
MADIUN, ADILNEWS.COM – Sayap militer TPNPB-OPM menjungkirbalikkan fakta atas kematian Ny. Hetina Mirip, warga Kampung Jindapa, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah, pada Rabu (14/05/2025) lalu. Kematian korban, tuduh pemberontak OPM, akibat ditembak prajurit TNI, lalu dibakar, kemudian diam-diam menguburnya tanpa upacara adat.
Lebih jauh, gerombolan separatis Papua yang mengusung semangat sentimen anti Indonesia itu, mendiskreditkan patriot penjaga kedaulatan negara dengan sebutan ekstrim: biadab, bengis, keji, berwatak binatang dan tidak berperikemanusiaan. Perilaku itu dikatakan OPM sebagai pelanggaran HAM berat, selain melanggar hukum perang internasional.
Narasi lincah tanpa kompromi dan ‘pukul di tempat’ yang seolah-olah benar itu, didengungkan sang corong propaganda TPNPB-OPM, Sebby Sambom, dalam Siaran Pers yang diterima adilnews.com, Sabtu (24/05/2025) pukul 15.23 WIT. Pemerintah Indonesia – Komnas HAM – dicibir Sambom telah tutup mata dan telinga demi menutupi kebusukan tersebut.
Sambom, yang oleh sejumlah media dicitrakan sebagai produsen narasi hoaks itu, juga mengirim vox pop berupa surat terbuka atas nama Antonia Hilaria Wandagau, yang diterima pada Sabtu (24/05/2025) pukul 12.25. Dalam surat itu Antonia mengaku sebagai putra Hetina Mirip, dengan tujuan pokok mengirimkan suratnya kepada Presiden Prabowo Subianto.
Dalam cuplikan surat itu antara lain Antonia bertutur dengan gaya bahasa mengiba: Ibu saya, Hetina Mirip, bukan kombatan. Ia bukan bagian dari kelompok bersenjata. Bukan pula musuh negara. Ia hanya seorang perempuan Papua, ibu rumah tangga yang setia pada dapur dan do’a.
Tapi pagi kemarin yang bisu di kampungku Jindapa, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, tentara datang. Rumah kami dikepung dan ibuku ditembak, dibakar di halaman rumah tepat di depan mata saya. Ia dikubur tanpa upacara, tanpa upaya hukum, tanpa satu pun air mata dari negara yang katanya milik semua rakyatnya.
Surat itu ditulis dengan alinea dan paragraf yang lumayan rapi dan runut. Menggunakan tata bahasa yang benar dan lugas, dengan teknik penulisan yang tersusun apik. Dan surat itu mengkristal pada satu titik: menggugah hati sekaligus mengikat opini publik, untuk diarahkan pada satu kesimpulan bahwa TNI adalah musuh warga Papua.
Belum ada konfirmasi dari Sebby Sambom, apakah surat tersebut benar-benar ditulis sendiri, dengan gagasan sendiri Antonia Hilaria Wandagau. Ataukah sengaja ditulis pihak yang melek narasi dan tulis-menulis, untuk disebarkan agar memperoleh simpati kalangan luas.
Menanggapi pemberitaan provokatif dan bersifat menghasut itu, TNI langsung bergerak menelusuri sumber persoalan sampai ke titik lokasi kejadian perkara, hingga memperoleh informasi yang pasti, akurat dan bukan saja bisa dipercaya semua pihak, melainkan dapat dipertanggungjawabkan.
Hasilnya, almarhumah Hetina Mirip ditemukan dalam keadaan sudah meninggal dunia oleh masyarakat setempat pada Jumat (16/05/2025). Posisi korban saat itu sudah dalam kondisi terkubur di Kampung Ndugasiga, dan belum diketahui apa penyebab kematiannya.
“Lebih lanjut diperoleh informasi, pasca ditemukan meninggal dunia, telah dilakukan prosesi adat pembakaran jenazah almarhumah Mama Hetina Mirip di kampungnya,” terang Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Candra Kurniawan, dalam rilis yang diterima adilnews.com, Senin (26/05/2025) pukul 04.42.
Ditegaskan Candra Kurniawan, dipastikan kematian Hetina Mirip bukan akibat ditembak kemudian dibakar oleh TNI. Bahkan, penyebab kematiannya pun juga belum diketahui. Tapi yang jelas, tandasnya, jenazah korban sudah dilakukan pembakaran secara adat setempat.
Candra Kurniawan merasa perlu menanggapi informasi liar yang jauh dari nilai-nilai kebenaran, untuk menepis hasutan yang tidak jelas dan merusak harmonisasi TNI dengan masyarakat Papua secara luas yang selama ini terbangun erat dan hangat.
Agar tidak terjebak dalam narasi ‘bodong’ yang merusak akal waras, Candra Kurniawan mengajak publik untuk selektif dan cermat dalam memilah milih setiap pemberitaan. Utamanya yang berkaitan dengan persoalan sensitif, khususnya menyangkut konflik Papua.
Secara terang benderang Candra Kurniawan menandaskan, kehadiran prajurit TNI di Papua tidak lain hanya mengabdikan jiwa raganya untuk melindungi dan melayani masyarakat setempat.
“Keberadaan jiwa raga prajurit TNI di Papua, total untuk kepentingan masyarakat di sini. Oleh sebab itu publik jangan gampang terprovokasi informasi isapan jempol, yang justru membuatnya bingung. Bacalah informasi yang jelas sumbernya,” Kolonel Inf Candra Kurniawan mengakhiri. (fin)