
JAKARTA, ADILNEWS.COM- Pemerintah Indonesia semakin serius menawarkan proyek giant sea wall atau Tanggul Laut Raksasa yang direncanakan membentang di pesisir utara Jawa kepada investor asing. Salah satu negara yang masuk radar adalah Tiongkok.
Dalam pertemuan bilateral Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Xi Jinping di Beijing, usai parade militer 3 September lalu, isu pembangunan tanggul laut masuk dalam pembahasan utama. Kedua pemimpin negara disebut menyinggung peluang kerja sama infrastruktur strategis, termasuk proyek senilai Rp1.750 triliun tersebut.
Investor Mulai Melirik
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa giant sea wall menjadi salah satu program prioritas nasional untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim. “Proyek ini adalah program besar Presiden, program unggulan yang diharapkan bisa menyelamatkan masyarakat pesisir utara Jawa dari banjir rob dan dampak perubahan cuaca,” kata Airlangga, Sabtu (6/9).
Menurutnya, proyek akan dijalankan secara bertahap dan setiap fase bisa ditawarkan ke negara mitra. “Tentu akan dibuat dalam studinya fase-fase pembangunan. Nah, fase-fase itu akan ditawarkan ke beberapa negara termasuk China,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa sejumlah negara telah menunjukkan minat terhadap mega proyek ini. “Ada dari Tiongkok, kemudian rekan-rekan dari Korea juga, saat forum Indonesia-Korea kemarin sudah menyampaikan ketertarikan. Namun sejauh ini masih bersifat informal,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, 17 Juni lalu.
Selain Tiongkok dan Korea Selatan, pemerintah juga membuka peluang bagi Jepang serta beberapa negara Eropa. Namun Prasetyo menekankan belum ada calon investor utama yang ditetapkan karena pembicaraan masih berada di tingkat kementerian dan pemerintah provinsi terkait.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Perekonomian, Muhammad Rachmat Kaimuddin, menjelaskan Presiden Prabowo menginstruksikan agar pembiayaan proyek ini sebisa mungkin melibatkan swasta. “APBN tidak cukup untuk mendanai proyek sebesar ini, sementara kita masih punya prioritas lain seperti program makan bergizi gratis dan ketahanan pangan,” jelasnya.
Wakil Menteri PUPR, Diana Kusumastuti, menambahkan pemerintah menyiapkan skema Land Value Capture (LVC) untuk menarik investor. Mantan Dirjen SDA Kementerian PUPR, Bob Arthur Lombogia, memperkirakan biaya pembangunan mencapai Rp2,5 triliun per kilometer. “Untuk tahap pertama Jakarta–Ancol saja butuh Rp53 triliun untuk 21 kilometer,” ungkapnya
Ambisi Menyelamatkan Pantura
Proyek Tanggul Laut Raksasa membentang sekitar 700 kilometer dari Jakarta hingga Gresik. Tujuannya untuk melindungi kawasan pesisir utara Jawa dari banjir rob, penurunan muka tanah, hingga ancaman kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim.
Selain fungsi proteksi, proyek ini juga diproyeksikan membuka peluang pengembangan kawasan ekonomi baru di sepanjang pesisir. Namun, tantangan terbesar tetap pada pembiayaan serta koordinasi lintas provinsi dan kementerian.
Bagi warga Pantura, kabar pembangunan tanggul laut ibarat cahaya harapan. Di Semarang Utara, banjir rob yang dulu datang bulanan kini bisa harian. “Setiap kali pasang besar, kami harus gotong royong menutup pintu air seadanya,” kata Sugiarto, nelayan setempat.
Proyek tanggul laut diharapkan bisa mengembalikan rasa aman warga pesisir. Tidak hanya melindungi rumah dan tambak, tapi juga membuka peluang kawasan ekonomi baru di sepanjang pantai utara Jawa. Pemerintah membayangkan pesisir yang kini langganan rob suatu saat berubah menjadi pusat pertumbuhan baru.
Namun, jalan menuju mimpi itu masih 1panjang. Hingga kini, pemerintah masih menyiapkan badan otorita pembangunan tanggul laut. Belum ada kepastian siapa yang akan duduk di dalamnya, atau negara mana yang akan menjadi investor utama.
Tanggul laut raksasa memang menjanjikan perlindungan bagi jutaan warga Pantura, tetapi juga mengundang pertanyaan: seberapa realistis proyek sebesar ini bisa terwujud di tengah keterbatasan anggaran dan tarik-menarik kepentingan politik?
Di tengah ketidakpastian itu, satu hal jelas: laut terus mendesak daratan, dan waktu tidak menunggu. Proyek giant sea wall kini bukan sekadar infrastruktur, melainkan pertaruhan besar Indonesia menghadapi krisis iklim, sambil menegosiasikan masa depan pesisir Jawa di meja diplomasi global.(Sang Fajar)