TEMUAN JAMES WEBB YANG MENGGUNCANG KOSMOLOGI: ALAM SEMESTA KITA MUNGKIN BERADA DI DALAM LUBANG HITAM

adilnews | 22 June 2025, 06:47 am | 371 views

Oleh: Rismawati

JAKARTA, ADILNEWS.COM- Dalam sebuah temuan yang mengguncang fondasi ilmu kosmologi modern, para ilmuwan mengungkapkan bahwa alam semesta kita mungkin berada di dalam sebuah lubang hitam raksasa yang berputar. Temuan mencengangkan ini berawal dari pengamatan teleskop luar angkasa James Webb (JWST) terhadap ratusan galaksi di alam semesta awal, yang menunjukkan pola rotasi galaksi yang tidak seimbang dan mengarah pada pertanyaan mendasar tentang asal-usul dan struktur kosmos.

Data Mencurigakan dari James Webb
Dalam studi terbaru yang dipublikasikan dalam Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, tim ilmuwan menganalisis 263 galaksi menggunakan data dari JWST. Hasilnya mengungkap bahwa sekitar dua pertiga dari galaksi tersebut berputar searah jarum jam, sedangkan sepertiganya berputar berlawanan arah.

Secara statistik, jika alam semesta tidak memiliki arah rotasi global, jumlah galaksi yang berputar ke kiri dan ke kanan seharusnya seimbang. Namun, data dari James Webb menunjukkan adanya asimetri signifikan yang tidak dapat dijelaskan oleh teori kosmologi standar saat ini. Hal ini mengisyaratkan adanya kekuatan atau fenomena besar yang mempengaruhi rotasi galaksi secara global.

“Ini bukan hanya kebetulan statistik. Pola yang kami temukan konsisten dan signifikan. Ini menunjukkan bahwa ada struktur besar atau pengaruh global yang belum kita pahami,” ungkap Dr. Lior Shamir, peneliti utama dari Kansas State University yang memimpin studi tersebut.

Kosmologi Lubang Hitam: Sebuah Teori Alternatif
Salah satu teori yang kini kembali menjadi sorotan adalah teori “kosmologi lubang hitam”, yang menyatakan bahwa alam semesta kita mungkin merupakan bagian dari struktur yang lebih besar—yakni berada di dalam lubang hitam yang berputar. Teori ini, yang disebut juga sebagai “kosmologi Schwarzschild” atau “lubang hitam putih”, telah lama berada di pinggiran diskusi ilmiah, namun kini mulai mendapatkan perhatian serius.

Fisikawan teoretis Nikodem Poplawski dari University of New Haven adalah salah satu pendukung teori ini. Dalam penjelasannya, ia menyatakan bahwa lubang hitam bukan hanya titik akhir kehancuran materi, melainkan bisa menjadi gerbang ke alam semesta baru. Saat materi memasuki lubang hitam, ia tidak menghilang, melainkan masuk ke alam semesta lain melalui sebuah jembatan ruang-waktu yang dikenal sebagai wormhole atau jembatan Einstein-Rosen.

“Jika alam semesta kita terbentuk dari lubang hitam di alam semesta yang lebih besar, maka rotasi lubang hitam induk itu akan mempengaruhi struktur awal kosmos kita, termasuk rotasi galaksi,” ujar Poplawski.

Implikasi Kosmologis: Ujian terhadap Teori Besar
Temuan ini, jika dikonfirmasi, dapat mengubah cara kita memahami banyak aspek kosmologi modern, termasuk:

Asal Usul Alam Semesta: Model Big Bang mungkin perlu dikaji ulang, atau setidaknya diperluas, untuk mengakomodasi kemungkinan bahwa Big Bang terjadi di dalam horizon peristiwa lubang hitam.

Struktur Galaksi: Jika ada rotasi global, maka dinamika pembentukan galaksi bisa sangat berbeda dari yang diperkirakan saat ini.

Pintu ke Alam Semesta Lain: Lubang hitam yang kita temui bisa jadi merupakan akses ke semesta lain, meski tidak dapat dilihat dari luar karena cahaya tidak dapat lolos dari horizon peristiwa.

Ketidakcocokan Laju Ekspansi Alam Semesta (Hubble Tension): Perbedaan antara pengukuran laju ekspansi berdasarkan galaksi dekat dan galaksi jauh dapat disebabkan oleh kesalahan asumsi geometri alam semesta.

Bias Pengamatan atau Bukti Baru?
Namun demikian, tidak semua ilmuwan sepenuhnya yakin bahwa asimetri ini adalah bukti langsung dari struktur kosmik yang besar. Dr. Shamir juga mempertimbangkan kemungkinan bahwa rotasi galaksi Bima Sakti—galaksi tempat kita berada—telah menciptakan bias dalam interpretasi data.

“Jika posisi kita di Bima Sakti mempengaruhi cara kita mengukur arah rotasi galaksi jauh, maka perlu dilakukan kalibrasi ulang. Hal ini bisa berimplikasi besar terhadap bagaimana kita memahami jarak, waktu, bahkan usia galaksi di alam semesta,” ujar Shamir.

Beberapa galaksi besar yang ditemukan JWST bahkan tampak terlalu tua dan matang dibandingkan dengan usia alam semesta itu sendiri menurut teori Big Bang. Ini bisa dijelaskan jika waktu di alam semesta kita berjalan secara relatif berbeda karena pengaruh gravitasi ekstrem saat awal pembentukannya di dalam lubang hitam.

Model Lambda-CDM, yang selama ini menjadi pilar utama dalam kosmologi, menjelaskan struktur alam semesta melalui campuran materi gelap, energi gelap, dan inflasi awal alam semesta. Temuan James Webb kini memunculkan tekanan untuk merevisi model ini atau menggabungkannya dengan teori alternatif seperti kosmologi lubang hitam.

Profesor Avi Loeb dari Harvard University, meskipun tidak terlibat langsung dalam studi ini, mengomentari bahwa temuan ini “sangat penting dan bisa menjadi awal dari revolusi ilmiah baru dalam pemahaman kita tentang asal-usul kosmos.”

Misteri yang Baru Dimulai

Sejauh ini, data yang dihasilkan oleh JWST terus membongkar berbagai misteri alam semesta, mulai dari galaksi purba berusia hampir sama dengan alam semesta, hingga struktur besar yang tampaknya tidak sesuai dengan teori gravitasi konvensional. Pola rotasi galaksi ini menambahkan satu teka-teki besar yang perlu segera ditangani oleh komunitas ilmiah global.

Namun, seperti semua teori baru dalam sains, kosmologi lubang hitam pun perlu diuji, diverifikasi, dan disaring melalui metode ilmiah yang ketat. Perlu lebih banyak data, lebih banyak simulasi, dan lebih banyak pengamatan lintas spektrum untuk memastikan bahwa apa yang kita lihat benar-benar berasal dari struktur kosmik, bukan hanya ilusi akibat keterbatasan sudut pandang atau instrumen.

Teleskop James Webb baru mulai mengungkap lapisan-lapisan terdalam kosmos, dan dunia sains kini berada di ambang kemungkinan-kemungkinan baru yang sebelumnya hanya menjadi ranah fiksi ilmiah. Bahwa alam semesta kita mungkin berada di dalam lubang hitam dari semesta yang lebih besar bukan hanya ide yang menantang akal, tetapi juga memperluas cakrawala pencarian manusia akan asal usul dan takdir akhir eksistensi kita.

Dalam beberapa tahun ke depan, kita mungkin harus menulis ulang buku teks kosmologi. Dan seperti semua revolusi ilmiah besar, semuanya dimulai dari satu pengamatan kecil—sebuah arah putaran galaksi di langit yang jauh.

Berita Terkait