Tujuh Gebrakan Donald Trump Setelah Dilantik, Dari Tak Mengakui Jenis Kelamin ketiga, Keluar dari WHO, hingga akan Ambil Alih Terusan Panama

adilnews | 21 January 2025, 11:18 am | 56 views

Presiden terpilih AS Donald Trump dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat di Rotunda Gedung Capitol, Washington, DC, Amerika Serikat, Senin (20/1/2025). Foto: Morry Gash / POOL / AFP)

Upacara pelantikan Presiden Amerika Serikat ke-47, menandai kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, setelah memerintah negara adikuasa ini antara tahun 2017-2021. “20 Januari 2025 adalah hari pembebasan. Zaman keemasan Amerika dimulai sekarang juga,” serunya dalam pidato pertama setelah dilantik sebagai presiden.

Presiden berusia 78 tahun itu dilantik di dalam Gedung Rotunda Capitol, Washington DC pada 20 Januari 2025, bukan di tangga luar gedung seperti biasa, karena suhu di luar mencapai minus lima derajat Celcius. Ia dikelilingi sejumlah tamu terpilih dalam upacara pelantikan itu, termasuk keluarganya, sejumlah mantan presiden, beberapa anggota parlemen, dan sejumlah CEO perusahaan teknologi seperti Elon Musk, Mark Zuckerberg, dan Jeff Bezos.

Tak lama setelah dilantik, Trump mengeluarkan sejumlah perintah eksekutif yang kontroversial. Berikut adalah tujuh gebrakan kebijakan Trump yang membuat dunia bengong.

Revolusi Akal Sehat
Dalam program keberagaman dan kebijakan identitas gender, Trump. mengisyaratkan pemutusan hubungan yang definitif dengan apa yang ia sebut sebagai budaya “sadar”. Pemerintah federal tidak akan lagi mempromosikan ideologi gender. Trump hanya mengakui dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.

“Saya juga akan mengakhiri kebijakan pemerintah yang mencoba merekayasa ras dan gender secara sosial ke dalam setiap aspek kehidupan publik dan pribadi,” kata Trump.

Dengan demikian, Trump akan mengakhiri kebijakan resmi yang mengakui jenis kelamin ketiga, yang dilambangkan dengan “X” pada paspor AS misalnya.

Selama masa kampanye, Trump mengktitik kebijakan keberagaman, kesetaraan, dan inklusi di pemerintah federal dan dunia korporat, dengan mengatakan bahwa hal itu mendiskriminasi orang kulit putih — khususnya pria. Ia juga menentang pengakuan apa pun terhadap keberagaman gender, menolak transgender — terutama wanita transgender dalam olahraga — dan perawatan yang menegaskan gender untuk anak-anak.

Mundur dari keanggotaan WHO
Trump tak menyukai cara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam menangani COVID-19 dan krisis kesehatan global lainnya. “World Health menipu kita, semua orang menipu Amerika Serikat. Itu tidak akan terjadi lagi,” ujar Trump saat penandatanganan perintah tersebut.

Bila AS menarik diri dari WHO, maka organisasi ini akan kehilangan sumber pendanaan yang besar. Dalam satu dekade terakhir, AS mengucurkan dana untuk WHO sekitar USD 160 juta hingga USD 815 juta setiap tahun. Kehilangan donasi tersebut dapat melumpuhkan banyak inisiatif kesehatan global, termasuk upaya pemberantasan polio, program kesehatan ibu dan anak, dan penelitian untuk mengidentifikasi ancaman virus baru.

Merebut Kendali Terusan Panama
Dalam pidato pelantikannya, Trump berjanji akan mengubah nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika, sekaligus menegaskan akan berusaha mendapatkan kembali kendali atas Terusan Panama.

Terusan Panama merupakan salah satu rute perdagangan terpenting AS. Sekitar 40% dari seluruh kapal kontainer di AS melewati Terusan Panama yang menghubungkan antara Samudra Atlantik dan Pasifik.

Terusan Panama dibangun oleh AS pada awal abad ke-20. Pada 1999, Panama sepenuhnya mengendalikan Terusan itu dengan syarat Panama harus netral dan terbuka bagi semua kapal dari negara manapun.

Namun, dalam perkembanganya, China dianggap yang mengoperasikan Terusan itu. “China mengoperasikan Terusan Panama dan kami tidak memberikannya kepada China, kami memberikannya kepada Panama. Kami akan mengambilnya kembali.”

Untuk itu, Trump akan kembali menguasai kanal tersebut, sebuah jalur perdagangan vital yang kini berada di bawah kendali Panama. Meskipun pemerintah Panama menegaskan bahwa mereka tidak akan menyerahkan kendali kanal tersebut kepada AS, Trump sebelumnya tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan kekuatan dalam mengambil alih kanal itu jika diperlukan.

Darurat Nasional di perbatasan AS-Meksiko
Perbatasan AS dengan Meksiko kembali bermasalah setelah masa Joe Biden melonggarkan kebijakan imigran gelap. Karena itu, setelah kembali berkuasa Trump berjanji akan mengirim pasukan militer ke wilayah tersebut untuk mencegah masuknya imigran ilegal.

Trump juga akan memberlakukan kembali kebijakan ‘Remain in Mexico’ yang kontroversial. Kebijakan ini mengharuskan para migran menunggu proses suaka mereka di sisi perbatasan Meksiko.

Semua orang yang masuk secara ilegal akan segera dihentikan,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa pemerintahannya akan “memulai proses pemulangan jutaan pendatang asing kriminal ke tempat asal mereka.” Pemberlakuan ‘Remain in Mexico’ sekaligus akan mengakhiri kebijakan “tangkap dan lepas”.

Menunda Pengumuman Tarif Khusus untuk China
Pada hari pertamanya menjabat kembali sebagai Presiden, Trump memutuskan untuk tidak langsung menargetkan China yang mencerminkan perubahan strateginya. Kini ia lebih berorientasi pada negosiasi dan berupaya mencapai kesepakatan baru dengan Presiden China Xi Jinping, menurut sumber yang mengetahui keputusan tersebut.

Keputusan ini dapat membuka jalan bagi penerapan tarif dalam beberapa minggu atau bulan ke depan, namun memberikan kelegaan bagi sejumlah perusahaan yang sebelumnya khawatir tarif tersebut akan diberlakukan segera. Dalam kampanye, Trump berjanji mengenakan tarif sebesar 10%-20% untuk semua barang impor, 60% untuk produk dari China, serta 25% untuk produk dari Kanada dan Meksiko.

Sebagai gantinya, ia memerintahkan pemerintahannya untuk menangani praktik perdagangan tidak adil secara global, dan menyelidiki apakah Beijing telah mematuhi kesepakatan dagang yang ditandatangani selama masa jabatan pertamanya.

Langkah-langkah ini—yang dijelaskan dalam lembar fakta yang belum dipublikasikan, ditujukan untuk “membalikkan dampak destruktif dari kebijakan perdagangan globalis yang mengabaikan kepentingan Amerika,” menurut salinan dokumen yang dilihat oleh Bloomberg News. Dalam dokumen itu, disebutkan bahwa lembaga-lembaga federal utama akan diminta untuk menangani manipulasi mata uang oleh negara-negara lain.

Selain itu, kebijakan tarif akan tetap menjadi bagian dari agendanya. Trump tetap berupaya menciptakan “Layanan Pajak Eksternal” untuk mengumpulkan bea masuk dan pajak lainnya. “Daripada mengenakan pajak kepada warga negara kita untuk memperkaya negara asing, kita akan mengenakan bea dan pajak kepada negara asing untuk memperkaya warga negara kita,” katanya.

Menarik Diri dari Perjanjian iklim Paris
Kembali Trump menarik diri dari Paris Agreement tentang iklim. Langkah ini menempatkan AS bersama Iran, Libya, dan Yaman sebagai segelintir negara di dunia yang tak termasuk dalam pakta tersebut.

“Saya segera menarik diri dari penipuan perjanjian iklim Paris, yang tidak adil dan sepihak. Amerika Serikat tidak akan menyabotase industri kita sendiri, sementara China mencemari dengan impunitas,” tandas Trump.

Dalam pakta Paris Agreement itu, pemerintah negara-negara penandatanganan sepakat untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim..

Daftar perintah eksekutif Trump lainnya

1.Pembatalan 78 tindakan eksekutif era Biden
2.Pembekuan regulasi yang mencegah para birokrat mengeluarkan regulasi lebih lanjut sampai pemerintahan Trump memiliki kendali penuh atas pemerintah
3.Pembekuan semua perekrutan federal, kecuali militer dan sejumlah kategori lain yang dikecualikan sampai pemerintahan Trump mendapat kendali penuh atas pemerintah.
4.Kewajiban bagi semua pegawai federal untuk segera kembali bekerja penuh waktu
5.Perintah kepada setiap departemen dan lembaga pemerintah federal untuk mengatasi biaya hidup
6.Arahan kepada pemerintah federal guna memulihkan kebebasan berbicara dan mencegah penyensoran pemerintah terhadap kebebasan berbicara
7.Arahan kepada pemerintah federal guna mengakhiri penggunaan pemerintah sebagai senjata melawan “musuh politik” dari pemerintahan sebelumnya. (Fadjar)

Berita Terkait