KONTRAS: Reformasi Polisi Hanya Ilusi

adilnews | 2 July 2024, 08:27 am | 149 views

JAKARTA- Bertepatan dengan hari Bhayangkara yang ke-78 pada 1 Juli 2024, Komisi Untuk Orang Hilang Dan Tindak Kekerasan (KONTRAS) kembali meluncurkan laporan hari Bhayangkara guna memberikan catatan berupa kritik dan saran juga rekomendasi terhadap kinerja POLRI di bidang hak asasi manusia. Laporan ini menjadi bentuk partisipasi KONTRAS terhadap sektor keamanan, dalam hal ini adalah: reformasi POLRI.

Berbagai peristiwa kekerasan, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran HAM tampaknya tidak pernah tuntas. Dan selalu berulang dilakukan oleh Institusi Kepolisian. Berdasarkan pemantauan selama July 2023 – Juni 2024, KONTRAS menemukan angka peningkatan dalam tindak kekerasan & pelanggaran HAM. Tercatat 645 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota kepolisian yang terdiri dari 754 korban luka luka dan 38 korban tewas.

KONTRAS juga mendokumentasikan sebanyak 35 peristiwa EXTRAJUDICIAL KILLING yang menewaskan 37 orang korban. Itu berarti mengalami angka kenaikan dibandingkan tahun tahun yang lalu.

Sepanjang Juli 2023-Juni 2024, angka represi terhadap kebebasan sipil juga masih saja terjadi. KONTRAS mencatat sebanyak 75 kali peristiwa kebebasan sipil yang terjadi, antara lain : pembubaran paksa sebanyak 36 kali peristiwa, penangkapan paksa & sewenang wenang sebanyak 24 kali, juga intimidasi aparat sebanyak 20 kali. Alih alih bertindak untuk menjaga ketertiban umum, malah dijadikan sebagai alat untuk membungkam warga masyarakat sipil. Peristiwa tersebut menunjukan Rezim yang di senjakala pemerintahannya belum mampu berada di keberpihakannya kepada warga negaranya sendiri.

Secara umum menurut KONTRAS, dapat terlihat tiga faktor penyebabnya, antara lain : adanya warisan budaya kekerasan dari rezim ORDE BARU, minimnya pengawasan & akuntabilitas serta ego sektoral antar lembaga lembaga penegakkan hukum. Alih alih mengambil langkah kongkrit untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah bersama DPR-RI malah menginisiasi revisi UU Kepolisian yang dilakukan secara tiba tiba dan minimnya partisipasi publik.

“Adapun substansi RUU POLRI mengandung berbagai pasal yang malah akan memperburuk ragam masalah yang telah ada, dan berpotensi menyebabkan terjadinya tumpang tindak kewenangan antar lembaga, potensi mal-administrasi, serta pelanggaran HAM,” d mikian pernyataan sikap KONTRAS yang ditandatangani oleh Dimas Bagus Arya, selaku Koordinator.

Profesionalitas dalam upaya penegakkan Hukum Pidana menurutnya, masih menjadi pekerjaan rumah yang genting di Institusi Kepolisian. Kepolisian yang demokratis yang digaungkan diawal reformasi masih belum berjalan secara ideal. Berbagai tindak kekerasan dan Pelanggaran HAM merupakan “ALARM” bagi Pemerintah dan Institusi Kepolisian untuk berbenah diri dan melakukan evaluasi.

Masyarakat sipil begitu merindukan institusi Kepolisian yang demokratis dan bekerja sesuai dengan prinsip prinsip Hak Asasi Manusia. Perbaikan yan kongkrit dan komprehensif tidak boleh di tunda tunda, harus dilaksanakan segera. Jika kultur kekerasan dan impunitas akuntabilitas yang minim tersebut masih berulang dan dipertahankan, maka tak berlebihan jika dinyatakan bahwa reformasi polisi yang dicita citakan masih ilusi. (Ony/ JKT)

Berita Terkait