
Film jadul Indonesia yang berjudul “SundelBolong” ternyata diputar di Black Movie Film Festival yang digelar di Jenewa, Swiss pada 17-26 Januari 2025. Film horor yang dibintangi oleh artis kawakan almarhum Suzanna ini mendapat sambutan yang hangat dari para penonton festival dari berbagai negara.
Itu adalah adalah satu sesi dalam Black Movie Film Festival yang secara khusus merayakan film horor Indonesia. Sebelum film SundelBolong, diputar juga film dokumenter yang berjudul “Suzzanna: The Queen of Black Magic” karya David Gregory (2024) .
Dalam sesi itu, Fala Pratika selaku akademisi film dan aktris Indonesia tampil menjadi host tanya jawab khusus dan memberikan ceramah di sela-sela pemutaran film “SundelBolong” tersebut. Fala mempresentasikan materinya ya g berjudul “Indonesian horor and exploitatic film during the new order era: Tools and control and culture narrative”. Sineas muda yang suka berkebaya ini kebetulan terlibat dalam proses produksi film dokumenter tentang Suzanna ini, dan skripsi S-1 nya di Fakultas Filsafat UGM juga tentang film Suzanna.
Seperti diketahui, Black Movie Film Festival setia pada panggilan awalnya untuk mempromosikan film-film yang dibentuk oleh realitas dan realitas imajiner selain yang dikenal di dunia Barat dan menggemakan multikulturalisme yang menjadi ciri khas Jenewa. Festival ini memperluas cakrawalanya ke film-film dari tiga benua yang disebut “Selatan”: Afrika, Asia, dan Amerika Latin, dan terkadang ke film-film Eropa yang sedang berkembang dengan bentuk-bentuk yang inovatif.
Dalam pilihan filmnya, Black Movie lebih menyukai sinema auteur, serta film-film independen atau berformat tidak biasa yang jarang, atau tidak pernah sama sekali, ditayangkan di bioskop-bioskop Swiss. Festival ini bertujuan untuk menyelaraskan dengan sinematografi kontemporer, yang berlabuh pada realitas sosial dan estetika saat ini, dan untuk mengembangkan program yang belum dipublikasikan dan inovatif.
Diputarnya film SundelBolong dalam festival internasional ini tentu patut kita apresiasi. SundelBolong adalah film horor Indonesia yang dirilis pada 2 November 1981 silam. Film berdurasi 102 menit ini disutradarai oleh Sisworo Gautama Putra dan dibintangi oleh Suzzanna, Barry Prima dan Rudi Salam. Film ini adalah film pertama yang diangkat berdasarkan legenda rakyat yang ditulis oleh Subagio Samtani. Pada masa itu, film ini sangat disukai oleh masyarakat Indonesia yang percaya pada hal-hal mistik dan horor.
Begitu juga dengan pemutaran film dokumenter “Suzzanna: The Queen of Black Magic’ menunjukan film horor Indonesia, khususnya yang dimainkan oleh Suzanna bisa diterima dunia internasional. Sebelum di Jenewa, film dokumenter ini juga tayang di Sitges Film Festival ke-57, Spanyol pada 12 Oktober 2024, sehari kemudian diputar di Phantasmagoria Horror Film Festival di Inggris.
Sejauh ini, “Suzzanna: The Queen of Black Magic” sudah berhasil memenangkan penghargaan Best Documentary Feature Film dalam Hallucinea Film Festival di Paris pada 3 Juli 2024. Kemenangan tersebut di luar dugaan mereka dan sekaligus menjadi penghargaan pertama yang diraih film ini.
Film arahan sutradara David Gregory asal Amerika Serikat ini mengungkap perjalanan hidup dan karier dari ikon film horor Indonesia, Suzzanna Martha Frederika van Osch atau yang lebih dikenal sebagai Suzzanna. Film dokumenter ini menampilkan rekaman wawancara dari sejumlah tokoh, termasuk keluarga seperti Clift Sangra (suami) dan Kiki Maria (putri), penata make-up Dindin Syamsudin, produser legendaris Gope Samtani dan Ram Soraya serta Shanker, sutradara Joko Anwar, hingga kritikus film Hikmat Darmawan dan akademisi film seperti Quirine van Heeren dan Thomas Barker.
Suzzanna: The Queen of Black Magic diproduksi oleh Severin Films, perusahaan yang didirikan oleh David Gregory, Carl Daft, dan John Cregan yang berbasis di Los Angeles. Proyek film dokumenter ini juga melibatkan kru dari Indonesia, termasuk di Jakarta, Yogyakarta, dan Magelang. Ekky Imanjaya bertindak sebagai co-produser film Suzzanna: The Queen of Black Magic. (Fadjar/ Jogja)
