Teror di Gereja LDS Michigan: Pelaku Diketahui Mantan Marinir Irak

adilnews | 30 September 2025, 03:14 am | 42 views

Minggu pagi kebaktian rutin di Gereja Yesus Kristus Orang-Orang Suci Zaman Akhir (LDS / Mormon), 28 September 2025, berubah menjadi tragedi ketika seorang pria menerobos pintu gereja dengan kendaraan, melepaskan tembakan, dan membakar bangunan. Identitas pelaku kemudian dikonfirmasi sebagai Thomas Jacob Sanford, seorang mantan prajurit Korps Marinir Amerika Serikat yang pernah bertugas di Irak.

Serangan itu menewaskan paling sedikit empat orang — belum termasuk pelaku — dan melukai delapan lainnya. Setelah investigasi di reruntuhan gereja, pihak berwenang menyatakan bahwa semua jemaat yang hadir telah berhasil dievakuasi dan tidak ada korban tambahan yang ditemukan.

Kronologi Singkat Serang dan Indentitas Pelaku
Menurut laporan kepolisian Grand Blanc, panggilan darurat pertama diterima sekitar pukul 10:25 pagi waktu lokal, dan dalam delapan menit kemudian, petugas menghentikan pelaku dalam baku tembak sekitar pukul 10:33. Pelaku ditengarai telah menggunakan bahan bakar (gasoline) untuk membakar bagian dalam gereja, dan dalam kendaraan maupun tempat tinggalnya ditemukan beberapa benda mencurigakan, termasuk perangkat peledak improvisasi (IED) dan bahan-bahan yang memungkinkan pembakaran.

Dalam konferensi pers, pihak FBI menyebut insiden ini sebagai “tindakan kekerasan yang ditargetkan” dan menyatakan bahwa motifnya masih dalam penyelidikan aktif. Kepala polisi lokal dan pejabat FBI menyebut bahwa mereka sedang menelusuri jejak digital dan barang-barang pelaku untuk mencari petunjuk motif atau adanya koneksi eksternal.

Data militer menunjukkan bahwa Sanford menjabat di Korps Marinir AS dari tahun 2004 hingga 2008, dan pernah diterjunkan dalam operasi di Irak pada 2007. Selama masa dinasnya, dia memiliki spesialisasi dalam kendaraan militer — bertugas merawat, memulihkan, ataupun memulangkan kendaraan yang rusak di medan perang.

Setelah keluar dari dinas aktif, Sanford sempat memiliki catatan kriminal lokal, termasuk penangkapan terkait perampokan dan pelanggaran lalu lintas karena mabuk. Beberapa orang yang pernah berinteraksi dengannya juga menyebut bahwa Sanford pernah menunjukkan ketidaksukaan terhadap gereja LDS.

Seorang kandidat dewan kota setempat mengaku pernah mendengar Sanford menyebut anggota LDS “antichrist” dan mengkritik praktik-praktik gereja ketika mereka berbicara beberapa hari sebelum serangan. Selain itu, menurut Sekretaris Pers Gedung Putih, dialog awal antara pihak FBI dan pejabat Gedung Putih menyebut bahwa Sanford “membenci orang Mormon” — walau klaim ini masih dalam tahap awal verifikasi.

Namun, belum ada bukti kredibel yang menunjukkan bahwa Sanford pernah tergabung secara formal dalam organisasi teroris atau jaringan ekstremis internasional. Sampai saat ini, penyidik masih belum menemukan hubungan struktural antara dia dengan kelompok militan manapun.

Keterangan: Profil tersangka Thomas Jacob Sanford

Apakah Ada Unsur Terorisme?
Dalam penyelidikan awal, sejumlah aspek membuat pihak berwenang menaruh kecurigaan atas kemungkinan keterlibatan unsur terorisme:

1. Bahan peledak improvisasi & perangkat pembakaran
Tim penyidik menemukan beberapa IED sederhana dan perangkat bahan bakar (misalnya gasoline) dalam kendaraan pelaku dan di rumahnya. Temuan ini memicu pertanyaan apakah serangan ini direncanakan jauh sebelumnya dengan komponen taktis. Namun sejauh ini belum ada konfirmasi bahwa perangkat tersebut digunakan atau meledak.

2. Penggunaan kendaraan sebagai senjata & pembakaran terkoordinasi
Menabrakkan kendaraan ke gedung ibadah, kemudian melanjutkan dengan penembakan dan pembakaran — pola serangan ganda ini menunjukkan strategi yang terencana daripada aksi spontan semata.
Namun teori ini masih memerlukan konfirmasi dari penyidik forensik yang menelaah catatan komunikasi, surveilans, dan jejak perencanaan di tempat tinggal pelaku.

3. Kemungkinan ideologis ekstremisme terhadap LDS / Mormon
Salah satu jalur penyelidikan yang dibuka adalah apakah Sanford memiliki afiliasi ideologis terhadap kelompok garis keras anti-Mormon atau ekstremis yang menolak pluralisme agama. Beberapa saksi mengungkapkan Sanford pernah menyatakan bahwa orang LDS “percaya lebih tinggi dari Yesus” atau “dianggap sebagai antikristus,” yang mengindikasikan kebencian terhadap komunitas keagamaan tertentu.
Namun, hingga kini belum ada bukti bahwa Sanford pernah berkomunikasi atau berkoordinasi dengan jaringan teroris domestik atau asing.

4. Motif pribadi vs jaringan eksternal
Banyak penyidik dan pejabat mengatakan saat ini motif paling realistis adalah kisah pribadi dan kebencian terhadap gereja—bukan intrik yang dipimpin organisasi teroris. FBI hingga saat ini masih menyebut bahwa tidak ada petunjuk kuat mengenai afiliasi jaringan militan, meskipun mereka tetap membuka kemungkinan tersebut jika bukti baru muncul.

Direktur FBI dan pejabat keamanan memperingatkan publik agar tidak menyebarkan spekulasi tanpa dasar yang sah, karena hal itu dapat mengganggu proses penyelidikan dan menciptakan ketegangan sosial.

Dengan demikian, meskipun unsur taktik menyerupai operasi teror — seperti penggunaan bahan bakar, IED, dan target agama — belum ada bukti definitif bahwa kasus ini adalah serangan terorganisir oleh jaringan ekstremis.

Reaksi Publik dan Upaya Pemulihan Komunitas
Serangan ini mengejutkan bukan hanya gereja LDS setempat, tetapi juga komunitas keagamaan Amerika secara lebih luas. Gubernur Michigan, Gretchen Whitmer, menyatakan belasungkawa dan menegaskan bahwa “tidak ada tempat bagi kekerasan seperti ini dalam masyarakat kita.” Ia juga menyerukan agar retorika publik dan spekulasi disikapi hati-hati agar tidak memperburuk keadaan.

Pihak gereja LDS mengungkapkan duka mendalam dan menyerukan agar jemaat tetap bersatu, saling mendukung, dan menghindari spekulasi yang merusak. Jemaah dan warga lokal secara spontan menggelar doa bersama dan layanan solidaritas di gereja-gereja tetangga.

Sekolah-sekolah di daerah Grand Blanc dan sekitarnya memutuskan untuk tutup sehari agar komunitas bisa berkabung dan memproses trauma. Polisi setempat juga meminta warga untuk waspada terhadap aktivitas mencurigakan dan melaporkan hal-hal tak biasa kepada pihak penegak hukum.

Selain itu, pihak berwajib sedsng melskujsn analisis forensik dan digital. Penyelidik saat ini mengurai perangkat elektronik pelaku—ponsel, komputer, media penyimpanan—untuk mencari rencana tertulis, komunikasi dengan pihak eksternal, atau keterkaitan dengan kelompok ekstremis.

Sementara itu, sisa-sisa bangunan gereja diperiksa guna menemukan bukti fisik — serpihan IED, jejak bahan bakar, serta lintasan tembakan yang membantu merekonstruksi jalannya serangan.

Tim penyidik juga tengah menyusun timeline perilaku pelaku dalam beberapa hari atau minggu sebelum serangan—apa saja aktivitas yang ia lakukan, dengan siapa berinteraksi, dan apakah ada pola “radikalisasi” yang bisa dipetakan.

Mereka juga memeriksa apakah Sanford memiliki catatan perjalanan ke tempat yang berhubungan dengan jaringan ekstremis atau pernah mengikuti forum daring yang mencurigakan.

Karena potensi hubungan lintas yurisdiksi atau unsur terorisme, FBI, ATF (Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api dan Peledak), dan lembaga intelijen nasional ikut serta dalam penyidikan intensif bersama aparat lokal.

Penegak hukum juga memperingatkan agar publik dan media menunggu hasil penyelidikan resmi sebelum melakukan klaim atau spekulasi agar tidak mengganggu proses hukum.

Mengingat latar mantan prajurit perang, tim penyelidik juga akan melihat apakah faktor stres pascapertempuran (seperti PTSD), isolasi sosial, atau gangguan mental memainkan peran dalam eskalasi kekerasan.

Bila terungkap bahwa ada proses radikalisasi—misalnya melalui kelompok daring ekstrim—apakah akan ada intervensi deradikalisasi atau pemantauan jaringan semacam itu menjadi bagian dari rekomendasi jangka panjang.

Kasus penembakan di gereja LDS Michigan menegaskan betapa rentannya tempat-tempat ibadah terhadap aksi kekerasan, terutama ketika pelaku memadukan metode serangan (kendaran, tembakan, pembakaran). Bahwa pelaku adalah mantan Marinir dengan riwayat tugas di Irak menambah dimensi kompleks terhadap motivasi—apakah lebih bersifat pribadi, ideologis, atau sebagai bagian dari rencana terorganisir.

Hingga saat ini, belum ada bukti tegas yang menghubungkan Sanford dengan jaringan terorisme formal. Investigasi masih berlangsung, sangat bergantung pada bukti fisik, digital, dan sidik lintas instansi federal. Yang jelas, tragedi ini membuka perdebatan tentang keamanan tempat ibadah, pemantauan veteran yang rentan, dan protokol pencegahan ekstremisme domestik.

Berita Terkait