Para Pendekar HAM Bersikap Atas Penganiayaan Terhadap Falun Gong

adilnews | 18 July 2024, 04:58 am | 53 views

JAKARTA- Lilin LED menyala di depan puluhan praktisi Falun Gong (Falun Dafa) yang sedang duduk bermeditasi dan membawa foto korban penganiayaan rejim komunis China. Senja disore hari Sabtu kemarin itu menjadi penanda dimulainya babak penindasan yang dialami pengikut Falun Gong di Tiongkok yang terjadi sejak 20 Juli 1999.

Peringatan 25 tahun penganiayaan yang dialami oleh pengikut Falun Gong di China kali ini terasa berbeda. Selain aksi damai yang digelar oleh para praktisinya di depan Kedutaan Besar China di Jakarta pada 13 Juli 2024, sejumlah pimpinan organisasi masyarakat sipil yang bergelut di isu hak asasi manusia juga memberikan pernyataan sikapnya atas penganiayaan yang dilakukan oleh rejim komunis China terhadap pengikut Falun Gong.

Pernyataan sikap atas penganiayaan tersebut yang ditampilkan lewat layar televisi disampaikan oleh Muhamad Isnur dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Dimas Bagus Arya dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), dan Gufron Mabruri dari Imparsial. Tak ketinggalan Anies Hidayah dari Komisioner Komnas HAM turut memberikan komentarnya.

Dukungan Solidaritas
Salah satu lembaga yang sudah lama mendampingi dan mengadvokasi kasus Falun Gong di Indonesia adalah YLBHI dan LBH Jakarta. Menurut Ketua Umum Pengurus YLBHI, Muhammad Isnur, mereka turut mengkampanyekan dan menjelaskan ke publik bahwa praktisi Falun Gong di China mengalami represi, kekerasan, penyiksaan yang luar biasa, dan itu sangat banyak bukti-buktinya dan laporannya. Karena menurutnya, masih sangat banyak orang yang tidak tahu mengenai peristiwa penganiayaan ini, dari jaman presiden Jiang Zemin sampai Xi Jinping masih terus terjadi.

“Jadi kita harus kasih dukungan kepada para praktisi Falun Gong/Falun Dafa ini untuk terus berjuang dan mendesak pemerintah China untuk menghentikan praktek-praktek kekerasan dan penyiksaan lainnya kepada praktisi Falun Gong,” jelas Isnur kepada Adil News. Pun di Indonesia, menurut Isnur, pemerintah harus memberi ruang yang bebas, ruang yang inklusif, ruang yang menjamin hak berekspresi aktivis Falun Dafa tersebut.

Oleh karena itu, Isnur mengingatkan pemerintah Indonesia jangan mau tunduk, jangan mau takut, jangan mau ditekan oleh kedutaan dan diplomat China untuk melarang Falun Gong menyampaikan ekspresinya.

Kasus penyiksaan terhadap praktisi Falun Gong di China yang dilakukan oleh rejim PKC juga mendapat perhatian dari Komisioner Komnas HAM Anies Hidayah. Secara umum menurutnya, PBB sejak tahun 1986 sudah mengeluarkan konvensi antipenyiksaan dan bentuk-bentuk perbuatan yang merendahkan martabat manusia. Di banyak negara, sudah meratifikasi konvensi itu sebagai bentuk komitmen agar tindakan-tindakan penyiksaan dan perlakuan jenis-jenis perlakuan yang merendahkan martabat manusia itu tidak dilakukan dan diberi ruang.

“China setahu saya sudah meratifikasi setelah 2 tahun pasca konvensi itu diadopsi oleh PBB. Artinya sebenarnya berbasis pada ratifikasi konvensi yang sudah dilakukan pemerintah China terkait dengan konvensi antipenyiksaan, semestinya tindakan-tindakan penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia itu sudah tidak perlu terjadi lagi,” jelas Anies Hidayah kepada Adil News.

Bagi Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya, penyiksaan yang dialami oleh pengikut Falun Gong masuk dalam katagori pelanggaran terhadap hak asasi manusia, terutama sekali penyiksaan yang timbul karena adanya diskriminasi terhadap kebebasan untuk menentukan agama dan kepercayaan serta pandangan atau pikiran. “Saya rasa apa yang terjadi pada komunitas Falun Gong di China sampai mengakibatkan banyak perselisihan, penyiksaan dan ancaman terhadap para praktisi Falun Gong, dan kemudian menyebar ke seluruh dunia, ini merupakan sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Karena lagi-lagi ketika kita berbicara soal penyiksaan, penyiksaan itu merupakan salah satu bentuk tindakan yang sangat tidak manusiawi, dan dijauhi oleh seluruh masyarakat internasional modern,” tandas Dimas kepada Adil News.

Sementara itu, Gufron Mabruri, Direktur Eksekutif Imparsial, mengatakan penganiayaan yang terjadi di China perlu menjadi perhatian berbagai komunitas internasional mengingat apa yg dialami oleh komunitas Falun Gong, itu berkaitan dengan isu kemanusiaan. “Karena disini ada isu kemanusiaan, maka perhatian komunitas internasional mulai dari pemerintah termasuk masyarakat sipil menjadi sangat penting untuk dilakukan sehingga apa yang dialami oleh komunitas Falun Gong berbagai bentuk kekejaman dan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi, bisa dicegah untuk tidak terjadi lagi di kemudian hari,” tandas Guhfron kepada Adil News.

Selain itu menurut Gufron, lembaga-lembaga internasional yang punya otoritas politik, hukum terutama yang berkaitan dengan isu hak asasi manusia perlu menggunakan kewenangannya otoritasnya secara efektif untuk menangani persoalan-persoalan yang dihadapi oleh komunitas Falun Dafa di berbagai wilayah yang sampai hari ini menghadapi berbagai bentuk diskriminasi, persekusi, dan bentuk-bentuk kekejaman lainnya. Karena itu persoalan kemanusiaan maka menurutnya, harus dihindari pertimbangan-pertimbangan politis, terutama dalam konteks hubungan antar negara khususnya dengan China dalam hal ini penting untuk dihindari, dalam arti pemerintah harus mengedepakan aspek kemanusiaan.

“Nah sejauh ini, saya blom lihat upaya efektif dari komunitas internasional termasuk lembaga-lembaga internasional yang punya kewenangan dalam konteks penanganan isu-isu kemanusiaan dan hak asasi manusia. Jadi saya kira itu satu hal yang sangat penting untuk dilakukan segera sehingga ke depan berbagai peristiwa yang tidak manusiawi yah, kekejaman yang dialami oleh komunitas Falun Dafa tidak terjadi lagi, tidak terulang lagi di kemudian hari dan mereka bisa menikmati kebebasannya sesuai dengan martabat mereka sebagai manusia,” ujar Gufron.

Senada dengan itu, menurut Dimas, komunitas internasional melalui otoritas organisasi internasional yang sangat kuat yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dapat melakukan sejumlah investigasi dan rekomendasi kepada pemerintah China untuk segera menghentikan tindakan diskriminasi dan penyiksaan yang dilakukan kepada praktisi komunitas Falun Gong. Hal itu menurutnya, merupakan salah satu mandat dari PBB untuk dapat memajukan dan mempromosikan perdamaian, serta kemanusiaan, lebih jauh di dunia ini sehingga tindakan-tindakan yang melangkahi atau mengingkari semangat perdamaian dan juga kemanusiaan ituerupakan salah satu bentuk penyangkalan. terhadap komitmen bangsa-bangsa di seluruh dunia untuk dapat mnghentikan tindakan-tindakan keji, tidak manusiawi dan juga sangat buruk bagi peradaban kemanusiaan.

Pemerintah Indonesia, lanjut Dimas, juga punya peran yang sangat penting dalam konteks kawasan untuk juga bisa mendorong isu ini supaya bisa jadi perhatian di pemerintahan China. Pemerintah Indonesia, lanjutnya, bisa bergerak dan berperan aktif untuk mendorong supaya pemerintahan China dapat melakukan evaluasi dan tindakan-tindakan untuk menghentikan persekusi diskriminasi, dan penyiksaan terhadap komunitas Falun Gong yang ada di China.

“Pemerintah Indonesia sangat punya peran yang penting hari ini karena dipandang punya peran yang sangat signifikan dalam kawasan, dalam region Asia, karena memiliki kedekatan yang cukup kuat dengan pemerintahan China, sehingga Indonesia juga punya peran untuk dapat menghentikan tindakan tidak manusiawi dan praktek-praktek diskriminasi terhadap komunitas Falun Gong,” tukas Dimas

Muhamad Isnur juga berharap, badan HAM internasional, baik itu Komite HAM maupun Dewan HAM PBB, dapat melakukan serangkaian penyelidikan yang serius, dilakukan upaya-upaya proteksi, perlindungan terhadap segenap praktisi Falun Gong, jangan sampai ada anak manusia di belahan bumi China yang tak terlindungi oleh Badan HAM PBB. Selain itu, negara-negara dan pemerintah lain harus membantu para praktisi Falun Gong untuk bersuara di level internasional. “Dengan demikian tidak ada standart ganda. Tidak ada warga negara, manusia yang mendapatkan represi, penganiayaan dan penyiksaan tanpa perlindungan. Karena hak asasi manusia untuk semua,” pungkas Isnur. (Sang Fajar)

Berita Terkait