
Hari ini, 10 Juni 2025, genap 26 tahun sejak terbentuknya Kantor 610—unit rahasia yang dirancang untuk satu misi utama: melenyapkan Falun Gong dari Tiongkok. Dibentuk atas perintah langsung mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT), Jiang Zemin, Kantor 610 selama hampir dua dekade menjadi motor utama di balik penindasan brutal yang mencakup penyiksaan sistematis, kamp kerja paksa, pelecehan seksual hingga pengambilan organ terhadap pengikut Falun Gong.
Meski jarang disebut dalam diskursus internasional dan bahkan keberadaannya kerap dibantah oleh otoritas Tiongkok, Kantor 610 adalah elemen sentral dari mesin represi PKT yang mencerminkan praktik-praktik ala Gestapo di era Nazi Jerman. Organisasi superbody ini tidak memiliki dasar hukum formal, tidak diatur dalam konstitusi, namun memiliki kewenangan hampir absolut untuk menindak, menangkap, dan menyiksa praktisi Falun Gong.
“Kantor 6-10 itu seperti Gestapo milik Hitler,” kata Guo Guoting, seorang pengacara hak asasi manusia Tiongkok yang tinggal di pengasingan. “Mereka berkuasa dan mendapat cukup dukungan finansial dari pemerintah, jadi… mereka diam-diam mengendalikan semua praktisi Falun Gong di daerah setempat.”
Ketakutan Rezim terhadap Spiritualitas
Falun Gong—juga dikenal sebagai Falun Dafa—merupakan latihan spiritual yang menggabungkan pengolahan jiwa dan raga berdasarkan karakter alam semesta Sejati, Baik, dan Sabar. Gerakan ini dengan cepat menarik puluhan juta pengikut di seluruh Tiongkok pada 1990-an, sebelum secara tiba-tiba dinyatakan dilarang pada 20 Juli 1999.
Ketakutan Jiang Zemin bahwa popularitas Falun Gong mengancam ideologi dan kontrol Partai melahirkan keputusan drastis: pembentukan unit khusus yang akan mengkoordinasikan penghapusan gerakan spiritual ini dari semua lapisan masyarakat.
Pada 10 Juni 1999, Kantor 610 dibentuk secara rahasia. Lewat pidato internal, Jiang memerintahkan pembentukan pasukan, penyusunan strategi “pertempuran”, dan pelaksanaan “persiapan penuh untuk menghancurkan Falun Gong.”
Secara struktural, Kantor 610 dipimpin langsung oleh elite Partai Komunis. Sebagai Ketua Tim Kepemimpinan, nama-nama besar seperti Li Lanqing, Luo Gan, Zhou Yongkang, dan Meng Jianzhu mengoordinasikan strategi di level nasional.
Sementara itu, direktur operasional Kantor 610 dari masa ke masa antara lain Wang Maolin, Liu Jing, Li Dongsheng, Liu Jinguo, Fu Zhenghua, dan Huang Ming. Mereka adalah operator utama dalam menjalankan instruksi Jiang Zemin untuk melenyapkan Falun Gong “dengan segala cara yang diperlukan.”
Penyiksaan Brutal dan Kampanye “Transformasi”
Kantor 610 beroperasi di luar kerangka hukum nasional. Seluruh hakim di Tiongkok adalah anggota PKT, yang memungkinkan kantor ini memaksakan kehendaknya langsung pada aparat yudikatif, tanpa pengawasan peradilan. Mereka dapat memerintahkan penangkapan, pengasingan, penyiksaan, hingga eksekusi de facto terhadap pengikut Falun Gong—semua tanpa proses hukum.
Misi utama Kantor 610 adalah “transformasi”—memaksa pengikut Falun Gong meninggalkan keyakinan mereka. Untuk mencapai itu, berbagai metode penyiksaan diterapkan: sengatan listrik di bagian tubuh sensitif, pencabutan kuku, pemukulan berat, penelanjangan paksa, hingga pemaksaan makan kotoran manusia.
Pengacara hak asasi manusia ternama, Gao Zhisheng, yang menyelidiki penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong di timur laut Tiongkok pada 2005, menyebut Kantor 610 dan polisi PKT sebagai pelaku kejahatan seksual sistemik terhadap para korban. “Hampir semua alat kelamin dan payudara wanita serta bagian pribadi pria telah diserang secara seksual dengan cara paling vulgar,” tulisnya dalam laporan yang mengguncang komunitas internasional.
Selain itu, ribuan korban dikirim ke kamp kerja paksa, pusat cuci otak, atau rumah sakit jiwa, di mana mereka dapat dikurung hingga tiga tahun tanpa diadili. Tidak sedikit dari mereka yang meninggal dunia atau mengalami gangguan jiwa permanen.
Skala Nasional, Struktur Vertikal
Struktur Kantor 610 dirancang untuk menembus seluruh sistem sosial Tiongkok. Meski kadang hanya terdiri dari segelintir staf (seperti hanya tujuh orang di kota Penglai, Shandong), Kantor 610 dapat memerintahkan ribuan polisi. Mantan petugas Tianjin, Hao Fengjun, mengungkapkan bahwa seorang agen Kantor 610 bisa mengawasi lebih dari 100 polisi biasa.
Kantor ini juga melekat di seluruh institusi negara: universitas, unit kerja, perusahaan negara, hingga organisasi massa seperti Federasi Wanita. Di setiap tingkatan, mereka bekerja bersama komite Partai, keamanan publik, dan sistem peradilan untuk memastikan tidak ada celah bagi Falun Gong untuk bertahan.
Untuk memastikan efektivitas, Kantor 610 menerapkan sistem kuota dan insentif uang tunai. Setiap wilayah diberi target jumlah praktisi yang harus ditangkap. Petugas yang gagal memenuhi target bisa diturunkan pangkat atau dipecat. Sebaliknya, mereka yang sukses mendapat bonus, promosi, atau bahkan penghargaan.
Selain itu, skema penilaian dibuat sedemikian rupa hingga mencakup detail seperti “pengurangan poin jika ada praktisi yang belum berubah” atau “denda untuk setiap yang pergi ke Beijing untuk mengajukan petisi.”
Di beberapa kasus, informasi tentang praktisi Falun Gong di luar negeri juga diperjualbelikan. Hao menyebut satu profil lengkap bisa dihargai hingga 50.000 yuan—menandakan bahwa 610 juga menjalankan jaringan spionase internasional terhadap diaspora Falun Gong.
Kegagalan Moral dan Politik
Meski rezim berusaha menutupi skala penganiayaan dan mengklaim keberhasilan dalam “menghapus” Falun Gong, data internal menunjukkan sebaliknya. Pada tahun 2005 saja, lebih dari 4,6 juta materi Falun Gong disita. Bahkan hingga 2006, Kantor 610 masih khawatir dengan kemunculan spanduk Falun Gong yang “terlalu mencolok”. Dan, hal itu masih berlangsung hingga sekarang.
Falun Gong tetap berada di posisi teratas daftar “Lima Racun” yang dianggap paling berbahaya oleh Partai, mengungguli pendukung demokrasi, separatis Tibet, Taiwan, dan aktivis Uighur. “Kami semua tahu,” ujar Hao Fengjun, “bahwa secara internal, penganiayaan ini dinilai gagal.”
Kini, dua dekade lebih sejak berdirinya, Kantor 610 secara resmi telah dibubarkan oleh Xi Jinping pada tahun 2018 dalam kerangka restrukturisasi keamanan negara. Namun, bekas lukanya tetap menganga. Ribuan orang masih hilang, banyak mayat yang ditemukan tanpa organ dalam, ratusan ribu keluarga terpecah, dan banyak tahanan belum pernah diadili.
Dalam konteks sejarah, Kantor 610 akan dikenang bukan hanya sebagai simbol represi brutal, tapi juga sebagai pengingat bahwa negara totaliter dapat menciptakan sistem kekuasaan yang memanipulasi seluruh aspek kehidupan—dari ruang pengadilan hingga ruang keluarga—demi mempertahankan ideologi tunggal.
Sebagaimana ditekankan oleh para pembela HAM, pengungkapan dan pertanggungjawaban terhadap kejahatan ini bukan hanya kewajiban moral, melainkan prasyarat penting untuk mencegah pengulangan sejarah serupa—di Tiongkok maupun di tempat lain di dunia.