PERANG ISRAEL-IRAN MEMUNCULKAN KETEGANGAN GLOBAL

adilnews | 17 June 2025, 10:37 am | 202 views

Konflik terbuka antara Israel dan Iran kian meluas sejak eskalasi militer yang dipicu oleh serangan udara Israel ke fasilitas nuklir Iran di Isfahan pada 14 Juni 2025 lalu. Sebagai balasan, Iran meluncurkan ratusan rudal dan drone balistik ke wilayah Israel, menghantam pusat industri dan infrastruktur sipil. Korban jiwa dari kedua belah pihak telah melebihi 300 orang, dan ribuan lainnya terluka atau mengungsi.

Di tengah meningkatnya risiko perang regional, berbagai kekuatan global seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amerika Serikat, dan Tiongkok mulai terlibat aktif mendorong solusi diplomatik untuk mencegah konflik berubah menjadi perang besar di Timur Tengah.

Gelombang Serangan dan Balasan
Pada 14 Juni 2025, pasukan udara Israel melancarkan operasi rahasia menghancurkan laboratorium nuklir Iran yang diduga digunakan untuk memperkaya uranium tingkat senjata. Iran mengklaim bahwa serangan tersebut melanggar hukum internasional dan merupakan tindakan agresi militer yang memicu perang terbuka.

Pada hari yang sama, Iran membalas dengan menembakkan lebih dari 250 rudal dan drone ke kota-kota besar Israel, termasuk Tel Aviv, Dimona, dan Haifa. Sebagian besar berhasil dicegat sistem pertahanan Iron Dome dan David’s Sling, namun puluhan proyektil menghantam target sipil dan militer. Sekitar 148 warga Israel dilaporkan tewas.

Israel lalu melancarkan serangan balasan ke Teheran, Shiraz, dan wilayah selatan Iran, menargetkan pangkalan militer dan fasilitas komunikasi Garda Revolusi Iran. Iran melaporkan lebih dari 180 korban jiwa di pihaknya.

Lembaga Palang Merah Internasional menyebutkan bahwa situasi di kedua negara “mendekati krisis kemanusiaan”, dengan rumah sakit kelebihan kapasitas, pasokan obat menipis, dan ribuan warga mengungsi dari zona-zona berbahaya.

“Konflik ini menimbulkan dampak psikologis dan sosial besar bagi warga sipil,” kata Mariam al-Haj dari Human Rights Watch yang tengah memantau dari Amman. “Korban terbesar adalah warga biasa yang tidak berdaya menghadapi hujan rudal dan serangan udara.”

Seruan Gencatan Senjata Segera
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dalam pernyataan daruratnya di Dewan Keamanan pada 14 Juni menyebut konflik ini sebagai “ancaman paling nyata terhadap stabilitas kawasan dan perdamaian dunia sejak perang Rusia-Ukraina.”

“PBB menyerukan gencatan senjata segera dan tanpa syarat, serta dibukanya koridor kemanusiaan,” ujar Guterres. Ia juga menunjuk utusan khusus Timur Tengah, Tor Wennesland, untuk mengadakan pertemuan darurat dengan delegasi dari Iran dan Israel di Jenewa dalam beberapa hari ke depan.

Dewan Keamanan PBB terpecah dalam tanggapan: sementara Rusia dan Tiongkok menolak resolusi yang menyalahkan Iran, AS dan sekutunya menuntut penghentian agresi Iran serta jaminan keamanan bagi Israel.

Amerika Serikat menyatakan dukungan penuh terhadap hak Israel untuk membela diri, namun juga mendesak Israel untuk menahan diri agar tidak menyeret kawasan ke dalam perang regional.

Presiden AS Donald Trump dalam pidatonya di Gedung Putih, Sabtu malam, menyampaikan keprihatinan mendalam atas meningkatnya korban sipil dan meminta Israel serta Iran kembali ke meja perundingan.

“Amerika Serikat tengah bekerja sama dengan sekutu Eropa, Mesir, dan Qatar untuk membuka jalur komunikasi tidak langsung antara Israel dan Iran,” katanya.

AS juga mengirimkan dua kapal induk tambahan ke Mediterania Timur sebagai sinyal kekuatan dan pencegah terhadap meluasnya konflik ke Lebanon dan Suriah.

Namun beberapa kalangan di Washington mulai menekan Gedung Putih untuk mendorong solusi diplomatik, bukan hanya dukungan militer.

Berbeda dari AS, Tiongkok memilih mengambil posisi netral aktif, dengan mendukung hak Iran untuk mempertahankan diri, namun tetap menyerukan penyelesaian damai.

Dalam pertemuan tertutup Dewan Keamanan PBB, Menteri Luar Negeri RRT, Wang Yi, mengatakan bahwa “akar masalah adalah ketidakadilan sejarah dan ketegangan struktural akibat intervensi luar”.

Selain itu, Tiongkok menyatakan siap menyediakan bantuan kemanusiaan untuk korban konflik di kedua negara, termasuk pengiriman obat-obatan, bahan makanan, dan logistik medis.

Tiongkok juga meningkatkan pembicaraan bilateral dengan Iran dan Israel, dan mengirim utusan khusus Timur Tengah, Zhai Jun, ke Teheran dan Tel Aviv untuk memfasilitasi pertemuan tertutup antara para pejabat tinggi.

Jalan Damai Masih Terjal
Banyak pengamat menyebut bahwa konflik ini berpotensi menarik aktor-aktor lain ke dalam pusaran perang. Hizbullah di Lebanon telah mulai meluncurkan roket ke wilayah utara Israel. Di sisi lain, milisi pro-Iran di Irak dan Suriah juga mulai aktif menyerang pangkalan AS dan Israel.

Israel telah menyatakan kesiapan penuh menghadapi “tiga front” sekaligus: Iran, Lebanon, dan Gaza. Namun kalangan intelijen memperkirakan, keterlibatan langsung Hizbullah secara penuh akan mengundang respon besar dari AS dan memperluas konflik.

Di seluruh dunia, unjuk rasa menentang perang dan mendukung perdamaian berlangsung di berbagai kota seperti Paris, Berlin, Jakarta, Istanbul, dan New York. Warga menyerukan “gencatan senjata segera” dan “akhir agresi.”

Paus Fransiskus dalam pesan Minggu di Vatikan mengatakan, “Dunia tidak membutuhkan perang baru. Dunia butuh keberanian untuk berdamai.”

Meski ada sinyal upaya diplomasi yang menguat, jalan menuju perdamaian masih jauh. Kedua pihak saling menyalahkan dan belum menunjukkan keinginan untuk mundur. Namun keterlibatan aktif PBB, AS, dan Tiongkok bisa menjadi kunci meredakan konflik yang berpotensi membakar kawasan Timur Tengah secara luas.

Pengamat geopolitik dari International Crisis Group, Dr. Lina Mohtadi, mengatakan, “Jika Tiongkok dan AS mampu bekerja sama untuk mendorong kesepakatan gencatan senjata, ini bisa menjadi momen baru diplomasi global setelah lama terjebak dalam kompetisi kekuatan.”

Sementara itu, dunia hanya bisa berharap bahwa logika diplomasi lebih kuat dari amarah bom dan rudal. (Fadjar)

Berita Terkait