Intoleransi Terjadi di Tangsel, Ketua RT Menjadi Tersangka

adilnews | 7 May 2024, 16:17 pm | 134 views

Tangsel- Akhirnya polisi menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus pembubaran dan penganiayaan terhadap mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (UNPAM) yang sedang ibadah doa rosario di Kampung Poncol, Babakan, Setu, Tangerang Selatan (Tangsel) pada 5 Mei 2024. Empat warga Kampung Poncol ini diduga secara bersama-sama menganiaya seorang perempuan berusia 19 tahun.

Salah satu tersangka adalah ketua RT setempat berinisial D (53). “Tersangka inisial D meneriaki dengan suara keras dengan nada umpatan dan intimidasi kepada korban beserta temannya,” jelas Kapolres Tangerang Selatan AKBP Ibnu Bagus Santoso dalam konferensi pers di Polres Tangsel, Selasa (7/5/2024).

Awalnya sekelompok mahasiswa dari UNPAM tengah melakukan ibadah dan membaca doa Rosario. Saat itu datang seorang warga yang diduga seorang Ketua Rukun Tetangga (RT). Dirinya diduga berupaya membubarkan kegiatan tersebut dengan berteriak. “Kemudian tidak lama berselang datang beberapa orang untuk mencari tahu apa yang terjadi. Sehingga akibat teriakan tersebut terjadi kegaduhan dan kesalahpahaman yang mengakibatkan terjadinya kekerasan dan menimbulkan korban,” tandas Kapolres Tangsel.

Keributan tersebut ternyata direkam oleh salah satu penghuni kontrakan di area sekitar TKP. Saat itu terekam dua orang laki-laki membawa senjata tajam jenis pisau. “Berdasarkan hasil gelar perkara ditemukan dugaan adanya peristiwa tindak pidana,” tutur Kapolres Tangsel.

Dalam serangkaian proses gelar perkara tersebut, menurut Kapolres, maka disimpulkan cukup bukti dan terhadap beberapa saksi yang terlibat ditetapkan sebagai tersangka yakni D 53 tahun, I 30 tahun, S 36 Tahun dan A 26 tahun.

Sebelumnya warga setempat sempat melakukan mediasi kasus penyerangan terhadap mahasiswa Universitas Pamulang yang sedang berdoa Rosario di Kantor Lurah Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Senin 6 Mei 2024. Namun karena ada unsur tindakan pidana sehingga kasus itu diproses secara hukum.

Seperti diberitakan, acara pembacaan doa rosario oleh sekelompok mahasiswa UNPAM dibubarkan paksa oleh sejumlah warga di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Babakan, Kecamatan Satu pada Minggu, 5 Mei 2024. Pembubaran tersebut berujung penyerangan dan penganiayaan terhadap mahasiswa. Bahkan, satu orang diketahui terluka usai terkena sabetan senjata tajam atau sajam dari warga.

Berdasarkan informasi yang ada, insiden pembubaran mahasiswa ini terjadi pada Ahad malam, 5 Mei 2024. Saat itu, warga merasa keberatan dengan kegiatan sejumlah mahasiswa Katolik UNPAM yang sedang berdoa rosario di kosan atau rumah kontrakan seorang mahasiswa.

Warga yang merasa resah karena kegiatan itu akhirnya memutuskan untuk menegur mereka. Warga mengklaim teguran yang disampaikan Ketua Rukun Tetangga itu tidak digubris, sehingga terjadi baku hantam antara warga dengan kelompok itu.

Ketua Rukun Warga (RW) 002, Marat, mengatakan kegiatan kumpul-kumpul mahasiswa dan mahasiswi Universitas Pamulang tersebut selama ini kerap dikeluhkan tetangga. Hal tersebut lah yang kemudian menjadi pemicu kegeraman warga.

Menurut Marat, kegiatan tersebut tidak pernah dimasalahkan. Namun, banyaknya jumlah mahasiswa yang berkumpul menjadi persoalan. “Sejauh ini memang sudah dikeluhkan sama warga dan akhirnya RT bertindak. Memang rutin kumpul dan ada ibadah juga,” ujarnya saat meditasi dilakukan.

Sementara itu, terkait pertikaian dan penggunaan senjata tajam, Marat tidak menampiknya. Dia mengaku sudah melarang warganya untuk menggunakan senjata tajam dalam aksi pembubaran itu. Tetapi, menurutnya, hal tersebut berjalan diluar kendali ketika warganya dipukul lebih dulu oleh mahasiswa.

“Itu sudah dilarang sudah. Ada satu memang yang bawa dan emang karena emosi. Pisau dapur. Pertama memang RT menegur, dan memang karena ini rame. Warga saya juga dipukul duluan. Dia dipukul duluan makanya emosi. Dia enggak terima,” kata dia seperti dikutip Tempo.

Marat pun mengungkapkan ada satu yang dikabarkan menjadi korban dalam insiden tersebut. “Ada satu orang setahu saya yang memang kena,” ucapnya.

Diketahui, mahasiswa yang menjadi korban tersebut adalah Farhan Rizky Rhomadon. Mahasiswa semester 6 itu ikut diserang dengan senjata tajam saat berusaha melerai keributan antara warga dengan penghuni kos yang sedang berdoa Rosario.

Farhan adalah salah satu penghuni indekos dekat Tempat Kejadian Perkara (TKP). Dia berniat melerai pengeroyokan yang dilakukan warga kepada salah seorang mahasiswa. Namun, ada warga yang tidak terima dengan kehadiran Farhan. Mereka mengira Farhan adalah anggota kelompok mahasiswa yang sedang beribadah.

Akibat perkelahian itu, Farhan terluka dan harus mendapat tiga jahitan di bagian kepala. Sementara itu, ada satu orang lagi yang diduga menjadi korban dalam peristiwa tersebut, dia adalah seorang penghuni rumah kontrakan di lokasi kejadian yang berinisial ACCR.

Insiden itu kemudian dilaporkan ke Polres Tangerang Selatan. Kapolres Tangerang Selatan AKBP Ibnu Bagus Santoso mengatakan polisi langsung bergerak usai menerima laporan. Dia juga mengatakan pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi.

Kekerasan intoleran tersebut mendapat kecaman dari sejumlah pihak. Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, mengatakan, kasus pengeroyokan Mahasiswa Katolik UNPAM yang melaksanakan ibadah Rosario merupakan bentuk kegagalan elemen negara dalam menciptakan ekosistem toleransi di Indonesia. Halili menilai, ibadah Rosario Mahasiswa Katolik UNPAM menunjukkan bahwa intoleransi dan kebencian terus menjadi ancaman terhadap hak atas Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB). Secara konstitusional, KBB itu harus dijamin oleh negara dan pemerintah.

“Ada dua faktor pembubaran yaitu intoleransi di kalangan masyarakat dan kegagalan elemen negara,” jelas Halili dalam rilis resmi, Selasa 7 Mei 2024.

Ia mengatakan, RT/RW sebagai unsur negara di tingkat terkecil, di ranah masyarakat, harusnya menjamin hak seluruh warga atas KBB. Namun, yang terjadi sebaliknya. (Risma)

Berita Terkait