernah berucap janji setia kepada Pajang dan Sultan Hadiwijaya, di depan Sunan Kalijaga. Kemudian, Sultan Hadiwijaya memberikan Bumi Mentaok kepada Pemanahan, sebagai hadiah jasa Pemanahan berhasil membunuh Haryo Penangsang. Pemberian hadiah Bumi Mentaok sempat tertunda dalam waktu yang lama.
*Bagaimana dengan MulGenjik, setiakah dia pada bangsa dan negara? Tidak! MulGenjik hanyalah koruptor kelas dunia, pengkhianat bangsa dan negara, tidak punya rasa malu, tidak pandai berterimakasih dan tidak tahu berbalas budi. Bajingan tengik!
Hadiwijaya tetap ragu atas kesetiaan Pemanahan pada dirinya. Ada apa?
Kembali ke era saat Hadiwijaya menyanggupi permintaan Ratu Kalinyamat (kakak ipar) membunuh Haryo Penangsang. Nafsu birahi Hadiwijaya tak terkendali, cincing jarik, Kalinyamat yang telanjang bulat akan ditumpaki di dalam gua bukit Donorojo, Pati. Tangan Hadiwijaya dipegang oleh Pemanahan, sehingga perbuatan tak senonoh tersebut urung terjadi.
Kalinyamat berkata ke Hadiwijaya, jika Hadiwijaya mampu membunuh Haryo Penangsang, maka dirinya, Semangkin dan Perihatin menjadi milik Hadiwijaya.
Ringkas cerita, Haryo Penangsang berhasil dibunuh oleh Sutawijaya dengan tumbak Kyai Plèrèd atas dukungan Pemanahan, Panjawi dan Jurumertani.
Sutawijaya anak biologis Hadiwijaya dengan Kanjeng Ratumas Kambang, tepatnya anak lembupeteng.
Diboyonglah Kalinyamat ke istana Pajang sebagai garwa selir, sedang Semangkin dan Perihatin dititipkan ke Pemanahan, karena belum menstruasi, dan untuk diajari tatacara kraton.
Katiwasan, setelah menstruasi, Semangkin ditumpaki Sutawijaya, hamil. Jabang bayi tersebut lahir dan diberi nama Raden Rangga.
Pemanahan menghadap ke Sultan Hadiwijaya di Pajang, menceritakan perihal kehamilan Semangkin. Sultan Hadiwijaya murka, namun berhasil mengendalikan diri. Semangkin dan Perihatin diberikan kepada Sutawijaya.
Dari Semangkin lahir Raden Rangga dan Pangeran Puger, sedang dari Perihatin lahir Raden Rama.
Datang tampak muka, pergi tampak punggung. Hadiwijaya sangat meragukan kesetiaan Pemanahan gara-gara Semangkin dan Perihatin.
Cinta Sutawijaya sebenarnya hanya untuk Semangkin. Semangkin menjadi garwa selir dan diberi nama kebangsawanan Adhisara.
MulGenjik tidak beda jauh dengan Sutawijaya. Bedanya, Sutawijaya darah biru, MulGenjik darah buthek. Demenannya MulGenjik disembunyikan di Pacitan.
Keraguan Hadiwijaya akan kesetiaan Pemanahan, akhirnya terbukti. Pemanahan membiarkan Sutawijaya yang kelak bergelar Panembahan Senopati Ing Ngalaga Ngabèhi Loring Pasar, merong atas kekuasaan Pajang.
Kademangan Mentaok akhirnya berubah menjadi Kerajaan Mataram di era Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Ramalan Sunan Giri (Pangeran Kadilangu), benar adanya, bahwa wahyu keprabon telah pindah dari Pajang ke Mentaok.
Hadiwijaya adalah jalma limpat, ngerti sakdurungi winarah, sakti mandraguna, kadang déwa kanthi sukma, dan penguasa banyak ilmu.
MulGenjik jalma ruwet, ngrampok duite negoro, ingah-ingih, rupo Gentho.
Barusan terjadi pertemuan antara Raja Jawa dengan Raja Kethoprak. Raja Jawa berkarisma, sedang Raja Kethoprak wajahnya buthek, panik, tidak bisa tidur, ketakutan, cari perlindungan, dll.
Mung wong pidak pedaraan sing uripé sarwa lamis.
Masih ingat Pramèswari Èblèk Sepur kepleset dari tangga pesawat? Itu pralambang atau sasmita jati, bahwa semuanya akan segera berakhir. Wus tekan titiwanciné. Kabèh-kabèh kui ginaris pepesthèn.
Èlèk ya bén, sik penting térong!
Merdeka!
*Penulis adalah Pengajar di Universitas Gadjah Mada dan Seniman/Budayawan Yogyakarta